Matanya mengerjap perlahan, merasakan tidurnya yang tak nyaman. Seluruh badannya berkeringat, namun ia merasa dingin. Juga kepalanya yang terasa sangat pusing.
Mata bulatnya mengeluarkan tetesan liquid bening. Ia menangis. Rasanya benar-benar tidak nyaman.
Dengan perlahan, satu tangannya keluar dari dalam selimut, menggapai sebuah benda pipih yang terletak di atas nakas miliknya.
Setelah berhasil, ia segera mencari sebuah nomor yang ingin ia hubungi. Yoshi.
"Kak.... Sakit.... "
Hanya itu. Setelahnya, ia mematikan panggilannya. Tak peduli dengan apa balasan dari orang di seberang telpon.
Lalu dengan berbagai macam cara, ia memaksakan agar dirinya kembali tidur.
Dahinya mengkerut samar. Merasakan sebuah usapan pelan pada kepalanya. Dan dengan berat, ia membuka matanya.
"Hei, gimana? Masih pusing? "
Tanya orang itu---Yoshi setelah mendapati Doyoung yang sudah membuka matanya. Namun, bukan jawaban yang ia dapat. Manusia manis di depannya ini justru menangis.
"Eh? Kok nangis, sih? Kenapa-kenapa? Bilang sama kakak"
Satu tangannya di gunakan untuk menggenggam tangan Doyoung. Memberi usapan lembut juga.
"Sakiiitttt..... Kepalaku pusing... "Rengek Doyoung.
"Aduh... Kasihan banget sih, manisnya kakak. Gimana kalau makan dulu? Terus minum obat? Siapa tahu mendingan"
"Pahit! Nggak mau obaatttt"
Yoshi menghela napas kasar. Orang itu tersenyum lembut. Sudah biasa, Doyoung agak susah untuk minum obat.
"Kan yang kamu minum obat sirup. Makannya pait. Gimana kalau minum yang pil? Kamu punya kan? "
"Nggak mau! Nanti dobby nggak bisa nelen gimana? Terus kalau nyangkut di tenggorokan gimana? Nggak mau.... "Rengek Doyoung. Tangisnya semakin menjadi.
"Hey.... Cup-cup... Udah dong nangisnya. Dengerin kakak. Dobby pasti bisa minum obatnya kok. Jangan pesimis dulu. Kakak buatin teh anget sama ambil air putih dulu. Terus kamu mau makan bubur atau roti? "
"Roti"
"Yaudah. Tunggu, ya"
Yoshi hendak beranjak, namun lengan si manis lebih dulu menahannya.
"Air putihnya yang banyaaakkkk"
Yoshi tertawa gemas. "Iya-iya. Nanti kakak bawain dua gelas"
Doyoung mengangguk. Lalu melepaskan pegangan tangannya pada lengan miliknya.
Tak butuh waktu lama, Yoshi sudah kembali dari dapur. Membawa satu nampan yang isinya secangkir teh, dua gelas air putih---sesuai apa yang ia katakan tadi juga satu kemasan roti basah dengan selai vanila.
"Makan roti dulu. Terus minum obat. Mau di suapin? "
Doyoung menggeleng. Lalu mengambil roti yang berada di nampan.
"Makasi, kak"
Yoshi mengangguk. Meletakkan nampan itu di atas nakas, lalu duduk di pinggiran kasur Doyoung.
Matanya terus saja memperhatikan setiap pergerakan yang dilakukan Doyoung.
"Kok lihatin aja sih? "Doyoung kesal. Pasalnya Yoshi tak mengalihkan pandangannya sedetik pun. Dan itu membuat detak jantungnya berpacu lebih cepat.
"Kenapa? Nggak boleh? "
Doyoung menggeleng. "Nggak! "
"Kenapa? "Tanya Yoshi, mengangkat satu alisnya.
"Ih! Kok alisnya diangkat-angkat gitu sih?! "Amuk Doyoung. Kakinya menendang-nendang udara.
"Salah terus. Kenapa sih, bby? "
"Kakak ganteng! Ini jantungku dari tadi disco! Iiihhhhhhh! "
Yoshi tertawa. Lalu tangannya terangkat untuk mencubit pelan hidung Doyoung. "Ih! Gemes banget sih? Kamu manusia dari mana ha? Justru kakak yang heran sama kamu. Lucu banget! Pas sakit jadi manja pas sehat jadi kucing garong"
Doyoung cemberut. Benar juga. Kalau sehat, Doyoung biasanya akan terus-menerus menjahili Yoshi sampai Yoshi jengkel.
"Yaudah, rotinya udah habis. Minum teh dulu? "
Doyoung mengangguk. Lalu mengambil alih secangkir teh yang berada di tangan Yoshi. Meminumnya beberapa teguk.
"Sekarang minum obat ya? "
"Digerus? "
"No. Belajar minum obat pil"
"Nggak mau! "
"Harus mau. Dicoba dulu. Nanti kalau nggak bisa, kamu lepeh. Terus ambil obat baru buat digerus. Okey? "
"No.... "Doyoung menggeleng pelan. Takutnya kalau brutal kepalanya makin berdenyut.
"Dicoba, sayangku..... Ya? Nanti kalau berhasil kakak kasih hadiah pas udah sembuh"
"Hadiahnya apa? "
"Anything you want"
"Beneran? "
"Iya"
Doyoung mengangguk walau ragu. Yoshi tersenyum. Ia berdiri, mengambil sebuah kotak obat yang berada di atas meja belajar Doyoung. Memilih obat yang tepat, lalu membawanya pada si manis. Sekalian membukakan bungkus obatnya.
Doyoung menerima obat itu. Lalu menatap Yoshi.
"Ayo. Minum"
Doyoung menggeleng pelan. "Nanti kalau nyangkut gimana? "
"Nih, kakak kasih tahu caranya ya. Ini obat, kamu masukin mulut, taruh di deket jalan masuk ke tenggorokan. Terus di kasih minum, coba sampe obatnya ketelen. Kalau belum bisa, minum terus"
Doyoung mengangguk pelan. Lalu menerima segelas air putih yang disodorkan Yoshi.
Doyoung mulai memasukkan obat itu kedalam mulutnya, sesuai instruksi Yoshi. Lalu ditariknya napas dalam, dibuang dengan perlahan, sampai akhirnya ia meminum air putihnya.
"Nah, iya terus. Minum sampe bisa ketelen"
Doyoung menggeleng. Matanya mulai berkaca-kaca lagi. "Nggak bisaaa! "
"Bisa. Ayo dicoba lagi. Semangat! Dobby pati bisa"
Doyoung mengusap matanya. Lalu kembali meminum air putih. Berjuang menelan obat pil itu.
"Terus minumin. Sampe obatnya bisa masuk"
Tiga teguk terakhir, Doyoung diam sambil menunduk.
"Udah masuk? "
Doyoung kembali mengangkat kepalanya. Ia tersenyum.
"Dobby bisa minum obat pil! "Serunya girang.Yoshi tersenyum gemas. Dibawanya Doyoung untuk masuk kedalam dekapannya. Lalu mengusap-usap kepalanya.
"Tuh, kan. Apa kakak bilang? Dobbynya kak Yoshi pasti bisa"
