Doyoung masih bersyukur karena yang datang untuk membawanya pulang adalah Yoshi. Bukan salah satu dari dua orang lainnya yang emosinya juga mudah meledak seperti Doyoung.
Sampai di depan pintu asrama miliknya, Yoshi menekan angka agar password kamarnya dapat terbuka. Tapi ternyata gagal. Password yang digunakan Yoshi salah.
Yoshi menoleh menatap Doyoung. Seolah meminta penjelasan tanpa berbicara. "Gwe ganti password"ujar Doyoung. Ia lantas sedikit menggeser tubuh Yoshi agar dirinya bisa dengan mudah menekan angka-angka itu.
Setelah berhasil, keduanya masuk.Doyoung langsung mendudukkan dirinya di sofa dengan menyandarkan kepalanya ke belakang. Yoshi yang melihat itu menggeleng pelan. Lalu ia berjalan, meraih kotak yang berisi obat-obatan.
Merasakan sebuah benda bersensasi dingin mengenai sudut bibirnya, ia berjengit terkejut. Jujur saja itu perih.
Doyoung membuka matanya, mendapati Yoshi yang sedang mengobatinya."Lo balik aja ke kamar"
"Terus ngebiarin lo langsung tidur dengan luka yang nggak di obati? "
"Gwe bisa sendiri"Tangan Doyoung terangkat, bermaksud mengambil alih kapas yang di pegang oleh Yoshi. Namun Yoshi menjauhkannya.
"Diem"
Doyoung akhirnya menurut. Walau Yoshi ini adalah tipikal orang yang sabar, namun jika marah Yoshi ini menyeramkan.
Selesai mengobati wajah dan beberapa luka yang berada di tubuhnya, Yoshi berjalan membuka lemari pakaian Doyoung, lalu menyerahkan setelah baju yang ia pilih.
"Ganti dulu, terus istirahat"
Lagi-lagi Doyoung menurut. Ia sedang malas berdebat. Ia menerima pakaian yang di todongkan Yoshi padanya, lalu memasuki kamar mandi.
Setelahnya, Doyoung keluar dan langsung menidurkan tubuhnya pada kasur kesayangannya. Tanpa mempedulikan sosok Yoshi yang saat ini sudah tidak ada di dalam kamarnya.
Matanya mengerjap perlahan.
Doyoung terbangun dengan keadaan yang kurang baik. Ia merasa pusing menyerang kepalanya. Juga hawa yang terasa dingin. Dan ia yakin, ia pasti sedang demam."Demam nggak bakal bikin gwe terus-terusan pacaran sama kasur"ujarnya, berusaha berdiri, walaupun kepalanya terasa lebih berdenyut daripada sebelumnya.
Ia menyempatkan untuk gosok gigi serta mencuci muka, setelahnya ia menyambar kunci mobil dan handphone yang berada diatas nakas. Bergegas menuju parkiran, dan langsung menancapkan gas.
"Mau pake cara apa lagi? "
"Kita udah berkali-kali coba, tapi berkali-kali gagal juga"
"Rik, jangan putus asa gitu, lah... Lo juga, Jake. Kita tuh harus bisa"
"Nicholas bener. Walau harus ngorbanin banyak darah, kebenaran itu harus keungkap"
Empat orang lainnya mengangguk mengiyakan perkataan Doyoung. Pagi ini, mereka habiskan untuk menyusun rencana, untuk aksi mereka. Nanti malam.
Tepat pada tengah malam, Doyoung dan teman-temannya telah sampai di area markas Hyunjin.
"Kali ini bener-bener sepi? "Jake bersuara.