Bodyguard

1K 81 1
                                    

Doyoung mengehela napasnya kasar. Ia menaikkan kecepatan berkendaranya. Toh, ini sudah tengah malam. Jarang ada orang yang berlalu-lalang. Jadi ia tak akan mendapat teguran ataupun suara klakson yang membisingkan.

Sudah sampai di halaman rumah, Doyoung langsung masuk kedalam. Dan dikejutkan dengan seseorang yang duduk di sofa ruang tamu.

"Dari mana? "

"Balapan"jawab Doyoung seadanya.

Orang itu mengangguk. Berjalan mendekat kearah Doyoung yang masih berdiri di depan pintu.

"Siapa yang ngebolehin lo balapan? "

Alis Doyoung terangkat satu.
"Emang gwe harus dapet izin dulu? "

"Iya"
Doyoung berdecih kesal. Melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana. Namun tangannya ditarik. Membuatnya kembali berbalik, menghadap orang itu.

"Lepas! "

"Urusan lo belum selesai. Jangan main pergi gitu aja"

"Gwe capek! "

"Siapa suruh balapan? Buat satu minggu kedepan, gwe sita motor lo"

Doyoung melotot kaget. Ia menghentakkan kakinya merasa tidak terima dengan keputusan itu.

"Nggak bisa gitu dong! "

"Kenapa? Lo aja bisa pergi balapan diem-diem"

Tangan Doyoung terkepal kuat.
"Jeongwoo ngeselin! "

Doyoung menghempas tangan Jeongwoo yang mencekal lengannya, lalu berlari ke kamar.

Jeongwoo menghela napas pelan.  Berjalan mengikuti Doyoung yang berlari.

Diketuknya pintu kamar itu dengan pelan. "Doyoung, buka"

Namun taka ada sahutan. Jeongwoo yakin, Doyoung sedang menulikan pendengarannya.

"Buka pintunya, Doyoung"

Sama saja. Tak ada sahutan.

"Gwe hitung sampai lima, lo nggak bukain pintu, gwe dobrak"

"1"

"2"

"3"

Jeongwoo tersenyum. Melihat Doyoung yang membuka pintu dengan wajah kesalnya.
Tangan besar itu terangkat, mengelus surai simanis dengan lembut.

"Marah? "

Doyoung diam.

"Dijawab kalau dia ajak ngobrol"

"Gwe ngantuk. Cepet"

Bukannya menjawab, Jeongwoo malah menarik Doyoung masuk kembali kedalam kamar. Mengajaknya untuk duduk bersama di pinggiran kasur Doyoung.

"Lo marah, kan? "

"Cepet, Jeooo.... Gwe ngantuk! Jangan bahas itu mulu. Atau lo keluar aja deh! "

Jeongwoo mengapit hidung Doyoung dengan dua jarinya. Dan langsung mendapat geplakan sayang dari Doyoung.

"Sabar. Oke, pertama, gwe minta maaf kalau bikin lo kesel. Tapi ini juga hukuman buat lo biar nggak seenaknya. Gwe emang nggak suka kalau lo ikut balapan, tapi bukan berarti gwe ngelarang lo buat balapan. Ya, mungkin pernah, tapi se-enggaknya gwe juga nggak jarang ngasih izin buat lo, biar bisa ikut balapan. Gwe cuma khawatir sama keadaan lo kalau lo pulang larut malem gini. Udah tahu imun tubuh lo tergolong lemah, tapi lo masih nekat ngelakuin ini itu"

Doyoung mengangguk. "Iya, gwe juga salah. Maaf"

Jeongwoo mengangguk. Memeluk tubuh yang lebih kecil. Mengelus punggungnya, memberi ketenangan.

"Besok berangkat bareng gwe. Motor lo gwe sita, sesuai apa yang gwe bilang tadi. Kalau lo berontak, gwe bakal kasih tahu ayah kalau lo masih sering ikut balapan"

"Jangan dong! "

"Makannya nurut. Gwe gini juga buat kebaikan lo. Gwe dikasih tugas buat jagain lo. Jadi jangan buat gwe merasa gagal"

Doyoung mengangguk. "Iya... Doyoung minta maaf ya, Jeo... Doyoung salah"

Jeongwoo mengangguk. Melepaskan pelukan itu. "Tidur sekarang"

"Sama Jeo? "

"Mau sama Jeo? "

"Iya"

"Izin sama ayah"

Doyoung menggeleng. "Kenapa harus izin? "

"Tugas gwe cuma jagain lo. Masa bodyguard tidur sama majikannya"
Canda Jeongwoo.

"Ih! Nggak suka ya! Jeo jangan ngomong gitu! Jeo bukan bodyguard. Jeo kan tetangga Doyoung! "Ujar Doyoung dengan nada tak suka.

"Oh? Tetangga doang nih? "

Doyoung memukul lengan Jeongwoo dengan wajah yang merah menahan malu. "Ngeselin! "

Jeongwoo tertawa. Satu fakta yang ia ketahui. Sikap manis Doyoung hanya muncul jika bersamanya, orangtuanya, atau teman dekatnya.

DoyoungieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang