Bab 05

743 37 0
                                    

Siang ini selepas dari hotelnya, Rey langsung pergi ke tempat penitipan anak yang Diaz sebutkan. Cindy—keponakan Diaz—sudah sejak pagi ada di sana. Jadi, Rey sekarang tengah menyusulnya. Mungkin akan mengajak balita itu main?

Mobilnya pun akhirnya sampai, Rey lalu keluar dan menghampiri tempat itu. Saat masuk Rey dibuat takjub akan banyaknya bocah-bocah berkeliaran di dalam. Ada yang sedang bermain mobil-mobilan, berjalan, merangkak, berceloteh. Bahkan, ada juga bayi yang sedang di gendong sambil ngedot.

"Permisi," ucap Rey.

Bu Inggit yang sedang mengasuh bayi yang hendak tertidur itu menoleh saat mendengar suara Rey. "Iya? Ada apa ya, Mas?"

Rey nampak canggung tapi lalu berujar, "Saya mau ambil Cindy, Bu. Keponakan Diaz yang tadi pagi di titipkan di sini."

"Oh, temannya Mas Diaz, ya? Siapa tuh namanya?"

"Rey, Bu."

"Nah, iya!"

Bu Inggit lalu meminta Rey untuk menunggu selagi dia memanggil Cindy yang tadi minta pipis. Pria itu hanya mengangguk sambil lalu memperhatikan para balita yang sedang asik bemain.

"Banyak juga ya, yang nitipin anak," gumamnya, "Sesibuk apapun gue, gak mau ah nitipin anak gue di sini. Kan nanti gak bisa lihat golden moments mereka."

Rey bicara begitu seakan dia mau punya anak. Padahal, calon istri saja belum ada. Lalu, saat tengah memerhatikan anak-anak itu, di sebelah kiri ada anak yang sedang bertengkar.

"Ini puna aku, taw!"

"Angan pegang!"

Rey melihat balita cowok yang merebut mobil-mobilan dari tangan si cewek. Bahkan, mendorongnya. Rey langsung menghampiri dan melerai mereka karena gadis kecil itu nampak berkaca-kaca.

"Hei, kok berantem sih?" tanya Rey pelan.

"Dia ambil mbim aku!" kata anak itu menunjuk anak cewek tadi.

"Lily, Baim. Barengan mainnya ya, gak baik berantem. Kan kalian temen." Salah satu pengurus bayi itu menghampiri mereka dan ikut melerai.

"Mamau! Ini mbim, aku."

Lily akhirnya menangis karena Baim terus mengomelinya. Membuat Rey dengan refleks membujuknya agar berhenti menangis. Sementara suster Riri menenangkan Baim.

"Lily kenapa nangis? Nanti cantiknya ilang loh," ucap Rey mencoba menghibur.

Rey lalu menggendong Lily karena tangisnya tak kunjung reda. Jemarinya yang besar menghapus air mata di pipi Lily, dia lalu mengambil bunga yang ada dalam vas dan memberikannya pada Lily.

"Anak cantik mainnya bunga aja, kan Lily cewek."

Tangan kecil Lily mengambil bunga berwarna merah itu dari tangan Rey. Seutas senyum akhirnya timbul di bibir kecilnya.

"Nah, gitu dong. Kamu tambah cantik kalau senyum," kata Rey ikut tersenyum, "Lily lucu banget sih? Jadi pengen cubit pipinya."

Rey tak menyangka jika Lily menyahutinya. "Angan, ata Mama gabole ubit-ubit. Nanti akit."

Sontak saja Rey tertawa karena bicara Lily yang belum fasih, juga karena jawabannya itu.

"Anak pinter."

Sementara, Bu Inggit yang barusan datang menatap bingung. Sebenarnya Rey mau mengasuh Cindy atau Lily?

***

"Mum!"

Lily yang sedang bermain dengan suster Riri langsung bangkit dan mengejar kedatangan Ayana. Sore ini tepat pukul lima, Ayana datang menjemput Lily.

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang