Kunci(II)

777 78 8
                                    

Keduanya kini turun dari mobil milik Jihoon. Tentunya setelah memarkirkan mobil di depan halaman kediaman keluarga Doyoung. Sedikit berlari untuk masuk kedalam rumah agar mereka tak terlalu basah.

Perihal baju Doyoung yang mulanya basah kuyup, kini juga masih sama saja. Karena Doyoung menolak untuk memakai pakaian yang di pinjamkan Jihoon tadi.

"Lo ngapain aja terserah. Gwe mau ganti dulu"

Jihoon mengangguk. Mendudukkan dirinya di meja belajar milik Doyoung seraya terus mengamati sang pemilik kamar yang kini masih sibuk mencari pakaian di dalam lemari.

"Mandi, kramas jangan lupa. Habis kena hujan kalau nggak kramas bisa pusing"

Dapat Jihoon dengar sebuah deheman dari yang lebih muda. Lalu setelahnya, Doyoung menghilang dari pandangan Jihoon. Tentu saja karena si pemilik kamar kini sudah masuk kedalam kamar mandi. Gemericik air dapat Jihoon dengar, diiringi sebuah senandung yang terdengar samar.
Membuatnya menarik bibirnya keatas. Mengulas sebuah senyuman manis.

Setelah menghabiskan waktu beberapa menit, pintu kamar mandi yang mulanya tertutup kini terbuka. Menampakkan sosok Doyoung yang mengenakan piyama berwarna biru muda. Dengan tangan yang sibuk mengusak rambutnya menggunakan handuk. Ia keramas dua kali hari ini dengan jarak waktu yang bisa dibilang cukup dekat.

"Nggak pakai minyak telon, cil? "

Doyoung mendengus menanggapi penuturan Jihoon. Jihoon memang sering mengejek, menggoda, ataupun menjahilinya.

"Lo kira gwe bayi baru mbrojol? "

Alunan tawa milik Jihoon terdengar begitu indah memasuki telinga Doyoung.

"Mentang-mentang gwe loncat kelas, lo beranggapan kalau gwe masih anak kecil. Dasar"

Doyoung menunjukkan muka kesalnya. Memang benar, jika dirinya loncat kelas. Seharusnya ia masih berada dibangku kelas 10. Tapi karena waktu sekolah dasar dirinya memiliki sebuah kemampuan akademik yang lebih, ia menginginkan untuk loncat kelas, dan ditaruh pada kelas yang sama dengan sepupunya. Alhasil, sekarang ia sudah kelas 11. Membuat teman kelasnya seringkali memperlakukan dirinya layaknya seorang anak kecil. Dan itu juga alasan mengapa dirinya memanggil kebanyakan teman kelasnya menggunakan embel-embel 'kak'. Jihoon contohnya.

"Kan emang masih kecil. Gimana, sih? "

"Udah, ih! "

"Iya-iya. Yaudah, nih"Jihoon menyerahkan satu polpen dari dalam saku jaketnya.

"Kenapa? "Doyoung menatap bingung pada polpen yang disodorkan Jihoon.

"Lah? Katanya mau nugas? Gimana, sih? "

"Oh? Makasih"

Jihoon mengangguk, lalu berdiri. Menarik Doyoung agar duduk ditempatnya tadi. Dan kini ia memilih untuk duduk di pinggiran kasur milik Doyoung.

Selagi menunggu Doyoung mengerjakan tugas, Jihoon menyibukkan diri dengan ponsel miliknya. Sesekali juga mengajak tuan rumah untuk berbincang.

"Terus motor gwe gimana? "

Jihoon mengalihkan atensinya dari layar hp menuju pada Doyoung yang masih sibuk menulis.

"Biar dirumah gwe dulu. Besok berangkat gwe jemput. Pulangnya gwe anter kerumah gwe, buat ambil motor lo"

"Nggak usah. Gwe titip motornya aja. Berangkatnya gwe bisa pesen taxi online"

"Dikasih yang nggak ribet juga"

Kini fokus Doyoung teralihkan. Dirinya ikut memandang Jihoon yang juga lebih dulu memandangnya.

"Lo kalau pagi biasanya jemput Hana. Pulang juga sering bareng Hana. Lo mau gwe jadi nyamuk gitu? Nggak banget"

DoyoungieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang