Ini sudah genap dua minggu setelah penerbangan orangtua Doyoung keluar negri. Dan selama itu pula hubungan Doyoung dan Junghwan membaik. Maksudnya, Doyoung sudah tidak se-sewot waktu pertama kali berjumpa dengan Junghwan.
Dan siang ini, Junghwan dibuat harus memiliki banyak stok kesabaran untuk menghadapi Doyoung. Ya walaupun sudah jarang menangis, tapi Doyoung masih susah untuk makan. Junghwan juga selalu mencari cara agar majikan kecilnya ini mau makan. Walaupun harus menguras tenaga dan pikiran. Oh, kesabarannya juga ikut terkuras ngomong-omong.
"Ayo makan. Kamu dari kemarin malam nggak makan, Doyoung"
Entah sudah bujukan yang keberapa, tapi Junghwan enggan menyerah."Aku nggak laper! Nggak mau"
"Nggak laper apanya? Dari kemarin makan apa kamu? Nggak ada makan nasih tuh"
"Ada! Aku kemarin makan nasi"
"Siang doang. Nggak usah cerewet. Makan sekarang"
Doyoung merengut"Junghwan. Kamu bodyguard aku, bukan babysitter. Jangan cerewet"
"Saya nggak cerewet. Kamu yang keras kepala. Lagian bodyguard gunanya apa? Jagain majikannya kan? Kalau kamu lihatnya diluar sana tugas bodyguard cuma ngintilin majikannya kemana-mana, biarin saya ngelakuin yang beda"
Doyoung kembali merengut. "Tapi aku nggak mau makan"
Junghwan menghela napas kasar. Entah karena kesal atau rasa khawatir dan sepertinya pun ia harus menggunakan sedikit ketegasan untuk Doyoung. Maka, ditariklah kursi yang diduduki Doyoung dengan sedikit kasar agar mendekat ke arahnya. Tangannya meraih piring makan Doyoung yang terletak di atas meja.
"Makan"ucap Junghwan. Nadanya sedikit menegas. Satu tangannya yang memegang sendok berisikan makanan itu sudah siap di depan bibir Doyoung.
Dengan hati yang dongkol dan perasaan yang sedikit terkejut, Doyoung membuka mulut. Membiarkan Junghwan menyuapkan satu sendok kedalam mulutnya.
Keduanya sama sekali tidak mengeluarkan suara. Sampai pada suapan ke-enam, Doyoung menggeleng. Menjauhkan kepalanya dari tangan Junghwan yang memegang sendok.
"Baru sedikit"
Doyoung kembali menggeleng. Tangannya bergerak keatas untuk menutupi mulutnya.
"Habisin dulu, ya? Paling nggak biar dapat separuhnya"
Doyoung kembali menggeleng. Tatapan melas yang ia keluarkan bagai sihir untuk Junghwan yang langsung luluh.
"Yaudah. Tapi nanti malam harus makan lagi. Sekarang tidur siang? "
Doyoung mengangguk. Junghwan menghela napas lega karena kali ini Doyoung tidak menolak tawarannya, dan ia juga tak perlu memaksa Doyoung.
Keduanya kini berpisah. Dengan Junghwan yang membersihkan meja makan dan Doyoung yang kini pergi ke kamarnya. Bersiap untuk tidur siang.
Doyoung mengerjapkan mata perlahan. Tubuhnya benar-benar banyak beristirahat belakangan ini. Namun kenapa malah ia merasa pusing? Juga badannya yang terasa lemas. Apa iya karena terlalu lama tidur?
Tok Tok.
Ketukan pelan dari pintu kamarnya membua Doyoung menoleh kearah pintu yang masih tertutup.
"Doyoung, sudah bangun? "
"Udah... "
"Mandi, habis itu kebawah buat makan malam"
Malan malam ya? Doyoung melirik jam kecil yang berada diatas nakasnya. Ternyata memang sudah malam. Jadi pusingnya bisa saja karena terlalu banyak tidur kan? Kalaupun mau memastikan suhu tubuhnya, Doyoung tidak bisa. Ia tidak bisa untuk mendeteksi demam atau tidaknya dengan telapak tangan.