"Ra, lo kenapa?" Alvaro bertanya pada Aurora yang tengah berbaring miring dengan panik.
"Hey, Ra." Panggil Alvaro kembali dengan membalikan badan Aurora supaya menatap kearahnya. Alvaro dibuat tambah terkejut saat melihat air mata Aurora dan wajah sembabnya.
Saat masuk kedalam kamar tadi Alvaro melihat tubuh Aurora yang bergetar dari belakang, dan sekarang dia melihat Aurora menangis.
"Lo kenapa, ayo bangun." Sambung Alvaro yang membantu Aurora untuk bersandar di kepala ranjang. Tanpa pikir panjang Alvaro memeluk tubuh Aurora yang bergetar.
Didalam pelukan Alvaro Aurora terus menangis bahkan suara tangis nya terdengar sangat jelas ditelinga Alvaro, mendapatkan usapan lembut dipundaknya membuat Aurora semakin menangis.
"Ra, lo kenapa? Ada yang sakit?" Tanya Alvaro setelah beberapa saat terdiam, Alvaro baru berani bertanya saat merasa bahwa Aurora sudah mulai tenang dengan tangisnya.
Hanya gelengan kecil yang bisa Aurora berikan didalam pelukan Alvaro, bahkan Aurora enggan untuk melepaskan diri dari Alvaro. Pelukan Alvaro sepertinya menjadi tempat ternyaman untuk dirinya.
"Lo kenapa baru pulang?" Kata itulah yang keluar pertama kali dari mulut Aurora setelah melepaskan diri dari Alvaro.
"Maaf kalau itu yang buat lo kayak gini." Terdengar sangat lirih di telinga Aurora. Bahkan Alvaro mengatakan itu dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Gue takut." Cicit Aurora yang masih bisa didengar oleh Alvaro. Alvaro segera menarik tubuh Aurora kembali dan memeluknya dengan erat sambil mengusap kepala sang gadis.
"Sekali lagi gue minta maaf Ra, nggak seharusnya gue ninggalin lo sendirian disini." Bukan, bukan itu yang Aurora takutkan. Tetapi ketakutan lain, dia sangat takut jika sosok yang sedang memeluknya pergi dari hidupnya.
Hal itu lah yang membuat Aurora menangis sampai hampir fajar tiba, bahkan dia belum memejamkan matanya sama sekali sejak Alvaro pergi.
"Gue juga minta maaf atas sikap gue selama beberapa hari ini. Gue salah udah cuekin lo dan ngomong kasar ke lo." Aurora tertegun mendengar permintaan maaf Alvaro untuknya. Aurora terus menatap wajah serius Alvaro dihadapannya.
"Gue janji sama lo Ra, gue bakal lupain Friska karena sekarang lo itu istri gue." Aurora kembali dibuat tertegun dengan ucapan Alvaro. Apakah benar sang suami akan melupakan mantan pacarnya itu.
Tidak ada jawaban dari Aurora yang terdengar saat ini malah suara ringisan Aurora sambil memegang perutnya, hal itu membuat Alvaro sangat panik. Dengan cepat Alvaro memegang tangan Aurora yang berada dipermukaan perut.
"Ra kenapa?" Tanya Alvaro cepat, tidak ada jawaban apapun dari Aurora. Tangannya semakin kuat memegang permukaan perutnya, rasanya sangat sakit melebihi sakit saat pertama datang haid.
"Kita kerumah sakit." Dengan cepat Alvaro bangun dari ranjang dan menggendong Aurora untuk keluar dari kamar. Didalam pelukan Alvaro Aurora terus meringis menahan sakit diperutnya, keringat dingin keluar dari wajahnya.
"Jangan tutup mata Ra." Peringat Alvaro saat melihat Aurora yang perlahan memejamkan matanya. Mendengar hal itu membuat Aurora kembali membuka matanya, didalam hatinya terus berdoa supaya tidak terjadi apa-apa dengan calon bayinya.
"Kita kerumah sakit, oke." Alvaro mempercepat langkah kakinya menuju kearah mobilnya. Fajar belum datang tapi mereka sudah membelah jalanan kota menuju kerumah sakit terdekat dari apartemen.
Tangannya sibuk mengemudi namun sesekali tatapannya memperhatikan Aurora yang duduk disampingnya, raut wajah khawatir jelas terlihat diwajah Alvaro melihat wajah sang istri yang mulia pusat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Disaat Senja
أدب المراهقين𝑺𝑸𝑼𝑬𝑳 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝑺𝒂𝒉𝒂𝒃𝒂𝒕𝒌𝒖 𝑺𝒖𝒂𝒎𝒊𝒌𝒖 Kisah tentang Alvaro Galih Pratama, cowok berusia 18 tahun yang bersekolah di SMA BHINEKA. Alvaro adalah anak dari pasangan suami istri bernama Arga dan Alana, mempunyai sosok adik perempuan bern...