Tok.
Tok.
Tok.
"Mah ini Ara." Setelah beberapa kali terdengar suara ketukan pintu kembali terdengar suara seorang gadis yang tak lain adalah Ara yang saat ini sudah kembali dari rumah bersama dengan Arsen.
"Ya sayang." Jawab Arga begitu lirih yang saat ini tengah duduk di sofa yang berada di dekat pintu. Betul saja saat pintu terbuka menampilkan Ara dengan tas jinjing besar yang diikuti oleh Arsen di belakangnya.
"Wah itu keponakan aku pah?" Tanya Ara begitu antusias sampai-sampai tas yang berada di tangannya ia jatuhkan begitu saja di depan pintu.
Ara segera berlari ke arah sang Mama yang masih setia berdiri di depan jendela kaca. Sedangkan Arga hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak perempuannya itu. Begitupun dengan Arsen yang segera mengangkat tas yang di jatuhkan oleh Ara dan membawanya ke sofa di samping Arga.
"Sayang jangan berisik ah, kasian ini nanti bangun." Arah hanya terkekeh pelan saat menyadari bahwa keponakannya itu tengah tertidur dengan nyaman di dalam pelukan sang mama.
"Yah kok udah tidur aja sih." Gumam Ara dengan sedikit kesal karena tadinya ia ingin bermain-main terlebih dahulu bersama bayi mungil itu namun sepertinya takdir berkata lain, bayi tersebut kembali terlelap dengan sangat nyaman.
"Oh ya mah namanya siapa udah dikasih nama apa belum?" Tanya Ara beberapa detik kemudian setelah mengikuti sang Mama yang berjalan ke sisi ranjang Aurora.
"Belum, kita tunggu sampai kakak sama kakak ipar kamu sadar, pasti mereka berdua udah siapin nama yang paling indah untuk dia." Jawab Alana setelah berhasil memindahkan sang cucu ke dalam box bayi kembali.
"Semoga aja kakak sama kakak ipar cepet bangun ya mah biar bisa cepat-cepat kasih nama buat anak mereka. Kalau gini kan aku jadi bingung mau manggil dia siapa." Alana hanya terkakeh melihat tingkah laku putrinya itu. Meskipun sudah masuk SMA Ara tetap Ara putri kecil yang di mata Alana tidak pernah dewasa.
Mungkin semua orang tua menganggap putra-putri mereka yang sudah dewasa itu tetap akan menjadi anak kecil, "kamu udah makan?" Tanya Alana yang memperhatikan Ara dan Arsen bergantian.
Ara menggelengkan kepalanya pelan sambil menatap ke arah sang Mama dengan tatapan yang lesu, "tadi kenapa nggak makan dulu dirumah. Sejak pagi kamu belum sarapan kan." Ara kembali menganggukan kepalanya pelan sambil tersenyum ke arah sang mama.
"Ya udah mending sekarang kalian berdua keluar cari makan, mungkin teman-temannya kakak kamu masih ada di kantin mereka juga lagi makan." Ara mengganggukan kepalanya pelan karena jujur saat ini perutnya juga merasa lapar karena sejak pagi ia belum sempat sarapan saat mendapatkan kabar bahwa kakak dan kakak iparnya terlibat kecelakaan.
Bahkan tadi pagi saat mendapatkan kabar itu Ara masih terlelap di alam mimpinya, iya terbangun saat suara sang sang pipi yang membangunkan dirinya.
Akhirnya Ara dan Arsen pamit kepada Arga dan Alana untuk pergi ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan terlebih dahulu. Sesampainya dikantin rumah sakit benar saja Ara dan Arsen melihat ada Friska, Naomi, Rafael, Lingga dan juga Calvin yang tengah duduk di satu meja.
"Kak Friska!" Panggilan Ara begitu mengejutkan untuk kelima orang yang tengah duduk di kursi dan di hadapannya terdapat beberapa makanan.
Masih ada beberapa makanan di atas meja yang sepertinya tidak habis oleh mereka, "eh Ara, sini duduk. Kamu mau makan?" Tanya Friska dengan begitu ramah karena bagaimana pun dulu ia sempat dekat dengan Ara sebagai adik dari kekasihnya.
"Iya kak, tadi disuruh makan dulu sama kak Arsen. Soalnya dari pagi belum makan sama kayak kakak." Jawaban Ara begitu jujur. Sedangkan Arsen ia masih berdiri di samping Ara dengan Ara yang tengah berbincang dengan Friska.
![](https://img.wattpad.com/cover/307512612-288-k138312.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Disaat Senja
Подростковая литература𝑺𝑸𝑼𝑬𝑳 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝑺𝒂𝒉𝒂𝒃𝒂𝒕𝒌𝒖 𝑺𝒖𝒂𝒎𝒊𝒌𝒖 Kisah tentang Alvaro Galih Pratama, cowok berusia 18 tahun yang bersekolah di SMA BHINEKA. Alvaro adalah anak dari pasangan suami istri bernama Arga dan Alana, mempunyai sosok adik perempuan bern...