"Gue juga minta maaf, gue juga udah jahat sama lo. Semua ini gara-gara gue, semua masalah terjadi karena kehadiran gue diantara lo sama Alvaro." Aurora masih memeluk Friska dengan isakan yang sejak tadi terdengar.
Friska menggeleng dengan pelan kemudian melepaskan pelukannya dari Aurora, "Lo nggak salah Ra, kata Rafael ini udah takdir. Mungkin takdir gue kayak gini, gue udah ikhlas sama semua ini." Rafael tersenyum mendengar Friska yang benar-benar sudah menerima takdir yang berjalan.
"Gue ikut bahagia sama kalian berdua, sebentar lagi anak kalian mau lahir kan. Jadi gue bakal jadi aunty sama Naomi." Friska berusaha menutupi kesedihannya dengan tawa yang ia buat.
Naomi tersenyum kemudian mendekat kearah keduanya, mereka bertiga kembali berpelukkan dengan hangat. "Eh eh, ponakan gue ntar gepeng tuh!!" Teriak Calvin dengan heboh saat melihat Aurora yang dipeluk oleh Friska dan Naomi.
Mendengar itu membuat ketiga sahabat itu tersenyum dan melepaskan pelukan satu sama lain, begitupun dengan Alvaro, Rafael dan Lingga mereka juga ikut tersenyum tanpa diminta.
Sepertinya keadaan dan suasana sudah kembali seperti semula, tidak ada yang meminta maaf dan menerima maaf. Kini mereka semua sudah duduk diruang tamu apartemen Alvaro dan Aurora.
Namun ada yang berbeda, Friska terus saja duduk disamping Aurora sambil bersandar dipundak sahabatnya itu. Dengan tangan kirinya yang mengelus perut Aurora, sesekali Friska tersenyum hal itu tidak luput dari perhatian teman-temannya.
"Eh Ra, dedek bayinya cowok apa cewek?" Tiba-tiba terceletuk pertanyaan itu dari Friska membuat Aurora tersenyum kecil.
"Nggak tau." Jawaban Aurora membuat Friska melepaskan pelukannya dari Aurora. Tatapan bingung terlihat jelas dari Friska, membuat Aurora tertawa kecil melihat tingkah lucu Friska.
"Biasanya didokter udah bisa liat bayinya cewek apa cowok." Kata Friska penuh tanya kepada Aurora. Obrolan keduanya sangat serius sampai-sampai mengabaikan yang lain yang tengah menatap keduanya dengan tersenyum kecil.
"Udah-udah ah, gue laper. Ada makanan nggak dirumah ini?" Calvin dengan kesal berdiri dari duduknya melangkah kearah dapur untuk mencari makanan.
Bukannya ia tidak sopan dengan sang pemilik, tapi ia sudah sangat lapar. Sejak datang tadi bahkan air putih pun belum disuguhkan oleh Alvaro membuat Calvin sangat kesal dibuatnya.
Rafael dan Alvaro terkekeh secara bersamaan melihat tingkah Calvin. Sejak kedekatan Rafael dan Friska Alvaro sangat jarang berbicara dengan Rafael, bahkan hubungan keduanya nampak renggang.
Keduanya kembali terdiam saat menyadari tawa keduanya yang bersahutan, dan kembali canggung seperti sebelumnya hal itu tidak luput dari perhatian Lingga yang duduk diseberang mereka berdua.
"Gue rindu tawa kalian kayak tadi." Kata Lingga didalam hatinya dengan lirih, ada kebahagiaan untuk dirinya melihat kedua sahabatnya kembali bersama dan tertawa bersama meskipun itu tidak sengaja.
"Semoga aja setelah ini kita bisa kayak gini lagi. Nggak ada diem diem an kayak kemarin, gue tau kalian juga kangen hal kayak tadi." Sambung Lingga didalam hatinya.
"Ra, lo udah masak? Kalau belum kita masak bareng yuk." Tiba-tiba suara Naomi terdengar setelah melihat Lingga yang menatap dua sahabatnya itu dengan tatapan sulit diartikan.
"Iya Ra, yuk kita masak. Si Calvin kasian tuh didapur sendirian." Sambung Friska yang mendapat anggukan dari Aurora.
Kini tinggallah Alvaro, Rafael dan Lingga diruang tamu. Tidak ada yang bicara diantara mereka bertiga, hanya Lingga yang menatap Alvaro dan Rafael secara bergantian.
"Kalian nggak kangen apa kumpul-kumpul lagi kayak gini?" Celetuk Lingga tiba-tiba membuat Alvaro dan Rafael menoleh ke sumber suara.
Tidak ada yang menjawab membuat Lingga terkekeh pelan, "Gue tau kalian kangen satu sama lain. Coba deh, lawan ego kalian masing-masing coba terima kenyataan ini."
"Alvaro gue tau, lo masih sayang sama Friska. Tapi apa lo nggak mikirin perasaan Aurora saat ini, kasian dia. Dia lagi hamil anak lo, seharusnya lo kasih dia kasih sayang dan cinta dan satu lagi coba perlahan lupain Friska, dia itu masalalu dan secepatnya harus lo lupain." Alvaro merasa tertampar dengan perkataan Lingga yang menusuk hati.
"Dan Rafael, gue tau niat lo baik buat Friska kembali senyum. Ngasih pengertian ke Friska kalau semua ini takdir, dan harus ikhlas menerima takdir ini. Gue salut sama lo, gue bangga banget sama lo." Lingga tersenyum lirih menatap Rafael yang juga menatapnya.
"Udah ya diem dieman nya, kalian itu cowok-cowok sejati. Mungkin kehadiran Rafael penyembuh luka bagi Friska saat ini." Alvaro mengangguk, mungkin benar Rafael adalah penyembuh luka bagi Friska yang ia torehkan selama ini.
Dan benar nyatanya, saat ini Friska kembali tersenyum bersama dengan Rafael. "Maafin gue Raf." Alvaro menatap Rafael dengan lekat, membuat Rafael menjadi salah tingkah.
Lingga tersenyum menatap keduanya, ini yang dia rindukan, "Gue juga minta maaf, gue nggak cerita dari awal tentang Friska ke lo. Gue kasian liat Friska nggak ada temen, sebenernya dia gadis yang baik tapi keadaan yang buat semua jadi rumit." Beberapa waktu bersama dengan Friska membuat Rafael tau tentang sisi lain Friska selama ini.
"Gue boleh minta satu hal sama lo?" Tanya Alvaro yang mendapat anggukan dari Rafael. Tidak hanya Rafael, Lingga juga penasaran dengan satu permintaan dari Alvaro.
"Gue mau lo terus jagain Friska, lo janji sama gue harus selalu ada buat Friska. Kalau dulu mungkin gue yang selalu ada buat dia, tapi sekarang ada lo disamping dia. Sekarang ada sosok lain yang harus gue jaga, yaitu Aurora dan calon anak gue." Rafael tertegun mendengar permintaan Alvaro.
Keduanya berpelukan dengan erat, membuat Lingga yang menyaksikan itu terbaru, bahkan ada setitik air mata disudut matanya tapi tidak sampai terjatuh. Berbeda dengan Alvaro yang sebisa mungkin menahan air matanya.
"Gue sadar Raf, kalau sebenernya lo udah mulai suka sama Friska. Begitupun dengan Friska, dari tatapan kalian berdua gue tau semuanya." Lirih Alvaro dalam hati.
Berat rasanya mengatakan itu pada Rafael, tapi Alvaro sadar ia tidak bisa selamanya menyimpan rasa cintanya untuk Friska disaat ada sosok lain yang selalu ia sakiti perasaannya.
"Eh, kenapa nih? Kok ada acara pelukan?" Lingga mendengus pelan mendengar suara Calvin yang tiba-tiba keluar dari arah dapur dan membuat pelukan dua pria itu terlepas begitu saja.
"Kok nggak diajak gue?" Tanya Calvin lagi membuat Alvaro dan Rafael terkekeh pelan. Sahabatnya yang satu ini memang berbeda dari yang lain, Lingga memberi kode kepada Calvin untuk diam namun tidak Calvin namanya jika tidak heboh.
"Wah, ternyata kalian udah baikan nih. Udah nggak diem-diem an lagi gara-gara Friska." Pekik Calvin dengan keras membuat Lingga dengan kesal menarik pergelangan tangan Calvin membuat tubuh Calvin terhempas diatas sofa disamping Lingga.
"Bisa diem nggak sih lo Bambang, lo itu berisik tau nggak." Calvin menganggukkan kepalanya pelan sambil mencoba melepaskan tangan Lingga dari mulutnya.
"Astaga, mulut gue ternodai gara-gara lo nih Lingga!!" Pekik Calvin histeris sambil mengusap mulutnya menggunakan tangannya.
Rafael dan Alvaro hanya mampu tertawa geli melihat tingkah keduanya, "inget baik-baik, nama gue bukan Bambang!!" Lingga mencibirkan bibirnya mendengar perkataan Calvin yang sangat berisik.
"Pelan-pelan kalau ngomong Vin." Peringat Rafael dengan pelan, dan hal itu mampu membuat Calvin terdiam.
"Jadi? Kalian udah baikan nih?" Tanya Calvin dengan pelan. "Emang siapa yang marahan?" Tanya Alvaro balik kepada Calvin membuat Calvin berdiri dari duduknya.
"Buktinya kalian diem-diem an aja waktu Rafael jalan sama Friska terus." Jawab Calvin dengan santai, setelah mengatakan itu Calvin pergi begitu saja menuju dapur.
--------
Hay guys, Apa kabar kalian?
Nih aku udah update part selanjutnya ya. Jangan lupa vote sama komen ya guys aku tunggu.
Sekarang aku bakal sering update ya guys, hihi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Disaat Senja
Teen Fiction𝑺𝑸𝑼𝑬𝑳 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝑺𝒂𝒉𝒂𝒃𝒂𝒕𝒌𝒖 𝑺𝒖𝒂𝒎𝒊𝒌𝒖 Kisah tentang Alvaro Galih Pratama, cowok berusia 18 tahun yang bersekolah di SMA BHINEKA. Alvaro adalah anak dari pasangan suami istri bernama Arga dan Alana, mempunyai sosok adik perempuan bern...