Bab 02

1K 41 0
                                    

Ayana meringis saat pertama kali membuka matanya. Bau obat langsung menyapa indera penciuman, matanya yang tertutup kini terbuka sempurna.

"Syukurlah, Ibu sudah siuman."

Suara dari seorang suster membuat Ayana tersadar. "Di mana anak saya?" tanya Ayana seraya mencoba bangkit walau tubuhnya masih lemas.

Beberapa jam yang lalu Ayana telah resmi menjadi seorang Ibu, dia melahirkan seorang anak perempuan. Kabar baik ini tak terasa bahagia karena Ayana teringat Andreas.

"Suami saya," kata Ayana. "Suster! Suster tahu di mana suami saya? Dia hari ini harusnya pulang, tolong kasih tahu dia untuk datang ke sini Suster. Dia harus lihat anaknya."

Ayana nampak sangat frustasi, wajahnya berantakan karena terus menangis.

"Ibu ... ibu tenang dulu. Ibu baru saja melahirkan, tenang ya."

"Tenang? GIMANA SAYA BISA TENANG?!" bentak Ayana seraya turun dari atas brankar.

"Suami saya, suster. Suami saya belum pulang, mereka bilang ... mereka bilang pesawatnya hilang kontak. Mereka bohong suster, mereka--ahk!" Ayana terjatuh karena perutnya terasa sakit.

"Ibu, saya mohon untuk tenang! Ibu harus pikirkan kondisi ibu juga, tolong ikhlaskan suami ibu."

Ayana menggeleng dengan air mata yang deras. "Enggak! Dia gak boleh pergi, dia udah janji mau pulang. Dia gak boleh pergi."

"Ayana!"

Dua orang itu refleks menoleh dan mendapati ibu mertua Ayana tengah berdiri di depan pintu. Lalu tanpa aba-aba Ayana ditamparnya.

"Dasar pembunuh!" hardiknya. "Kamu udah bunuh anak saya!"

Tubuh Ayana didorong hingga jatuh tersungkur. Sang suster langsung menolongnya. "Ibu! Ini rumah sakit, mohon untuk tidak membuat keributan," peringatnya.

Tapi, mama mertuanya itu tak mau menurut dan terus menyerang Ayana bahkan mencekiknya.

"Kalau dia gak nikah sama kamu, dia pasti masih hidup!" marahnya.

"Kamu udah bunuh anak saya! Kamu pembunuh Ayana!"

"Ma, le ... lepasin." Wajah Ayana nampak memerah.

"Berani kamu panggil saya Mama dengan mulut kotor kamu itu!"

"Security!" panggil sang suster.

"Ibu, lepasin!" lerainya.

Cekikan itu berhasil terlepas, Ayana langsung mengatur napasnya walau tersenggal, dan mama mertuanya ditahan oleh satpam.

"Kamu itu pembawa sial, Aya. Pembawa sial! Kamu udah menjerat anak saya! Kamu cuci otaknya buat benci sama saya ... sekarang dia pergi gara-gara kamu!"

Dinar dikuasai oleh amarah, dia mencaci maki Ayana bahkan meludahinya. Ayana hanya bisa menangis, dia juga merasa kehilangan Andreas bukan hanya Dinar.

***

"Suster, anak saya di mana? Kenapa gak dibawa ke sini? Dia butuh asi saya, kan?" tanya Ayana  beruntun.

Sang suster hanya diam, bingung mau menjawab apa. Hingga tiba-tiba Dinar masuk dengan wajah sengitnya.

"Kamu gak boleh ketemu sama dia," celetuk Dinar dari arah pintu.

"Kenapa? Aku ibunya."

"Saya gak akan biarkan kamu masuk ke dalam keluarga saya lagi, kalau mau anak kamu hidupnya terjamin, pergi dari sini secepatnya. Saya gak sudi lihat muka kamu lagi," kata Dinar.

"Enggak, aku gak akan pergi tanpa anak aku," tekad Ayana.

Dinar yang melipat tangannya di dada nampak sangat marah pada Ayana. "Kamu pikir saya bakal biarin orang-orang tahu kalau kamu istrinya Andreas? Jangan mimpi! Andreas pergi karena kamu. Dia kerja keras karena harus kasih makan kamu ... kalau sama saya dia gak bakal hidup susah. Dasar perempuan gak tahu diri!"

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang