Bab 28

332 17 0
                                    

Menjelang sore Shakila baru pulang, dia memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Rey lalu melangkah masuk. Saat melewati ruang tengah Shakila bertemu dengan Melinda yang tengah menonton TV.

"Kamu udah makan, Sayang?" tanya Melinda.

"Udah," jawab Shakila malas.

Shakila melanjutkan langkahnya menuju tangga dan dia malah berpapasan dengan Rey yang tengah menggendong Lily. Gadis itu membuang muka, berjalan melewati Rey tanpa menyapa.

Rey hanya melirik sebentar, lalu kembali berjalan menuju ruang tengah-tak peduli. Bukannya Rey tak mau menegur ataupun memulai pembicaraan. Shakila pasti perlu waktu untuk mau bicara lagi dengannya, dan Rey akan memberikan itu.

"Mami," panggil Rey pada Melinda.

"Kenapa?"

"Mau nitip Lily bentar, boleh?" pintanya.

"Mau ke mana, Sayang?" Melinda bertanya, mengalihkan tatapannya pada televisi.

"Mau pergi sama Ayana bentar, Lily udah mandi kok," jelas Rey seraya mendudukkan Lily di sofa.

"Boleh. Mami ajak ke Papi sekalian, ya?" kata Melinda.

"Ngapain ke Papi?" Rey mengerutkan keningnya.

"Ya main aja, sekalian jemput Papimu. Dia bilang hari ini pulang awal."

"Oh, ya udah. Tapi, dinner di rumah kan?" ucap Rey memastikan.

"Iya kok, malem ini Mami yang masak." Melinda berujar.

Rey mengangguk lalu Melinda bangkit untuk mengambil tasnya di kamar. Sementara itu Ayama yang sudah selesai dandan turun ke bawah, mendapati Lily dan Rey tengah asik menonton kartun berwujud hantu.

"Rey," panggilnya.

"Eh, udah, Sayang?"

Rey bangkit dari duduk bertepatan dengan Melinda yang keluar dari kamarnya. "Lily sama nenek dulu, ya, Sayang," ucap Rey pada Lily.

Sedang Melinda lalu membalas ucapan Rey sambil tertawa, "Aduh, Mami berasa tua dipanggil nenek."

"Lah emang udah tua, kan? Mami udah kepala lima," kata Rey dengan cengiran tak berdosanya.

"Ih, jangan diingetin dong Rey! Bikin Mami insecure aja," cibir Melinda.

Ayana tersenyum mendengarnya, lalu saat Lily sudah ada di gendongan Melinda. Mertuanya itu berkata, "Tapi gapapa, yang penting udah punya cucu ... dan nanti nambah lagi ya."

"Siap, Mami! Berdoa aja yang banyak biar cepet dapet cucu lagi," sahut Rey.

Dua orang itu nampak asik dengan obrolannya sementara Ayana tersenyum canggung. Dia tidak yakin jika dalam waktu dekat ini akan mengisi.

"Ya udah deh, Mami duluan. Kalian hati-hati ya," ujar Melinda.

"Mami juga hati-hati, dadah Lily!"

Saat mobil yang ditumpangi Melinda sudah pergi, kini tinggal Rey dan Ayana yang pergi.

"Ayo, Sayang," ajak Rey kemudian.

***

Ayana menatap bingung ke arah Rey. Saat mobilnya berhenti di sebuah lahan kosong, dia bertanya, "Kamu ngajak aku ke sini mau ngapain?"

"Ini kejutan yang aku maksud." Rey berujar.

Tapi, Ayana masih belum paham. Dia menatap ke sekitar yang dikelilingi oleh pohon juga semak-semak. "Kejutan apa? Orang cuma lihat pohon," kata Ayana kemudian.

Rey tersenyum, dia lalu merangkul Ayana dan bilang padanya bahwa inilah kejutan yang suaminya itu siapkan. "Aku beli tanah ini untuk bangun rumah kita," ujarnya.

Barulah Ayana nyambung, dia menatap tak percaya wajah Rey. "Kita gak tinggal di rumah Mami?" tanya Ayana.

"Kamu emang gak mau punya rumah sendiri?" Rey balik bertanya.

"Mmm ... mau sih, cuma ... nanti di sana sepi dong?"

"Ya, gapapa, nanti kan kita bisa bolak-balik ke sana. Lagian mereka punya Shakila," jelas Rey.

"Tapi, Shakila pasti juga bakal nikah, kan?" timpal Ayana.

"Iya, tapi intinya kita tetep harus punya rumah sendiri. Lily juga pasti beranjak dewasa, kan? Sementara di sana kamarnya cuma ada lima, aku pengen punya hunian sendiri biar lebih leluasa," tuturnya. "Bulan depan udah mulai tahap pembangunan, aku mau dipercepat."

Ayana hanya menatap saja, kali ini ia tidak berkomentar. Sebaliknya Ayana memeluk Rey dan mengucapkan kata terimakasih. "Makasih, ya."

"Gak perlu bilang makasih, Sayang," kata Rey balik memeluk Rey.

"Oh iya, kita mampir ke Kinan ya. Aku belum say goodbye sama dia," pinta Ayana.

"Oke."

Setelah puas melihat lahan kosong itu, Rey dan Ayana lalu beranjak dari sana. Mampir ke toko kue yang mana adalah tempat pertama mereka bertemu. Sampai sana Ayana menemukan Kinan yang sedang melayani pembeli. Mereka saling senyum saat bertemu tatap.

"Mbak Aya, selamat ya atas pernikahannya," ucap Kinan saat sudah lengang.

"Iya, Kinan, maaf ya gak ngundang. Soalnya cuma keluarga aja," sahut Ayana setelah melepas pelukannya.

"Iya, Mbak gapapa. Lagian aku pasti gak bisa datang, soalnya pas banget sama acara lamaran aku."

Saat Kinan mengucapkan hal itu membuat Rey maupun Ayana terkejut.

"Maksudnya?" Rey bertanya, karena dia berpikir bahwa Diaz kemarin ada di Australia bersamanya.

Sementara itu Kinan tertawa. "Bukan sama Kak Diaz, ada cowok yang lamar aku ... jadi kita putus," ucap Kinan walaupun hatinya terasa sesak.

Semenjak hari itu Kinan tak pernah melihat Diaz lagi. Pria itu seakan menghilang ditelan bumi.

***

"Mas Diaz kasian banget deh, pasti lagi patah hati," ucap Ayana saat mereka dalam perjalanan pulang.

"Udah biasa sih dia mah, sering ditinggal pas lagi sayang-sayangnya." Rey membalas.

"Tapi ... Kinan kok mau nerima lamaran orang lain, padahal lagi pacaran sama Mas Diaz? Kenapa gak nikah sama Mas Diaz aja?" Ayana berkomentar, bikin Rey jadi tiba-tiba diam.

Rey tahu alasan Kinan dan Diaz putus karena lelaki itu belum siap untuk menikah, Diaz masih menyimpan trauma pada masa lalu karena calon istrinya meninggal menjelang pernikahan mereka.

"Mungkin Diaz belum siap nikah, masih pengen nikmati masa muda," sahut Rey kemudian.

"Kamu sendiri gak mau nikmatin masa muda dulu?" tanya Ayana pada Rey.

"Aku udah berumur masa mau main terus, lagian Diaz masih dua puluh tujuh biarin puas dulu," jawab Rey sembari fokus menatap ke jalanan.

Lalu tiba-tiba Ayana mengajukan pertanyaan yang seketika membuat lidah Rey berasa kelu. "Kamu sendiri udah puas mainnya sampe mutusin buat nikah?"

***

Rey dan Ayana sampai di rumah tepat saat Melinda baru saja menghidangkan makanan di meja. Ayana melihat Lily anteng memakan nugget berbentuk macam-macam hewan.

"Wah, lagi makan apa, Sayang?" tanya Ayana seraya menghampiri Lily di tempat duduknya.

"Nadet, Mum. Enak!" jawab Lily.

"Baru nyampe, Rey?" Melinda bertanya saat semua makanan sudah tersaji.

Rey yang tengah mengambil duduk di samping Lily mengangguk. "Macet, Mi," sahut Rey.

"Emang habis dari mana?" Gantian Reno yang bertanya, sedari tadi dia memperhatikan Lily terus. Merasa gemas pada bocah dua tahun itu.

"Lihat rumah," kata Rey.

"Oh, udah ke sana."

"Iya." Rey menjawab, "Shakila mana? Kok gak ikut makan?"

"Gak tahu tuh, akhir-akhir ini dia sering keluar. Tadi bilangnya mau ketemu temen, tahu deh temen yang mana," tutur Melinda.

Ayana menatap Rey tak enak; berpikir bahwa alasan Shakila sering keluar adalah karena kehadirannya.

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang