Bugh!
Aksi pertarungan kedua geng itu masih terus berlanjut. Belum ada yang mau mengalah.
"Yakin modelan kaya lo jadi ketua geng? Bakal hancur, sih kalau kata gwe"
"Shut up! Lo nggak tahu apa-apa tentang gwe ataupun geng gwe. Dasar pengganggu"
"Gwe saranin, menyerah"
"Dan gwe saranin, berhenti nyuruh orang lain nyerah. Mereka yang lo anggap lemah, belum tentu bener-bener lemah! "
Bogeman ia layangkan pada lawannya. Orang ini sangat membuatnya tersulut emosi.
Cukup kuat, hingga membuat sang lawan mundur beberapa langkah.
"Lumayan. But, ini masih kurang"
"Sok jagoan! "
Bugh!
Tubuhnya limbung, tak sengaja tersenggol seseorang dari geng lawan.
Sudah tersenggol, terkena pukulan di sudut bibirnya pula."Stop! "
Interupsi dari ketua geng sebelah membuat keduanya berhenti. Mata tajamnya menatap seseorang di depannya. Mengulurkan tangan, berniat membantu lawannya berdiri.
Namun uluran tangan itu hanya dianggap angin lalu. Tak dihiraukan."Gwe udah bilang. Nyerah aja, Doyoung"
"Kenapa? Lo takut kalah? "
"Bukan. Gwe nggak takut kalah. Tapi gwe takut, kalau permusuhan geng kita makin menjadi. Ael cuma manfaatin kita berdua biar nggak pernah akur. Dan pada akhirnya, Ael bakal ngehasut lo"
"Ngehasut apa? "
"Lo kudet apa gimana? Ael suka sama lo! "
"Terus apa hubunggannya buat geng kita jadi nggak akur, Haru?! "
"Yang pasti, Ael bakal bikin lo benci sama gwe, juga geng gwe. Ael takut kalah sama pesona gwe. You know, i'm handsome. Dan itu buat Ael takut. Takut kalau lo jadi milik gwe. Bukan dia. Ngerti? Jadi gwe yakin. Lo mulai tawuran sama geng gwe, juga berkat hasutan Ael, kan? Dan bego-nya, elo percaya sama setiap perkataan Ael"
Doyoung diam. Masih mencerna setiap perkataan dari Haruto. Seseorang yang selama ini ia anggap rival.
"So, bisa kita damai aja? "
Lagi-lagi hanya diam. Hatinya bimbang. Apa benar Ael telah menghasutnya? Tapi Ael terlihat seperti sosok yang sangat baik hati padanya, juga gengnya. Namun perkataan Haruto juga menggoncangkan kepercayaannya pada Ael.
"Percaya sama gwe"
"Kenapa gwe harus percaya sama lo? "
"Karena gwe nggak lagi bohong sama lo. Percaya, atau lo bakal terhasut lebih dalam, dan pada akhirnya penyesalan yang lo dapat. Sekedar info, Ael bukan lagi sekedar suka sama lo, tapi udah terobsesi. Lo bahkan nggak tahu, berapa anak yang masuk rumah sakit gara-gara di habisin Ael. Penyebab utamanya? Mereka deketin lo"
Tanpa sepatah kata, Doyoung berbalik badan, memunggungi Haruto. Meninggalkannya tanpa ada balasan apapun. Tangannya terangkat, memberi gestur agar teman segerombolannya mengikutinya untuk segera pergi dari sana.
Malam telah tiba. Tepat pukul 23.30
Namun matanya masih saja terjaga.
Duduk sendirian di bangku taman kota. Melihat beberapa orang yang mesih berlalulalang dengan pasangan atau mungkin keluarga mereka.Hingga ia merasakan bangku panjang yang ia duduki sendiri, kini bertambah dengan satu orang yang menduduki. Ia menoleh, sekedar ingin tahu siapa orang di sampingnya.
Dan ternyata, lagi-lagi orang itu adalah Haruto."Ngapain masih diluar malem-malem kaya gini? Masuk angin tahu rasa"
"Terserah gwe. Apa urusannya sama lo? "
"Sewot banget. Padahal gwe kesini mau minta damai doang loh"
"Buat apa? "
"Nggak bosen tawuran sama geng gwe terus? Gwe sih bosen"
"Kapan-kapan aja"
"Loh? Kenapa? "
"Disini cuma ada gwe sama lo. Yang lain harusnya juga ikut buat jadi saksi dua geng ini akur"
Haruto tersenyum. Sesaat membuat Doyoung terpana. 'Tampan' batinnya.
"Itu bisa besok. Yang penting sekarang ketuanya akur dulu"
Doyoung mengangguk.
"So, lo udah mikirin tentang perkataan gwe tadi? "
"Ael? "
"Yup! "
"Belum. Tapi ada sedikit rasa kepercayaan waktu lo ngomong gitu. Dan kalau di logika lagi, Ael emang bertujuan buat kita benci satu sama lain"
"Smart. Btw, lo tahu nggak? "
"Apa? "
"Ini rasanya agak aneh. Jujur. Tapi gwe suka. Banget"
"Kenapa? "
"Bisa duduk berdua sama ketua geng yang dulu selalu nganggap gwe dan geng gwe rivalnya"
Doyoung mendengus kesal. Tapi diam-diam ia membenarkan perkataan Haruto.
"Apalagi orangnya lagi nggak marah-marah"
"Lo pikir hidup gwe cuma buat marah? "
"No. Tapi setiap lo papasan sama gwe, aura lo kaya pengin bunuh gwe tahu"
"Emang"
"Jangan dong. Ganteng gini masa mau lo bunuh? Mending jadiin pacar aja nggak sih? "
"Nggak jelas lo"
"Satu hal yang gwe akui dari dulu. You're so cute"
Doyoung memalingkan pandangannya. Menatap lurus kearah depan. Ia kesal. Kenapa jantungnya berdetak kencang? Sepertinya ia harus periksa besok.
"Btw, udah tengah malem. Nggak mau balik? "
Doyoung melihat jam tangannya. Benar. Sudah tengah malam.
"Mau. Gwe cabut dulu"
"Eits.... "Haruto menahan tangan Doyoung yang sudah berdiri dan hendak berjalan. Ia ikut berdiri. Membuat Doyoung sedikit mendongak menatapnya.
"Apalagi? "
"Nggak baik kelinci manis pulang tengah malem sendiri"
"Terus? "
"Ayo. Gwe kawal"
"Nggak perlu. Nggak butuh"
"Lo manis gini, nggak takut di culik sapi? "
"Gwe ketua geng kalau lo lupa! "
"Iya-iya. The cute leader"
Tengan Haruto terangkat, mencolek hidung bangir Doyoung.Malam itu menjadi saksi. Dua ketua geng motor yang dulunya sering tawuran, kini berdamai.