BAB 25

8.4K 607 166
                                    

Setelah menguras banyak waktunya di ruang interogasi. Brigas langsung diseret menuju ruangan sang ayah. Interogasi itu tidak mendapat banyak jawaban, karna sesekali Brigas hanya diam dan tidak berniat menjawab pertanyaan. Hal itu cukup sebagai jawaban bahwa Brigas tidak membela dirinya melainkan menyerahkan dirinya. Namun, apapun yang diperbuat oleh Brigas akan lolos begitu saja saat sang Ayah bertindak. Seperti sekarang ini, Brigas hanya diberi peringatan lalu diperbolehkan pulang.

Brigas menelisik ruangan sang Ayah dengan ukuran yang lumayan luas itu. Beberapa kali ia datang kemari untuk sekedar mampir ataupun senggaja karna hal yang sama seperti kali ini. Brigas berdiri dari duduknya saat sang Ayah masuk ke dalam ruangan. Langkah besar sang Ayah mendekati Brigas, lalu...

Satu tamparan mendarat di pipi kiri Brigas. Suara nyaring bergema di dalam ruangan tersebut. Wajah Brigas tertoleh ke samping, pipinya terasa kebas, menyisakan lebam kemerahan.

"Lagi? Kamu permaluin ayah sekali lagi Brigas?!" Suara lantang itu menggema.

"Kamu mau mempermalukan ayah sejauh mana lagi? Anak gatau diri." Hendrik kembali melayangkan tangannya. Namun, kali ini tangan itu tidak mendarat sebagai tamparan melainkan melayang di udara. Hendrik memejamkan matanya mencoba mengontrol emosi yang sudah di ubun-ubun. Lantas, ia menurunkan tangannya.

Brigas mengelus pipinya yang masih terasa kebas. Lalu ia memberanikan diri untuk membalas tatapan nyalang sang ayah. "Brigas udah bilang kan? Brigas bakal membalas perbuatan ayah."

Hendrik mengalihkan tatapannya. Ia membalikkan badan, kemudian berjalan menuju kursinya. Sedangkan, Brigas masih berdiri di tempatnya seraya menatap sang ayah dari kejauhan. Terlihat Hendrik yang menarik dasinya agar bisa memberi ruang lebih banyak untuk ia bernafas.

"Kalo kayak gini terus, ayah beneran bakal kirim kamu ke London." Ujar Hendrik tanpa menoleh kepada Brigas.

"Tujuannya masih sama kan? Mau jauhin aku dari Bunda dan supaya aku gak bocorin kesalahan ayah?" Brigas tertawa kecil.

Kali ini Hendrik menoleh kepada Briga. Lalu kedua tangannya saling menggenggam di atas meja. "Kalo bahas tentang kesalahan, kamu perlu ingat kalo disini yang punya kesalahan lebih besar itu kamu. Bahkan kalo kamu bereinkarnasi sekalipun gak akan bisa menghapus dosa dari kesalahanmu itu."

Brigas mengepalkan kedua tangannya. Rahangnya mengeras, giginya saling bergemelatuk, telinganya merah padam, ia berusaha menetralkan amarahnya. "Kesalahan aku itu karna ayah!"

Ucapan Brigas disusul dengan tawa renyah dari Hendrik. "Dasar remaja bodoh, bisa-bisanya melempar kesalahan kepada orang lain. Pergi saja kamu dari sini, daripada menguras habis kesabaran saya."

Selanjutnya, Hendrik mengalihkan tatapannya kepada laptop yang sudah menyala di depannya. Ia mulai mengotak-atik laptop tersebut untuk menyelesaikan tugas yang tertunda akibat keributan yang diciptakan oleh putranya.

Helaan nafas panjang keluar dari mulut Brigas. Lantas, ia berjalan keluar dari ruangan yang menyesakkan tersebut. Saat menyusuri koridor kantor polisi yang cukup panjang. Brigas menghentikan langkahnya saat seorang lelaki menghadang jalannya.

"Kejahatan apalagi kali ini?" Tanya lelaki tersebut dengan tawa yang terkesan remeh.

Brigas menatap lelaki tersebut dengan wajah yang datar. Tiba-tiba saja atmosfer menyempit menciptakan aura yang dingin diantara keduanya. Brigas kenal betul dengan lelaki tersebut, detektif Jeff. Lelaki yang berselisih dengannya setelah kejadian satu tahun yang lalu.

"Lo gak bunuh orang lagi kan?" Detektif Jeff kembali bersuara.

"Belum, mungkin bentar lagi lo yang bakal gue bunuh." Jawab Brigas.

HANKER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang