Bab 16

388 24 0
                                    

Bayangan kejadian di rumah Rey selalu terputar di otak Ayana. Bagaimana Shakila menghinanya dan menyiram air ke wajahnya.
Reno dan Melinda pun langsung minta maaf atas perlakuan putrinya, apalagi Rey; cowok itu nampak sangat khawatir akan perasaan Ayana.

"Aku minta maaf Aya, please jangan kayak gini," mohon Rey setelah beberapa hari ini Ayana menjauh darinya.

"Apa ucapan Shakila kurang jelas buat kamu? I don't deserve you, jadi ya udah, we're done!" Ayana mendorong bahu Rey agar memberinya jalan.

"Enggak, kita belum selesai. Tolong kasih aku kesempatan untuk perbaiki ini Aya, aku janji bakal ngomong sama Shakila, dan walaupun dia tetap gak setuju sama hubungan kita ... I don't care!" ungkap Rey.

Kinan sedang pergi dengan Diaz dan kondisi toko sedang sepi, makanya mereka bisa bebas mengobrol. Akan tetapi, Ayana tak ingin bicara dengan Rey; menurutnya hubungan mereka telah selesai karena Shakila tak setuju dengan hubungan mereka. Bahkan orang tua Rey nampak ragu padanya.

"Jangan egois Rey, keluarga kamu lebih penting," ucap Ayana.

"You too," timpal Rey. "You're so important to me."

Ayana menggeleng, dia tidak mau Rey melawan keluarganya. Sudah cukup Andreas yang berpaling dari keluarganya; Ayana tak mau Rey berakhir sama.

"Enggak Rey, lebih baik kamu cari perempuan lain yang sepadan dengan kamu ... dan tentunya belum pernah menikah. Aku gak mau kamu ngelawan mereka demi aku atau Lily, jangan buat aku jadi orang jahat karena ambil kamu dari mereka," ucap Ayana kemudian beranjak ke belakang meninggalkan Rey.

***

"Mami gak pernah ngajarin kamu kaya gitu lho, Kila. Dari kecil kamu dididik buat jadi orang bener, tapi kemarin kamu buat Mami kecewa. Enggak cuma Mami, tapi juga Papi dan bahkan kakak kamu," ungkap Melinda kembali mengungkit kejadian kemarin.

"Kita mungkin punya segalanya, tapi kalau attitude nol ... percuma Shakila." Melinda melanjutkan, "Mami ngerti kalau kamu gak suka sama Ayana, tapi jangan bersikap seperti kemarin, walaupun kamu lebih tua dari Ayana, tapi tetap harus sopan, Kila. Kalau Oma tahu, pasti dia marah sama kamu."

Sedari tadi Melinda bicara, tapi tak satupun kata yang masuk ke kepala Shakila, dia mengabaikan nasihat dari ibunya. Sampai-sampai membuat Melinda kesal sendiri melihat kelakuan putrinya.

"Kalau sikap dan sifat kamu kayak begitu terus, gimana mau dapet cowok?"

Saat Melinda bicara begitu, Shakila langsung menimpal, "Biar jadi perawan tua sekalian!" Setelahnya bangkit dan meninggalkan Melinda yang kini meneriaki namanya.

Shakila mengendarai mobilnya tanpa tujuan, dia kesal dan benci kepada semua orang. Keluarganya selalu menyudutkan Shakila atas perlakuannya terhadap Ayana; yang mana Shakila rasa benar. Ayana tidak pantas untuk bersanding dengan Rey.

Tak terasa bulir air mata mengalir ke pipi mulus Shakila. Dia menangis sembari terus menyetir mobilnya entah ke mana. Sampai akhirnya dia lelah dan menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

Menundukkan kepalanya sampai beradu dengan setir mobil. Shakila terisak, tidak ada seorangpun yang mengerti bagaimana perasaannya saat ini.

Tuk tuk.

Bunyi ketukan dari jendela mobil membuat Shakila mendongak, ditatapnya orang yang barusan mengetuk kaca mobilnya.

"Kak Diaz?" gumam Shakila.

Shakila menghapus air matanya dulu sebelum membuka kaca jendela, tapi Diaz selalu tahu bagaimana perasaan Shakila hanya dengan melihat wajahnya.

"Ngapain berhenti pinggir jalan?" tanya Diaz.

"Gapapa," jawab Shakila tampak seperti biasanya; gadis periang.
Diaz lalu menunduk untuk mensejajarkan wajahnya dengan Shakila.

"Udah makan?" tanyanya.

Shakila diam, sikap Diaz benar-benar tak terduga. Shakila pikir Diaz akan menanyakan soal apa yang terjadi, kenapa begini? Kenapa begitu? Tapi ternyata tidak. Entah Diaz sedang menahan diri untuk tak bertanya ke arah sana, atau Diaz memang tidak menyadari apapun.

"Kalau jawab belum mau ditraktir?" kata Shakila.

Diaz tersenyum, kemudian mencubit hidung Shakila seraya itu berkata, "Ayo, makan sepuas lo."

Setelahnya Diaz pergi menuju mobilnya terparkir, sementara Shakila tersenyum senang; Diaz memang selalu bisa menaikkan moodnya.

Tadi, sebenarnya Diaz habis makan dengan Kinan dan masih merasa kenyang. Di jalan ia tak sengaja melihat mobil Shakila melaju dengan kencang, Diaz tentunya khawatir, dia memutuskan untuk mengikutinya dari belakang.

Saat mobil Shakila berhenti barulah Diaz menghampiri Shakila. Diaz tahu bahwa Shakila sedang tak baik-baik saja, sudut matanya basah, suaranya pun nampak berbeda. Namun, Diaz tak mau bertanya, dan memilih mengajak gadis itu untuk makan. Karena biasanya, saat suasana hati Shakila memburuk, dia akan kembali senang setelah makan.

"Kenapa bukan lo aja sih Kak, yang jadi Kakak gue," ucap Shakila sambil mengunyah kebab ekstra pedas.

"Enggak ah, repot nanti," jawab Diaz.

Shakila menaikkan sebelah alisnya. "Repot kenapa?"

"Minta makan mulu soalnya," kata Diaz diselingi kekehan.

Namun, Shakila nampak tersinggung, dia lalu menaruh kebabnya ke piring dan menyodorkannya ke Diaz.

"Kenapa gak dimakan?" tanya Diaz bingung.

Shakila hanya menggeleng dengan wajah cemberut, Diaz yang peka lantas tertawa.

"Gue bercanda Shakila, habisin kebabnya, kalau kurang beli lagi." Diaz berujar.

"Enggak," tolak Shakila.

"Ih, jangan gitu dong. Kalau gak dimakan nanti nangis, kasihan. Jangan marah, gue cuma bercanda lagian," jelas Diaz seraya mendorong piring itu ke hadapan Shakila.

Shakila menatap wajah Diaz dengan tatapan musuh, tapi kemudian luluh juga dan mengambil kebab itu lantas memakannya lagi. Diaz langsung tersenyum..

"Nah gitu dong, lo mau makan apapun gue kasih asal dihabiskan," ujar Diaz menimbulkan lengkungan tipis di bibir Shakila.

***

"Mbak, hari ini tutup awal ya, aku ada perlu," ucap Kinan seraya melepas apron.

"Oh, iya Kinan, Mbak juga mau jemput Lily."

Jam empat pas toko kuenya ditutup, Kinan pergi begitupun dengan Ayana. Sebelum pergi, Ayana sempat mendapatkan pesan dari Rey tapi tak ia baca tuntas karena langsung dihapus. Ayana benar-benar ingin menjauh dari Rey.

Saat sampai Lily langsung menghampiri Ayana dan memeluknya. Mereka lalu pamit pulang pada Suster Riri.

"Om Baik ana, Mum?" tanya Lily.

Ayana menatap Lily kemudian tersenyum. "Kan ada Mama, kok nanyain Om Baik sih?"

Lily tak menjawab karena mengantuk, matanya sudah seperti lampu lima watt. Ayana pun langsung memeluk Lily agar putrinya itu tertidur.

Walaupun hatinya agak ngilu saat Lily menanyakan Rey; karena dari awal ini yang Ayana takutkan. Jikalau, dia dan Rey tak berjodoh sementara Lily sudah nyaman dengan adanya sosok ayah, maka Ayana akan kelabakan.

Ayana akui dia telah nyaman dengan keberadaan Rey dalam hidupnya, pria itu selalu membuat Ayana tersenyum. Apalagi saat melihat interaksinya dengan Lily, bikin hati Ayana terenyuh. Karena Rey bisa mengambil hatinya lewat Lily.

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang