Bang Yedam. Seseorang yang selalu berada di hati Doyoung. Seseorang yang selalu Doyoung banggakan. Seseorang yang selalu menjadi tempat Doyoung bersandar.
Dulu.
Hanya dulu. Karena nyatanya, sekarang Yedam sudah memiliki kekasih, dan jarang bertemu dengan Doyoung.
Doyoung memang bukan siapa-siapa. Melainkan hanya sebatas teman. Namun siapa sangka? Siapa yang tahu, kalau Doyoung diam-diam menyimpan perasaan pada sosok yang selama ini menjadi teman baiknya. Tidak ada. Hanya Doyoung sendiri.
Doyoung menghela napas kasar.
Berkali-kali ia menendang kerikil kecil yang berada di depannya.
Berusaha melampiaskan kekesalan yang ada pada dirinya.Tadi waktu jam istirahat, Doyoung masuk uks. Tapi Yedam tak datang untuknya.
Ia yakin, Yedam pasti tahu. Tapi Yedam memang tidak bisa datang karena sibuk dengan kekasihnya, kan?
"Terus aja gitu. Sampe lo lupa sama gwe. Terus aja gitu, sampe nanti gwe udah nemu yang baru. Awas lo! "Geram Doyoung.
Ditengah asiknya mengomel, Doyoung terpaksa diam sejenak. Karena ada sebuah mobil yang berhenti di sampingnya. Dan ia kenal betul dengan pemilik mobil itu.
"Bareng gwe"tawar orang itu. Sebenarnya lebih terdengar seperti perintah.
Doyoung menggeleng.
"Doy, ini mendung loh. Bentar lagi hujan. Lo mau hujan-hujanan? "
Doyoung menatap langit. Benar. Mendung. Apakah langit ikut bersedih?
"Masuk aja"
Akhirnya Doyoung mengangguk. Ia menurut. Memilih pulang bersama Yedam daripada nanti dia kehujanan.
Mobil Yedam pun melaju dengan kecepatan sedang."Lo tadi masuk uks? "
"Iya"Jawab Doyoung seadanya. Sama sekali tak mengalihkan pandangan dari kaca di sebelahnya. Menatap rintik hujan yang mulai turun.
Yedam sadar akan hal itu. Ia lantas menoleh. Menatap temannya itu bingung. "Lo kenapa? "
"Nggak papa, kenapa? "
"Ada masalah? "
"Nggak"
"Halah. Nggak usah bohong. Lo kelihatan beda tahu"
"Gwe nggak papa"
"Lo nggak kaya biasanya. Lo nggak mau lihat gwe? "
"Ngapain sih? Fokus nyetir, Dam. Jangan ngurusin gwe"
"Tapi gwe pengin ngurus lo"
Doyoung berdecih pelan. Sangat pelan. Sudah agak muak dengan kata-kata manis Yedam. Ia tidak peduli. Pokoknya ia kesal pada Yedam.
"Woy, cil. Jawab kek. Jangan diem mulu. Lo kenapa? Lo marah gara-gara gwe nggak dateng ke uks tadi? "
"Enggaaaakkkkk. Ih! Udah dibilang gwe nggak papa. Nggak usah tanya-tanya! "Amuk Doyoung.
Yedam menoleh. Merasa ada yang tidak beres, ia menepikan mobilnya, lalu berhenti.
"Lo nangis? "
Doyoung menggeleng. Masih setia menatap cendela di sampingnya.
"Lo kenapa? Coba cerita. Jangan kaya gini. Jangan bikin gwe khawatir. Gwe akui, akhir-akhir ini gwe nggak sering ketemu sama lo kaya dulu. Tapi bukan berati gwe udah stop buat jadi sandaran lo, doy. Lo bisa cerita ke gwe. Apapun itu. Gwe bakal jadi tempat penampung cerita lo"
"Lo jahat"Ujar Doyoung pelan.
"Iya. Gwe jahat. Gwe minta maaf. Tapi bisa tolong jelasin? Apa yang bikin lo kesel sama gwe? "
"Lo nggak ada waktu buat gwe, lo sibuk sama pacar lo terus, lo udah nggak peduli sama gwe"
"Hey? Siapa bilang? Gwe masih peduli. Dan akan tetep peduli sama lo. Soal gwe yang nggak ada waktu buat lo, gwe minta maaf. Gwe sibuk akhir-akhir ini. Lo tahu kan, bentar lagi hari jadi sekolah? Dan gwe sebagai salah satu anggota osis di pasrahin buat nyusun semua acaranya. Dan soal pacar, gwe sama Zura nggak ada hubungan apa-apa. Kalau lo denger gwe pacaran sama dia, itu cuma candaan anak osis yang nyebar kesana-kesini. Mereka cuma ledekin gwe sama Zura, soalnya kita satu bidang pengurusan"
Doyoung diam menyimak seluruh pernyataan Yedam. Diam-diam dalam hati ia merasa lega.
"Jadi.... Permintaan maaf gwe di terima nggak? "
Doyoung mengangguk samar. Yedam tersenyum. Dasarnya memang jahil, sebuah ide muncul.
"Jawab dong. Nggak ikhlas lo"
"Iya"
"Yang keras"
"Iyaaa"
"Hah? "
"IYA! DIMAAFIN! "
"Hahaha.... Lucu banget sih lo. Pake acara jealous segala. Jadi, lo suka sama gwe? Iya, kan? "
"Diem. Lanjut jalan sana"
"Halah. Malu-malu tai babi lo"
"Cepet ih! Mau gwe setrika mulut lo? "
Yedam kembali tertawa. Lalu mengusak rambut Doyoung agak brutal.
"Bang Yedam! "