Sudah 1 bulan Sejak hari ulang tahunnya Friska yang ke 18 tahun. Sudah dua hari ini Aurora tidak masuk sekolah dikarenakan tubuhnya yang tidak sehat.
Tidak ada yang tahu tentang kondisi tubuhnya saat ini hanya wali kelasnya sajalah yang tahu tentang keadaan Aurora. Aurora nampak mengerjapkan kedua bola matanya berulang kali sambil menatap ke langit-langit kamarnya yang terlihat sudah terang.
2 hari ini juga Aurora selalu berada di kamarnya, gadis itu juga izin tidak bekerja kepada bosnya dikarenakan sakit.
Karena merasa haus Aurora memilih untuk turun dari ranjangnya dan mengambil air di dapur. Meskipun dengan sedikit tertatih Aurora berjalan sambil memegangi dinding rumahnya.
Setelah berada di dapur Aurora segera mengambil air putih dan meneguknya dengan 1 kali tegukan. Tatapannya jatuh ke arah dapurnya yang cukup berantakan karena dirinya belum sempat membersihkan rumahnya selama dirinya sakit.
"Coba aja masih ada ayah sama bunda." Gumam Aurora yang meringis pelan meratapi kehidupannya yang cukup rumit. Setiap kali Aurora sakit gadis itu pasti akan mengingat kedua orang tuanya yang selalu menjaga dirinya dan selalu ada di sisinya.
Namun keadaan ini berubah 180 derajat, dimana dirinya harus tinggal sendirian menghidupi hidupnya sendiri bekerja untuk dirinya sendiri bahkan sakit pun dirinya yang mengurus dirinya sendiri.
Aurora memilih kembali lagi ke kamarnya untuk beristirahat supaya kondisi tubuhnya cepat membaik. Bahkan gadis itu tidak pergi ke dokter sama sekali untuk memeriksakan kondisi tubuhnya, hanya obat warung lah yang Aurora harapkan bisa menyembuhkan kan sakitnya kali ini.
Setelah berbaring dan menarik selimut Aurora mencoba untuk memejamkan matanya dengan perlahan. Dan hal itu berhasil kedua bola mata itu kini tertutup sempurna dengan nafas yang teratur menandakan bahwa Aurora sudah tertidur.
***
"Ini nggak mungkin kan." Gumam Aurora sambil memegangi sebuah benda yang berada di kedua tangannya. Tangannya nampak bergetar dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca saat menatap dua garis biru yang sangat jelas terlihat.
"Nggak mungkin kan gue hamil." Sambung Aurora kembali dengan suaranya yang bergetar, sedetik kemudian air mata yang sudah ia tahan luruh membasahi kedua pipinya.
Rasanya Aurora ingin mati saja saat ini, hidupnya sudah terlalu sulit bagi dirinya dan sekarang ditambah lagi dengan kehadiran sosok kecil di dalam perutnya. Benda kecil yang sejak tadi ia pegang kini sudah terjatuh ke lantai dengan Aurora yang juga ikut luruh ke lantai sambil bersandar ke dinding.
"Apa yang harus gue lakuin sekarang, gimana nasib anak ini." Aurora mengusap perutnya yang terlihat rata itu dengan sangat pelan dengan tangan yang gemetar.
Gadis itu sungguh tidak menyangka jika di umurnya yang belum genap 18 tahun ini akan mempunyai seorang bayi kecil di dalam perutnya, "Apa gue gugurin dia aja. Dengan begitu gue bisa hidup tenang, lagian nggak ada yang menginginkan bayi ini." Entah apa yang sudah merasuki pikiran dan juga hati Arora sehingga memiliki pikiran untuk menggugurkan janin yang berada di dalam kandungan nya.
Gadis itu mengambil kembali taspack yang tadi ia gunakan, dengan cepat gadis itu kembali ke kamarnya dan mengambil tas yang berada di atas meja belajarnya, tas selempang yang hanya satu-satunya yang ia miliki.
Aurora memasukkan testpack tersebut ke dalam tas kemudian segera keluar dari kamarnya dengan sedikit berlari, Aurora berjalan menelusuri jalan untuk sampai di jalan raya. Namun langkahnya harus terhenti saat melihat seorang wanita yang tengah menggendong anak kecil dengan senyum bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Disaat Senja
Ficção Adolescente𝑺𝑸𝑼𝑬𝑳 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝑺𝒂𝒉𝒂𝒃𝒂𝒕𝒌𝒖 𝑺𝒖𝒂𝒎𝒊𝒌𝒖 Kisah tentang Alvaro Galih Pratama, cowok berusia 18 tahun yang bersekolah di SMA BHINEKA. Alvaro adalah anak dari pasangan suami istri bernama Arga dan Alana, mempunyai sosok adik perempuan bern...