Biru berlari kecil saat keluar dari lift apartemen, lobi apartemen sudah terlihat sepi mengingat jam menunjukan pukul setengah dua belas malam. Setelah mendapatkan telepon dari Brigas, ia segera berniat menghampiri lelaki tersebut di depan apartemennya. Kekhawatirannya memuncak saat mendengar suara parau Brigas diiringi isakan kecil dari seberang telepon, tetapi Biru tidak mengetahui alasan dirinya saat ini menghawatirkan Brigas.
Saat sampai di depan apartemen, Biru mencari keberadaan Brigas. Lalu ia menemukan Brigas tengah bersandar pada motor di bagian barat apartemen, Lelaki tersebut hanya mengenakan kaos putih oblong dengan celana jeans panjang dan jangan lupakan wajah sembabnya.
Biru kembali berlari kecil ke arah Brigas, ia menghentikan langkah menyisakan dua meter jarak di antara mereka. Brigas menyunggingkan senyum saat melihat keberadaan Biru, sialnya air matanya tak tertahankan untuk turun. Kini Brigas yakin bahwa ia terlihat seperti pengecut di mata Biru, lelaki mana yang menangis di hadapan perempuan?
"Maaf ganggu malem-malem, hari ini berat banget buat gue dan gue rasa gue bu-" Ucapan Brigas tertahan di tenggorokan karna tiba-tiba saja Biru berlari memeluknya, gadis itu menangkap tubuh Brigas. Memberikan kehangatan yang ia punya, lalu mengelus punggung Brigas dengan lembut.
Air mata Brigas mengalir semakin deras, jantungnya berdegup dengan kencang. Dengan waktu yang bersamaan ia merasa lega mendapatkan sebuah kehangatan, hari ini begitu panjang untuknya setelah melewati banyak perdebatan dengan sang Ayah. Namun, dengan pelukan dari Biru segala rasa lelah yang ia punya terasa sirna.
"Lo udah ngelewatin banyak hal hari ini, besok bakal baik-baik aja." Bisik Biru dengan suara yang lembut menyapa pendengaran Brigas.
Perlahan kedua tangan Brigas meraih punggung Biru, membalas pelukannya dengan perasaan yang sudah lebih tenang. Nyatanya banyak luka yang tidak perlu dijabarkan, tetapi berhasil sembuh dengan sebuah pelukan hangat. Brigas tidak pernah tahu bahwa hal seperti ini akan datang padanya, dimana ia memiliki tempat pulang yang hangat dan berhasil membuatnya melupakan segala hal buruk.
Biru hendak melepaskan pelukannya, tetapi Brigas menahannya untuk bertahan lebih lama. Tidak ada penolakan, mungkin tidak akan ada hal buruk terjadi jika ia memeluk Brigas sedikit lebih lama. Biru harap pelukan ini bisa menjadi permintaan maaf atas kekacauan yang ia ciptakan pada keluarga Brigas, ia tahu bahwa kekacauan ini terjadi karna Hendrik kehilangan berkasnya dan melampiaskan kemarahan pada keluarganya.
Lantas, apakah pelukan ini hanya sebuah permintaan maaf?
"Terima kasih, atas pelukan hangatnya." Ucap Brigas seraya membiarkan Biru melepaskan pelukannya.
Biru menatap dalam mata Brigas, tanpa terasa ia berhasil tenggelam dalam tatapan sayu itu. Mencoba berenang, tetapi ia tak tahu caranya. Entah apa yang merayunya, Biru menarik kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman yang magis.
"Mau temenin gue nikmatin pergantian hari?" Pertanyaan Brigas menyadarkan Biru.
Biru melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, lima belas menit lagi hari akan berganti. "Gue mau kalo ada segelas coklat hangat."
~•••~
Malam ini bulan hanya ditemani beberapa bintang, cahaya bintang pun terlihat redup. Hanya ada satu bintang dengan cahaya yang paling terang, letaknya terbentang jauh dari keberadaan bulan. Perlahan sebuah awan gelap berusaha menyembunyikan beberapa bintang, membuat bulan sendirian. Satu bintang yang memiliki cahaya paling terang pun membentang jarak yang begitu jauh seakan-akan tidak ingin tersentuh oleh bulan, atau memang bintang tengah merajuk kepada bulan karna ia tidak pernah bisa menandingi cahaya yang dipancarkan oleh bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANKER
Short Story"𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐚𝐦𝐛𝐢𝐬𝐢, 𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐜𝐚𝐫𝐚 𝐬𝐞𝐦𝐞𝐬𝐭𝐚 𝐦𝐞𝐫𝐞𝐬𝐭𝐮𝐢?" -𝓧𝓪𝓿𝓲𝓮𝓮𝓻𝓬𝓪𝓵 ••• Brigas Air Samudra, lelaki dengan paras tampan dan juga kedudukannya yang tinggi. Kebanyakan orang menghindari Brigas, berurusan...