StepBro?

1.5K 97 30
                                    

Apa yang bisa dibanggakan dari dirinya? Doyoung rasa tidak ada.
Dirinya memang pintar, bakat pun juga banyak. Tapi semua itu tak ada arti baginya. Kehadirannya yang selalu dibenci oleh keluarganya sendiri, membuatnya semakin yakin bahwa ia memang semenyedihkan itu.

Berkali-kali ia hancur dan terluka, dan berkali-kali juga ia mengobatinya sendiri. Walaupun ia mudah bergaul diluar sana, tapi nyatanya ia hanya sedang menutupi lukanya.

Keluarganya adalah keluarga yang harmonis, beberapa tahun lalu. Sebelum akhirnya sebuah kesalahpahaman besar terjadi diantara orangtuanya, menyebabkan keduanya untuk memilih berpisah.

Ibunya yang sekarang entah dimana, dan ayahnya yang kini sudah menikah lagi. Doyoung tidak keberatan dengan hal itu, tapi yang membuatnya tersiksa adalah sikap ayahnya yang mulai berubah. Kasih sayang sudah tak dapat Doyoung rasakan lagi. Sorot mata dingin dan nada bicara yang datar selalu membuat Doyoung sakit, mengingat bagaimana lembutnya sang ayah memperlakukannya dulu. Bahkan ibu tiri juga saudara tirinya juga bersikap serupa.






































































Siang hari di akhir pekan sangat membosankan. Sedari pagi Doyoung hanya mendekam di dalam kamarnya dan tak melakukan apapun selain tidur dan membuka ponsel.

Ayah dan ibu tirinya sedang melakukan perjalanan keluar kota untuk menemui kerabat mereka yang sedang sakit. Mengharuskan dirinya berada dirumah hanya dengan saudara tirinya juga beberapa pelayan.

Namun Doyoung rasa ini lebih baik. Tidak ada cacian ataupun teriakan yang membuatnya merasa sakit dan terasingkan, walau hanya dalam beberapa hari. Setidaknya ia bisa mengistirahatkan batinnya sejenak, kan?

Dering ponsel miliknya mengalihkan perhatian. Doyoung yang mulanya menatap langit kamarnya dalam diam kini meraih ponsel yang ia letakkan diatas meja kecil samping tempat tidurnya. Saat hendak menekan tombol hijau untuk mengangkat telpon yang masuk, panggilan sudah lebih dulu berakhir. Doyoung mengernyit bingung sebelum akhirnya sebuah notifikasi pesan masuk.

Senyumnya terbit kala melihat isi dari pesan yang ia dapatkan. Sepertinya ke-bosanan ini akan segera berakhir karena temannya mengajak untuk pergi keluar.

Setelah membalas pesan itu, Doyoung bersiap untuk pergi. Tak berlama-lama, setelah menyemprotkan parfum ke beberapa titik ia segera keluar dari kamarnya.

"Mau kemana? "

Sedikit terlonjak saat mendengar pertanyaan tiba-tiba dari orang yang juga tiba-tiba muncul.

"Mau keluar. Kamu mau titip? "

"Kemana? "

Doyoung mengerjap beberapa kali. Bukankah ia sudah menjawab bahwa ia ingin keluar? Dan rasanya jawaban itu sudah dapat diterima karena selama ini mereka jarang bertegur sapa ataupun mengobrol. Bahkan rasanya saudara tirinya ini selalu menatapnya dengan tatapan yang rasanya menusuk, dan terkesan tidak suka.

"Mau keluar. "

Helaan napas keluar dari belah bibir lawan bicaranya. "Gue tau, maksudnya keluar kemana? "

"Kepameran seni." Jawab Doyoung pada akhirnya.

"Sama siapa?"

"Sama temen. Haru mau titip sesuatu?"

Yang ditanya menggeleng. "Gue mau ikut."

"Eh?" Perasaan bingung hinggap di hatinya. Sejak kapan saudara tirinya itu menjadi seperti ini?

"Budek lo? Gue mau ikut. "

"O-oh, iya. Boleh, kok. Tapi aku mau pesan taxi dulu, kamu berangkat duluan aja. "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 18, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DoyoungieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang