Doyoung suka Asahi. Suka senyum indah Asahi, suka sopan santun Asahi, suka tatapan mata Asahi, intinya apapun tentang Asahi akan Doyoung sukai!
Asahi indah, Doyoung mengakuinya. Walau hanya dalam diam. Karena nyatanya, status keduanya adalah sebagai teman dekat.
Ya, walaupun sikap Asahi bisa dibilang dingin, tapi tidak papa. Setidaknya ia masih bisa melihat senyum Asahi, walau hanya senyuman tipis yang seringkali ia dapati. Itu lebih baik, daripada tidak sama sekali.
Seperti hari ini. Entah apa yang membuat temannya ini terlihat sangat loyo. Asahi seperti tidak memiliki semangat barang sebutir nasi.
"Sa, lo kenapa sih? "
"Kenapa? "
Doyoung merengut tidak suka. "Gwe nanya, kok malah nanya balik? "
"Nggak papa"
"Lo lemes banget tahu. Lo sakit ya? Belum sarapan? "
Asahi menggeleng. Lalu tangannya membungkam mulut Doyoung yang hendak kembali terbuka untuk menanyakan ini itu lagi kepadanya.
"Diem"
Doyoung menghempas tangan Asahi yang menutup mulutnya. Tatapan tajam ia layangkan pada teman sebangkunya itu, yang hanya dibalas dengan wajah tanpa ekspresi.
Pelajaran sudah berakhir satu menit yang lalu. Kelas bisa dibilang sepi, hanya tersisa Doyoung, Asahi, dan dua orang patner piket Doyoung hari ini.
Doyoung menatap Asahi dengan heran. Sadar dirinya diperhatikan, Asahi yang mulanya menatap layar ponsel mengalihkan atensinya pada Doyoung.
"Lo nggak pulang? "
"Lo juga belum pulang"
"Gwe ada piket"
Asahi mengangguk. "Gwe nungguin lo piket"
Eh?
"N-ngapain? Mending lo balik sih kalau kata gwe. Lagian apaan banget pake nungguin gwe segala? "
Asahi mengangguk. "Duluan"
Ia beranjak dari bangkunya. Meninggalkan Doyoung yang menatapnya heran."Halah, Doy. Harusnya nggak lo gituin. Jadi pergi Asahinya"
Doyoung menoleh. Menatap dua temannya yang juga menatapnya dari bangku paling belakang.
"Grogi gwe. Makannya gwe gituin"
"Harusnya itu tadi momen baik buat pdkt. Ya gak, Hwan? "
"Ho'oh. Lo akademik doang pinter. Masalah ginian agak tolol ya? "
"Kurang ajar lo maniak donat. Lo juga Hartono, ngeselin ih! "
"Nama gwe Haruto ya! Dasar cimol! "
"Enak aja lo manggil gwe cimol! "
"Lo emang cimol kali. Lo lihat tuh pipi lo, molor kaya kolor pak Jhonny"
Doyoung melepas sepatunya, bersiap melemparkannya pada Junghwan ataupun Haruto, sebelum keduanya lari berpencar, melindungi diri dari amukan Doyoung.
Pukul 5 sore, Doyoung baru saja menginjakkan kakinya di halaman rumahnya. Kakinya melangkah dengan lesu. Ia lelah. Entah apa yang membuatnya lelah. Tapi hari ini benar-benar beda.