Doyoung tidak suka pada Mashiho. Entah apapun yang Mashiho lakukan, bahkan hal baik sekalipun, itu tetap membuat Doyoung tak suka padanya.
Namun apakah Mashiho juga tak menyukai Doyoung? Tentu saja, tidak. Mashiho sama sekali tak mempermasalahkan tentang adiknya yang tak menyukai dirinya.
Seperti saat ini. Doyoung tengah belajar di kamarnya mengingat besok ada ulangann harian. Dan materi kali ini sangat sulit masuk otaknya. Sebenarnya agak percuma, karena Doyoung hanya membacanya, dan sama sekali tidak bisa memahami materi itu. Dan sialnya, Mashiho lah orang yang tepat untuk di mintai bantuan.
"Nggak nggak! Masa iya gwe harus minta tolong? "Doyoung menggelengkan kepalanya beberapa kali.
"Minta tolong apa? "
Doyoung tersentak. Berjengit kaget saat tiba-tiba suara yang tak asing baginya ada di belakangnya. Ia menoleh dengan wajah kesal.
"Lo ngapain masuk kamar gwe? Nggak izin dulu lagi. Nggak sopan lo"
"Gwe udah ketuk pintu loh tadi. Masa nggak denger? Oh iya, kan lo lagi sibuk memahami materi"Mashiho tertawa. Terkesan seperti mengejek.
Doyoung mendengus kesal. Lalu kembali fokus pada buku catatannya. Mashiho berpindah tempat di samping Doyoung. Satu telapak tangannya di tumpukan pada meja belajar Doyoung.
"Butuh bantuan nggak? "
Doyoung menggeleng. Namun Mashiho justru mengambil alih buku catatan Doyoung. Membacanya sebentar, lalu mengembalikannya.
"Sini gwe jelasin"setelahnya, Mashiho berbicara panjang kali lebar, untuk menjelaskan materi yang tak dipahami oleh adiknya.
"Paham? "
Doyoung mengangguk.
"Ada yang mau ditanyain? ""Nggak ada. Makasih"
Mashiho mengangguk. "Karena gwe udah bantuin lo, gwe juga mau sesuatu dari lo. Perhitungan? Iya. Tapi gwe bener-bener pengin tahu tentang ini"
"Jangan aneh-aneh"jawab Doyoung malas.
"Nggak kok. Gwe cuma mau tanya, apa alasan lo selama ini nggak suka sama gwe? "
Doyoung diam sebentar. Lalu mendongak, menatap Mashiho yang sedang berdiri menatapnya.
"Lo selalu dibanggain sama ayah bunda. Mereka selalu bandingin gwe sama lo. Lo yang pinterlah, lo yang rajinlah, lo yang disiplinlah. Gwe muak dibandingin terus sama lo. Gwe capek. Gwe capek karena mereka selalu nekan gwe buat jadi apa yang mereka mau, dan apa yang mereka mau ada di elo semua. Gwe capek mereka selalu nuntut gwe jadi yang terbaik, padahal batas kemampuan gwe di situ. Tapi mereka tetep maksa gwe buat terus lanjut, walaupun di keadaan gwe yang lagi capek, ataupun sakit sekalipun. Gwe ngerasa gwe hidup di bayang-bayang lo. Gwe capek nurutin semua tuntutan yang mereka kasih. Gwe capek harus terus menuhin ekspetasi mereka. Sedangkan elo, dengan mudah dapet apa aja yang elo mau, dapet banyak kasih sayang dari mereka, karena lo sempurna. Jauh di banding gwe"
Mashiho menatap lamat wajah adiknya. Dapat ia lihat, Doyoung sedang berusaha untuk menahan butiran bening yang meronta ingin keluar.
"Maaf. Gwe nggak tahu apa yang lo rasain selama ini. Maaf karena buat lo jadi kekurangan kasih sayang. Maaf udah bikin batin lo kesiksa sama semua keadaan ini
Maaf udah bikin lo di bandingin sama gwe. Maaf buat semuanya. Tapi gwe sama sekali nggak ada rasa meninggi sama elo. Gwe tetep sayang sama lo, entah lo bisa ngerasain atau enggak? Tapi gwe rasa sih, lo belum bisa ngerasain, karena lo ketutup sama rasa benci lo ke gwe. Tapi itu bukan masalah buat gwe. Mau gimananpun, lo tetep adik gwe, bby. Sekalipun lo nggak nganggep gwe kakak"Mashiho memberikan senyuman tulusnya di akhir.Doyoung memalingkan wajahnya. Ia tak kuasa menahan butiran bening yang sedaritadi ia bendung sekuat mungkin.
Tangan Mashiho terangkat guna mengusap pelan kepala adiknya. "Nggak papa. Nangis aja, nggak usah di tahan. Kalau sama gwe, lo nggak usah sungkan. Gwe rela lo buat repot, selama itu bisa bikin lo seneng, bby.
Kalaupun ayah sama bunda nggak bisa ngasih kasih sayang ke elo, ada gwe. Kalau sikap mereka kedepannya makin parah, bilang sama gwe. Gwe bakal bawa lo pergi. Gwe yang akan jaga lo. Gwe yang akan ngelimpahin rasa sayang sama lo. Dan satu fakta yang lo perlu ketahui. Gwe, anak yang sering di bangga-banggain sama ayah bunda, bukan anak kandung mereka. Gwe anak dari panti yang mereka bawa kesini. Dan gwe, bukan kakak kandung lo. But, lo mau nganggap gwe kakak juga nggak masalah. Lebih juga boleh"Doyoung menoleh, mencubit lengan Mashiho pelan dengan tangisnya yang belum mereda juga rasa terkejutnya setelah mengetahui fakta tersebut.
"Sakit ih! "
"Lagian elo. Lagi serius malah bahas kesana! "
Mashiho tertawa. Menjitak pelan jidat mulus Doyoung. "Nggak usah marah-marah, lagi nangis nggak usah sok-sok an"