Biru menghela nafasnya saat melihat sosok Brigas yang berdiri di depan kelas seraya melipat kedua tangannya di depan dada dengan sorot mata tajam yang mengarah penuh kepadanya. Bel pulang sekolah sudah berdering lima menit yang lalu, kelas pun telah di bubarkan. Sialnya Biru tak bisa keluar kelas dengan tenang kali ini, Sendu pun keluar kelas lebih dahulu beberapa waktu yang lalu. Hanya tersisa Laura di dalam kelas, gadis itu tampak mencari sesuatu di dalam tasnya dan sesekali mengecek kembali lokernya.
"Ru, kalo ketemu Dewa suruh kesini yah, gue masih nyariin lipstik gak ketemu." Teriak Laura pada Biru yang berdiri di depan kelas.
"Lau, gue bantuin cari lipstik lo deh." Biru perlahan berjalan mundur, lalu membalikkan tubuhnya untuk berjalan ke arah Laura.
Laura menoleh kepada Biru yang kini duduk di sebelahnya seraya membantu ia untuk mencari lipstik yang hilang. "Loh katanya tadi buru-buru mau pulang?" Tanya Laura.
Biru hanya menggeleng untuk menjawab pertanyaan dari Laura. Mengacuhkan alasan Biru yang membantunya, Laura kembali sibuk untuk mencari lipstiknya yang hilang. Pasalnya lipstik tersebut dibeli dua hari yang lalu dengan harga yang tidak murah, sebab brand tersebut hanya mengeluarkan seratus lipstik yang kini sudah ludes terjual.
"Nahh, ini dia ketemu." Ujar Laura seraya memegang sebuah lipstik yang baru ia ambil dari bawah kolong meja yang berhampitan dengan tembok membuatnya sulit untuk terlihat.
Akhirnya Laura bisa bernafas lega setelah beberapa saat. Ia melirik ke arah Biru yang masih duduk termenung di sebelahnya. "Ini udah ketemu, pulang yukk."
Perlahan perubahan dari raut wajah Biru terlihat, gadis tersebut menjadi cemberut. "Ada Brigas di depan."
"Pantesan!" Sahut Laura dengan cepat. "Udah gue duga sih, tadi bilang mau buru-buru pulang tapi tiba-tiba mau bantu gue cari lipstik, ternyata akal-akalan lo mau ngehindar dari Brigas. Terus kenapa? Masa gamau pulang sih?"
"Lo pulang duluan aja dehh." Pinta Biru.
Laura mengerutkan dahinya, lalu gadis tersebut memilih untuk menarik tangan Biru untuk berjalan di sampingnya. "Jangan ngehindar terus Ru."
Dengan pasrah Biru melangkah keluar kelas, Laura benar-benar menyebalkan. Menyeretnya hingga sampai di hadapan Brigas yang ternyata masih menunggunya di depan kelas dengan raut yang belum berubah, masih masam.
"Tuan Brigas, gue udah bawa permaisuri Biru sampai hadapan lo, nanti gue kirim deh nomer rekening gue. Jangan lupa diisi yah minimal sejuta lah yah." Ujar Laura dengan tawanya renyah.
Brigas berdecak mendengar ocehan Laura, "Bisa pergi dulu ngak?"
Laura hanya bisa merenggut kesal kepada Brigas yang sudah mengusirnya. Lalu, gadis tersebut hanya bisa pasrah dan beranjak pergi meninggalkan Biru dan Brigas yang masih diam tanpa sepatah kata.
Sikap Brigas tidak pernah bisa Biru tebak, lelaki dengan lengan seragam yang di lipat itu tiba-tiba saja menarik tangannya membuat ia berdiri lebih dekat dari sebelumnya. Dengan kesal Biru menempis tangan Brigas dan kembali melangkah mundur untuk menjaga jarak.
"Gue ngak punya penyakit menular, ngak usah repot-repot jauhin gue." Ujar Brigas yang merasa bahwa Biru tengah menjauhinya sejak kejadian di lorong tadi siang.
Mencoba mengelak dengan berbagai cara, Biru mengarahkan pandangannya ke arah lain. "Siapa juga yang jauhin lo."
"Terus?"
Walaupun sudah berusaha, Biru tidak bisa terlalu lama mengalihkan pandangannya dan menyia-nyiakan pesona Brigas yang entah kenapa menarik perhatiannya perlahan. Dengan hati-hati, Biru kembali membalas tatapan Brigas padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANKER
Short Story"𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐚𝐦𝐛𝐢𝐬𝐢, 𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐜𝐚𝐫𝐚 𝐬𝐞𝐦𝐞𝐬𝐭𝐚 𝐦𝐞𝐫𝐞𝐬𝐭𝐮𝐢?" -𝓧𝓪𝓿𝓲𝓮𝓮𝓻𝓬𝓪𝓵 ••• Brigas Air Samudra, lelaki dengan paras tampan dan juga kedudukannya yang tinggi. Kebanyakan orang menghindari Brigas, berurusan...