BAB 48

3.8K 209 7
                                    

Biru menoleh tatkala mendengar suara langkah kaki seseorang mendekatinya, ia lantas tersenyum saat mendapati Sangkar. Pria dengan kemeja hitam itu berdiri di sebelahnya, lalu menatap lurus pada pemandangan kota malam hari yang terlihat indah dengan gemerlap lampu di setiap sudut memenuhi kota.

Biru kembali menatap lurus ke depan dengan senyum yang sudah pudar. "Ternyata kota malang jauh lebih baik daripada disini." Gumam Biru yang terdengar jelas oleh Sangkar.

"Kangen rumah?"

"Emangnya kita pernah punya rumah disana?" Biru tertawa miris mengingat rumah yang tidak pernah ada itu.

Terdengar helaan nafas panjang dari Sangkar membuat Biru menoleh padanya, Sangkar memejamkan mata mencoba menikmati setiap hembusan angin yang menerjang wajahnya. Lalu tangannya memijat pelipisnya yang mulai memerah, saat matanya terbuka hanya terlihat tatapannya yang sayu.

"Capek banget yaa?" Tanya Biru yang tampak khawatir.

Sangkar menoleh sekilas dengan senyum kecil, lalu kembali menatap lurus ke depan. "Gak seberapa, mau selesaiin lebih cepat?"

Lantas Biru mengalihkan pandangannya, tampaknya kemacetan jalan raya lebih menarik daripada pertanyaan Sangkar yang membutuhkan banyak pertimbangan untuk ia jawab. Rooftop apartemen adalah tempat terbaik untuk menikmati suasana malam hari di kota ini.

ketinggian dari lantai empat puluh lima sangat menakjubkan, kalian bisa melihat gedung pencakar langit yang tengah berlomba-lomba menembus awan, gemerlap kota terlihat indah bagaikan biang lala terbesar yang pernah ada, hembusan angin yang menerpa mencoba menghalau kesepian, bintang dan bulan senantiasa terlihat indah dan tak pernah tergantikan.

"Bang, kalo bisa milih takdir. Lo mau hidup yang gimana?" Biru memilih untuk mengalihkan pembicaraan.

"Yang sempurna, punya orang tua yang selalu ada di sisi gue, kekayaan yang berlimpah, kesehatan yang gak akan ada habisnya, tentunya ada lo dan Handaru sebagai saudara gue." Jawaban yang sederhana, tetapi mustahil untuk di wujudkan.

Biru tertawa kecil, keinginan Sangkar sama persis seperti yang ia mau. "Mungkin kita gak bakal jadi kriminal."

"Kita?" Sangkar menoleh pada Biru. "Kriminal itu cuma berlaku buat gue dan Handaru, gak berlaku buat lo."

"Kenapa kita gak ketemu dalam kondisi normal? gue akan jadi adik angkat kalian yang baik dan penurut, yang gue lakuin seharusnya cuma belajar dan sesekali isengin kalian. Dan kalian bakal kerja di kantor pencakar langit, kayak kantor itu misalnya." Biru menunjuk salah satu gedung pencakar langit yang berada tak jauh dari apartemennya.

"Maaf..." ujar Sangkar dengan suara yang serak dan kepala menunduk menyadari akan kesalahan yang sudah ia perbuat.

Biru menoleh kepada Sangkar dengan air mata yang sudah berlinang, gadis itu menghapus kasar jejak air matanya. Lalu menerjang tubuh Sangkar untuk sebuah pelukan hangat, menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Sangkar.

"Tapi gue tetep bahagia, sisi baik dari hidup kriminal ini... gue bisa ketemu kalian, gue bisa ngerasain betapa besar cinta kalian buat gue." Suara Biru terdengar begitu parau.

Sangkar membalas pelukan Biru, tangannya mengusap lembut punggung biru, sesekali menepuk pelan kepala Biru. "Selagi lo belum bisa nyerahin bukti yang lo dapet, gue bisa diem di hadapan Jeff dan Handaru."

~•••~

Tuhan itu selalu adil kepada setiap ciptaannya, jika kesusahan maka akan di terbitkan sebuah kebahagiaan. Tampaknya kebahagiaan tersebut tengah menghampiri Handaru yang tengah kehilangan arahnya untuk beberapa saat. Kabar yang di nantinya penuh dengan terjangan air mata, kini Sendu berhasil melawan takdirnya. Gadis tersebut berhasil bangun dari tidur panjangnya, menebarkan kebahagiaan bagi setiap orang yang tengah menunggunya sadar.

HANKER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang