Bab 40

377 18 0
                                    

Shakila menangis sesenggukan di kamarnya. Dia kesal pada semua orang. Shakila sakit hati. Dia sudah besar, tapi merasa seperti bocah kecil yang polos. Shakila berpikir bahwa semuanya tak adil, dia berhak mencari kebahagiaannya sendiri. Tapi keluarganya benar-benar menyebalkan, Shakila membenci mereka.

"Sayang, buka pintunya Mami mau masuk."

Shakila mengacuhkan Melinda sedari tadi, padahal Maminya itu membawakan makanan. Sejak pertengkaran mereka pagi tadi, Shakila belum makan apapun. Dia hanya mengurung diri di kamar.

"Shakila."

Sekali lagi Melinda memanggil, namun tetap tak ada respon dari putrinya itu. Melinda pun menyerah, dia membawa kembali makanannya ke dapur.

"Masih gak mau, Mi?" tanya Rey saat melihat Melinda datang dengan nampan yang utuh.

"Tahu ih, nanti kena maag aja," gerutu Melinda.

"Kenapa sih? Lagi ngambek?" tanya Diaz yang sedang berkunjung untuk menjenguk Lily.

"Abis berantem tuh sama Papi dan Kakaknya," Melinda menjawab.

"Samperin sana, Yaz, dibujuk calon istrinya. Ngambek mulu tiap hari," kata Rey.

"Apaan sih." Diaz menatap Rey sinis.

Sedangkan Melinda tersenyum, kemudian berkata, "Ya udah nih, kamu bujuk biar makan. Itu anak dari pagi belum makan. Ampun deh, hobi banget nyiksa badan."

Melinda memberikan nampan itu pada Diaz, lalu melenggang pergi ke dapur. Sementara Diaz yang duduk di sofa nampak pasrah, mau tak mau ya harus menurut.

Namun sebelum pergi, Rey menahannya. "Jangan macem-macem ya, kalian belum sah."

"Bawel lo!" hardik Diaz kemudian beranjak pergi.

Rey hanya tertawa, dia ikut beranjak dan berjalan di belakang Diaz. Rey ke arah kiri—kamarnya—sementara Diaz ke arah kanan.

Tok tok tok.

Diaz mengetuk pintunya lalu bicara, "Ini gue, Diaz. Bukain, Kil."

Di dalam Shakila tak langsung membuka, dia diam sebentar sambil menatap ke arah pintu.

"Kila, buka pintunya. Kaki gue pegel nih."

Pintunya dibuka, terlihatlah wajah sembab Shakila. Diaz hanya diam tak bicara, kemudian melangkahkan masuk dan Shakila kembali menutup pintunya.

"Katanya belum makan dari pagi, nih makan dulu. Nanti perutnya sakit," titah Diaz seraya menaruh makanannya ke meja dan dia duduk di sofa.

Sementara Shakila malah berdiri saja sambil menatap Diaz dengan horor.
"Sini makan, jangan nyiksa perut Kila. Nanti kalau udah sakit yang ngerasain juga lo sendiri," tutur Diaz.

"Aku gak mau makan," kata Shakila seraya itu mengambil duduk di sofa single.

"Kenapa?" tanya Diaz.

"Gak napsu," jawab Shakila.

"Mau gue suapin biar napsu?" tawar Diaz.

"Enggak! Aku bukan anak SD," tolak Shakila.

Diaz tertawa, kemudian menggeser duduknya agar bisa menyuapi Shakila.

"Buka mulutnya," titah Diaz seraya menyodorkan sesendok nasi berisi lauknya.

"Enggak mau, Kak. Aku males makan." Shakila mendorong lengan Diaz agar menjauh.

"Kok males sih? Ini sayang banget lho, udah dimasakin juga."

Shakila hanya diam, dengan punggung yang bersandar ke sofa.
"Atau lo mau makan yang lain? Mau gue beliin pizza apa spaghetti? Atau mau soto betawi? Jangan biarin perut lo kosong, sakit itu gak enak," ucap Diaz.

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang