"Ru, ayo ke kantin dulu." Ajak Sendu seraya menguncang bahu Biru.
Biru menggelengkan kepalanya untuk menolak. Gadis itu bersembunyi dibalik lekukan tangannya yang berada di atas meja. Ia enggan menunjukkan matanya yang sembab. Setelah kejadian tadi pagi. Biru benar-benar menutup dirinya bahkan saat guru masuk ia beralasan bahwa sakit. Guru yang tengah mengajar menyuruhnya pergi ke UKS. Namun, gadis tersebut berkata bahwa baik-baik saja berada di kelas. Biru tidak membuka suara sedikitpun tentang kejadian yang menimpanya. Walaupun mengundang penasaran dari Sendu dan Laura. Keduanya memilih diam dan menghormati keputusan Biru yang belum bisa menceritakan hal tersebut.
"Mau gue bawain makanan gak?" Tanya Sendu lagi mencoba membujuk.
Lagi-lagi tolakan dari Biru yang didapatkan oleh Sendu. Gadis itu menyerah lalu memberi isyarat agar Laura membantunya untuk membujuk Biru.
"Ru, mau gue traktir gak? Mumpung gue banyak uang nih. Itung-itung juga sebagai awal pertemanan kita." Bujuk Laura.
Kali ini Biru tidak menggelengkan kepalanya. Ia memilih diam tidak menanggapi ucapan Laura. Beberapa saat tidak ada sahutan membuat Sendu dan Laura menyimpulkan bahwa Biru menolak ajakannya. Keduanya menghela nafas panjang lalu memilih pergi ke kantin meninggalkan Biru yang masih bergelut dengan pikirannya sendiri.
Mendengar derap langkah yang mulai menjauh membuat Biru yakin bahwa Sendu dan Laura sudah pergi. Biru menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian wajahnya. Ia membuka matanya, detik itu juga penglihatannya langsung tertuju kepada langit dari balik jendela kelas. Beberapa burung tengah berterbangan bebas. Mengepakkan sayap untuk membelah lautan awan dengan penuh harapan bisa pergi ke tempat yang lebih menakjubkan.
Sedari kecil Biru ingin memiliki sayap. Dua sayap yang amat lebar dan indah agar bisa membawanya terbang membelah lautan awan lalu terbang semakin tinggi menuju tahta langit ke tujuh untuk menemui kedua orangtuanya. Konon, orang yang sudah lama meninggal akan menetap di langit ke tujuh. Lalu mereka melihat dengan rinci setiap pergerakan manusia di bumi. Seraya menangkap beberapa do'a yang tertuju padanya agar hidup tenang di akhirat. Dan Biru tidak hanya ingin merapalkan do'a. Ia ingin bertemu langsung dengan kedua orangtuanya. Kemudian menangis dalam pelukan mereka seraya bercerita betapa menyakitkannya hidup di dunia tanpa sosok Ibu dan Ayah.
Biru tersentak kaget saat seseorang mengetuk beberapa kali mejanya. Biru mengangkat kepalanya lalu menoleh ke samping. Seorang laki-laki sudah duduk di bangku Sendu seraya tersenyum lebar padanya.
"Ada apa?" Tanya Biru seraya merapikan rambutnya yang terlihat berantakan.
"Ini, buat lo." Sakti menyodorkan sebuah kresek berwarna putih kepada Biru.
Biru menerima kresek tersebut lalu melihat isinya. "Kenapa? Gak perlu repot-repot kali." Biru mengeluarkan sebungkus roti isi dan juga susu, tak lupa ada sebuah keju slice.
"Gue liat lo gak pergi ke kantin, jadi sekalian gue beliin buat lo."
"Bentar deh, keju slice?" Biru mendongak menatap ragu kepada Sakti.
"Jadi, yang waktu itu kasih gue keju?" Biru mulai menduga-duga
"Iya itu gue." Jawab Sakti cepat.
"Kenapa?"
"Apanya?"
"Kenapa lo ngasih gue?"
"Pengen aja."
"Gak jelas lo." Biru merobek bungkus roti. Sedangkan Sakti tertawa pelan, lalu ia membantu Biru untuk merobek bungkus keju.
"Kejunya di makan bareng roti biar lebih enak." Ujar sakti, ia meletakkan selembar keju slice di atas roti yang akan di makan oleh Biru.
Biru hanya diam seraya melihat Sakti yang tengah membuka tutup botol susu pisang. Kemudian Biru mulai melahap rotinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANKER
Short Story"𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐚𝐦𝐛𝐢𝐬𝐢, 𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐜𝐚𝐫𝐚 𝐬𝐞𝐦𝐞𝐬𝐭𝐚 𝐦𝐞𝐫𝐞𝐬𝐭𝐮𝐢?" -𝓧𝓪𝓿𝓲𝓮𝓮𝓻𝓬𝓪𝓵 ••• Brigas Air Samudra, lelaki dengan paras tampan dan juga kedudukannya yang tinggi. Kebanyakan orang menghindari Brigas, berurusan...