Bab 22

400 20 0
                                    

Makan malam kali ini terasa lebih hangat dan menyenangkan. Sesekali mereka tertawa jika ada obrolan yang lucu.

"Waktu kecil Rey bandelnya minta ampun, apapun yang dia mau harus tuh diturutin. Kalau enggak dia sakit nanti," cerita Oma Rain.

"Oh ya? Sakit apa Oma?"

"Gak tahu, kalau permintaannya gak diturutin dia nangis, habis itu malah mimisan, kan aneh. Bikin panik orang rumah."

Ayana menganggukkan kepalanya lalu menatap ke arah Rey yang hanya nyengir.

"Tapi, pas udah gede dia jadi anak yang penurut dan bisa diandalkan. Papinya banggain dia terus ke Oma," jelas Oma Rain kala mengingat cerita putranya itu. Oma Rain adalah ibunya papi Rey.

Ayana sendiri nampak mendengarkan dengan serius, sepertinya dia tertarik akan masa kecil calon suaminya itu.

"Makanya, pas kemarin Rey bilang mau nikah, papinya langsung pusing. Takut penyakit masa kecilnya kumat lagi kalau gak diturutin, kan gak lucu."

"Oma udah ih, aku ada di sini lho." Rey menimpali.

Dia merasa malu saat aibnya dibeberkan pada Ayana. Tapi, sepertinya Ayana tak masalah. Dia malah tersenyum dan tertawa, seakan cerita yang ia dengar menyenangkan. Padahal bagi Rey memalukan.

"Rey waktu kecil tinggal di sini, ya, Oma?"

Oma Rain mengangguk, lalu menjawab, "Sampe middle school aja, selepasnya dia milih di Indonesia. Kalau adiknya, sampe high school terus kuliah di Paris. Pengen sekolah di tempat kakaknya juga."

"Kamu kuliah di Paris?" tanya Ayana pada Rey.

"Iya, hehehe."

"Wah, cool!" Ayana terlihat senang.

Dalam hati Rey menjawab; Iya, Aya, keren. Tiap hari aku ketemu cewek cantik. Dan fakta ini, entah kapan Rey akan memberitahukan pada Ayana. Yang jelas, kalau untuk sekarang, ya, tidak. Rencana untuk menjadikan Ayana miliknya kan belum selesai. Rey harus memberikan citra yang baik dulu pada Ayana. Bukankah begitu?

"Jadi, Oma ...," Rey mengalihkan obrolan, "Aku sama Ayana gimana?"

Ayana yang masih nyaman dengan obrolan tadi langsung menoleh pada Rey. Sedangkan Oma malah menatap ke arah Lily.

"Enak gak, Sayang?" tanya Oma Rain pada Lily.

Gadis kecil itu hanya mengangguk seraya memakan daging panggang yang diiris kecil-kecil untuk Lily.
"Enak!" katanya.

"Habisin, ya, biar Lily cepat gede," titah Oma Rain.

Rey yang merasa diacuhkan nampak menghela napasnya. Tapi, tak membuat dirinya menyerah. "Oma—"

"Mau nikah di mana?" tanya Oma tiba-tiba.

Rey terlihat semringah dan langsung menjawab, "Di mana aja sih, Oma. Yang penting dipercepat."

Ekhem.

Ayana berdeham, tak lupa memberikan Rey tatapan sinis.

"Kalau Oma minta kalian untuk nikah di sini gimana? Oma bakal siapkan semuanya, kalian tahu beres aja." Oma bertanya.

"Seriusan, Oma?"

Oma Rain mengangguk dengan senyumnya. "Nanti Oma kabari ke orang tua kamu supaya nyusul ke sini," tambahnya.

Sementara Ayana masih diam, dia tak percaya jikalau semudah ini mendapatkan restu dari Oma Rey. "Oma ... merestui hubungan kami?" tanya Ayana kemudian.

"Iya, Sayang, kenapa? Masih gak percaya? Oma gak bohong kok, kemarin itu cuma akting," ujarnya.

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang