"Nggak mau! Aku nggak mauuuuu"
"Ya mau gimana lagi, dek? Kalau nggak mau, kamu sanggup pulang pergi dengan jarak yang jauh? "
"Enggak... Tapi aku juga nggak mau masuk apart! "
"Aneh kamu nih. Biasanya anak kalau di apart seneng. Lah kamu? "
"Nggak mau! Kak Ajun nggak kasihan sama adek kakak ini? Nanti kalau dobby kenapa-kenapa, gimanaaa? "
"Emang maunya kamu kenapa? Nggak bakal kenapa-napa. Lagian disana juga ada temennya. Kamu nggak bakal sendiri"
"Nggak mauu! Nanti yang bantu kak Ajun nyapu halaman rumah siapa? "
"Ada bibi"
"Kalau bibi pulang, yang bantu masak kak Ajun siapa? "
"Kakak bisa masak sendiri"
"Kalau nanti kak Ajun kesepian, mau main sama siapa? "
"Ada tetangga"
"Nanti kalau---"
"Hussttttttt. Banyak kalau nanti kalau nanti ya kamu. Udah deh. Nggak ada yang perlu di takutin, adekkk. Nanti kabarin kakak aja. Kalau sakit bilang, kalau butuh duit bilang. Gampang kan? "
Setelah kalah debat dengan Junkyu, disinilah Doyoung berada. Di sebuah apartemen yang bisa di bilang.... Bagus. Ralat. Sangat bagus.
"Yaudah. Kamu baik-baik disini ya. Barangnya di beresin habis ini"
"Jangan pulang"Doyoung menahan lengan Junkyu.
"Ya gimana? Nggak papa, kan ada temennya. Iya, kan Haruto? "
Yang di sebut mengangguk. Haruto yang daritadi diam menyaksikan dua drama kakak beradik ini akhirnya menyahut.
"Iya. Nggak papa. Nggak ada yang perlu ditakutin, Doy"
"Tuh, kan. Lagian kalau ada apa-apa, di depan kamar kamu ada kamar Haruto. Disini juga banyak orang, dek"
Doyoung diam. Namun ia melepaskan tangannya dari lengan Junkyu.
"Udah, ya? "
Doyoung mengangguk.
"Jangan ngambek. Lagian nggak ada cara lain, daripada kamu pulang pergi ke sekolah dengan jarak jauh, mending kaya gini"
"Iya"
"Yaudah. Baik-baik ya. Dada"
Doyoung diam menyaksikan kepergian Junkyu. Hening sejenak, hingga ia tak bisa menahannya.
"Haru.... "
"Kenapa? "Haruto yang tadinya juga melihat Junkyu yang baru saja pergi, terkejut saat melihat Doyoung yang mulai menangis.
"Eh? J-jangan nangis... Aduh... "
Haruto mendekat, lalu mendekap tubuh Doyoung. Mengelus punggungnya berusaha memberikan ketenangan."Cup cup... Nggak papa, Doy. Percaya sama gwe"
"G-gwe nggak bisaaa"
"Gwe temenin ya? Ya... Gwe tahu kita baru kenal. Tapi gwe orang baik kok. Lo tenang aja. Gwe juga udah kenalan sama kak Junkyu sebelumnya. Dia juga udah minta tolong ke gwe biar nemenin lo"
"Lo ngerasa di repotin? "
"Nggak kok"
"Gwe ngerepotin? "
"Enggak, sayang.... Nggak ngerepotin"
Doyoung tertegun. Apa-apaan ini? Jantungnya mendadak berdebar kencang, hanya karena 'sayang'. Lagian, Haruto ini ada-ada saja. Baru kenal sudah se-enaknya manggil sayang.
"Kok tiba-tiba diem? "Haruto sedikit menunduk. Melihat wajah Doyoung. Namun yang terjadi adalah, ia terpesona pada sosok di dekapannya ini. Cantik.
"Lo mau gwe nangis aja? "
"N-nggak juga. Yaudah. Ayo beres-beres. Gwe bantuin. Habis ini lo bersih diri, terus kita makan bareng"
Doyoung mengangguk. Melepas pelukannya pada Haruto, sembari menyeka air mata yang masih keluar.
"Maaf kalau kesan pertama ketemuan kita gwe ngerepotin"
"Udah dibilang, nggak ngerepotin. Santai aja sama gwe. Lagian gwe kayanya suka kalai lo repotin"ucap Haruto memelan di akhir.
"Hah? "
"Nggak. Yaudah. Ayo, gwe bantu angkat ke dalem"