Doyoung dengan tubuh lemasnya, kini berdiri di tepian sungai yang tak jauh dari kediamannya. Meskipun lemas karena efek demam, ia tetap abai dan memilih untuk pergi ke sini. Sungai yang lumayan sering ia kunjungi.
Sudah terhitung satu jam lamanya dirinya disini. Dan sekarang, ia memutuskan untuk kembali. Siap untuk mendapatkan beberapa omelan dari orangtuanya karena keluar tanpa izin, ditambah kondisinya yang kurang baik.
Kakinya melangkah untuk kembali kerumahnya. Walau beberapa kali langkahnya sempat terhuyung dan hampir terjatuh, tapi dirinya tak menyerah untuk kembali melanjutkan perjalanan. Minimal jika pingsan, ia sudah di depan gerbang rumahnya. Begitu pikirnya.
Setelah berjalan beberapa menit, akhirnya ia berhasil sampai di rumahnya. Saat baru saja menginjakkan kaki ke dalam rumah, tatapan tajam yang di layangkan oleh ayahnya terasa menembus ulu hati. Sudah tahu takut, tapi tidak ada kapoknya untuk berhadapan dengan netra tajam yang seakan membunuhnya itu.
"Darimana kamu? "
"Dari sungai"
Helaan napas yang lumayan keras terdengar ke indra pendengarannya. Melihat gestur tangan sang ayah yang menyuruhnya untuk mendekat, Doyoung menurut.
"Ayah sama bunda mau ngomongin sesuatu"
Doyoung hanya mengangguk sebagai respon. Ia mengikuti langkah keduanya yang berjalan menuju ruang tengah. Hingga dapat ia lihat seseorang yang sedang duduk di sofa dengan posisi membelakangi. Dahinya mengernyit. Siapa orang itu? Seingatnya, ia adalah anak tunggal. Dan jika tamu, tidak mungkin ayahnya mengajak untuk bersinggah di ruang tengah sedangkan ruang tamu dalam keadaan yang sangat baik baik saja.
Langkah kaki ketiganya mendekat. Hingga akhirnya Doyoung dapat melihat jelas seseorang yang membuatnya penasaran.
Tubuh tegap yang diyakini Doyoung lebih besar dari miliknya itu berdiri. Sedikit membungkuk sopan pada kedua orangtuanya."Maaf menunggu lama. Anaknya memang suka kelayapan"
Perkataan dari ibunya mengundang senyuman tipis serta gelengan kecil dari laki-laki itu.
"Tidak apa-apa. Belum terlalu lama juga"
"Mari duduk"
Kini ke empatnya duduk. Dengan Doyoung yang masih kebingungan apa yang sebenarnya akan terjadi.
"Doyoung. Mengingat ayah dan bunda mau pergi ke luar negri untuk mengurus bisnis, dan tentu bukan dalam waktu yang singkat, maka ayah memutuskan untuk merekrut seseorang yang akan menjadi bodyguard kamu. Dia, So Junghwan. Yang akan menjaga kamu selama ayah dan bunda mengurus bisnis"
Ada raut tidak terima dari wajah Doyoung. "Kenapa pakai bodyguard segala? Lagian sebelum-sebelumnya aku juga udah biasa sendiri waktu ditinggal kerja? "
"Beda, nak. Kalau sebelum-sebelumnya kita ngurusnya di dalam negri. Paling cuma di luar kota. Jadi bisa nyempatin waktu buat jenguk kamu setidaknya sebulan dua kali. Tapi kalau kali ini ayah sama bunda nggak mungkin mondar-mandir kan? Jadi ayah kamu memutuskan untuk merekrut Junghwan"jelas bunda.
"Iya. Dan juga melihat kelakuan kamu yang akhir-akhir ini urakan, ayah makin nggak yakin buat ninggalin kamu sendiri"
"Jadi ayah meragukan anak ayah ini? "Doyoung berucap dengan sedikit dramatis. Bahkan ujung matanya berair sekarang.
"Iya"
Jawaban singkat dari ayahnya itu membuatnya tidak bisa lagi untuk menahan air matanya. Ia lalu berlari kencang untuk masuk kedalam kamarnya.
Tubuhnya ia ambrukkan keatas kasur empuknya. Tengkurap sambil memeluk bantal, lalu menangis. Entah karena kesal karena ia harus punya bodyguard, atau ia sedih karena orangtuanya akan pergi dalam waktu yang lama.