BAB 35

5.2K 320 4
                                    

Satu minggu sudah berlalu dengan gurun waktu yang terasa amat lambat menemani kekhawatiran Biru yang semakin mendalam, pikirannya kalut mencoba berfikir positif atas banyak kemungkinan yang terjadi. Sudah seminggu ini Handaru dan Sangkar menghilang tanpa jejak, tidak ada yang bisa dihubungi. Biru mulai mencari informasi di beberapa tempat, hasilnya tetap nihil. Tidak biasanya seperti ini, atau ini bentuk kemarahan dari mereka untuk kesalahan yang Biru buat?

Biru rasa bahwa Jeff mengetahui keberadaan kedua abangnya, namun detektif kolot tersebut menolak untuk memberitahunya. Keadaan semakin rumit saat Biru mendengar kabar bahwa kemarin sore kepolisian menangkap dua orang yang di curigai sebagi teroris, kabar yang beredar belum di konfirmasi benar. Namun, hal ini mampu membuat Biru kelimpungan.

Mencoba tidak putus asa, Biru berdiri dari sofa ruang tv. Menyambar jaketnya yang tergeletak di meja, lalu berjalan hendak keluar dari apartemen. Namun, sebuah panggilan di handphone nya membuat ia menghentikan langkah. Mengecek sebuah panggilan masuk dari detektif Jeff, setelah mempertimbangkan cukup lama Biru menggeser ikon hijau.

"Kenapa? gue lagi sibuk." Ujar Biru pada sebrang telpon.

"Datang ke rumah gue, anjing liar lo udah ketemu. Jangan lupa mampir ke apotik beli beberapa obat buat luka dan beli rokok. Kalo lo l—"

Biru mematikan panggilan sepihak sebelum detektif Jeff menyelesaikan ucapannya. Tidak peduli bahwa detektif kolot itu akan memarahinya nanti, yang Biru pikirkan hanya kondisi kedua abangnya.

"Biru."

Mendengar seseorang tengah memanggil namanya membuat Biru menoleh ke belakang, terdapat Sendu yang baru keluar dari kamar seraya menggosok kedua matanya.

"Mau kemana pagi-pagi gini?" tanyanya melihat penampilan Biru yang sudah rapi.

"Gue ada urusan diluar, lo libur kerja kan? kalo mau keluar sama Rigel keluar aja, tapi jangan lupa sarapan."

"Lo udah sarapan emangnya? sorry yah gue bangun kesiangan jadinya belum sempet bikin sarapan buat lo."

"Gue sarapan diluar aja, intinya nanti lo gak usah di apartemen sendirian deh mending kelayapan aja kemana gitu kek, bahaya kalo sendirian disini."

"Kenapa emangnya?"

Biru berdecak, ia memilih untuk mengabaikan pertanyaan terakhir dari Sendu. Biru segera mengambil langkah besar menuju pintu, terdengar Sendu menyuruhnya untuk tidak mengebut saat mengendarai motor. Lalu Biru hanya melambaikan tangannya sebagai jawaban.

~•••~

Sebuah kekacauan besar terjadi sesuai dugaan Brigas, memutuskan untuk pulang ke rumah setelah mendapatkan telepon dari Ratih. Padahal Brigas sudah tidak pulang ke rumah selama seminggu, setelah keluar dari rumah sakit ia memilih untuk menginap di rumah Rigel. Kini Ia melihat kondisi Bunda dan Adiknya berada di situasi sulit, suara bentakan yang terus menerus bergema di ruangan membuatnya tak tahan lagi untuk meledakkan amarah.

Suara tangisan Bunda bagaikan seribu panah yang menusuk dadanya, menyakitkan. Apalagi melihat Ratih yang berusaha menenangkan Bunda didalam pelukannya, gadis dengan bandana putih di rambutnya itu menatap Brigas dengan sayu.

Brigas menggepalkan kedua tangannya, rahangnya mengeras, tatapannya menajam menatap sang Ayah yang tengah berdiri di depannya. "Keluar dari kamar Bunda sekarang juga!" Bentar Brigas.

"Dasar anak bodoh! siapa kamu sehingga berani mengusir saya?!" Hendrik mendorong bahu Brigas, tatapannya tak kalah tajam. Keduanya saling memiliki ego yang keras.

HANKER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang