"Tuan putri Papi kenapa? Kok malah diem di sini sih?"
Shakila menoleh sebentar pada Reno lalu kembali fokus ke pemandangan di depannya. Sebuah kolam dengan bunga mengelilingi. Shakila tengah berada di balkon kamar.
"Kakakmu mau nikah, gak mau bilang apa gitu ke dia?"
Shakila mendecak lalu menatap Reno. "Papi bilang gak setuju sama cewek itu, tapi kenapa sekarang nikah?" ucap Shakila.
Reno yang berada di sebelahnya menghela napas panjang, lalu berkata, "Sayang, kamu tahu Kakakmu udah besar, udah bisa buat keputusan sendiri. Kalaupun Papi gak setuju dia tetap akan nikah sama Ayana, memang kamu mau kehilangan dia?"
Shakila mendengus. "Papi bisa tegas kan ke Kak Rey, dia pasti bakal nurut kok!"
Reno tersenyum, lalu menghadap ke arah putrinya. "Shakila, kamu gak ngerti."
"Papi yang gak ngerti!" sentak Shakila seraya pergi meninggalkan Reno.
Saat berjalan keluar Shakila tak sengaja menabrak Diaz yang saat itu baru saja tiba di kediaman Oma Rain. Diaz datang untuk menghadiri pernikahan Rey dan Ayana.
"Hey, why are you crying?" tanya Diaz dengan raut wajah khawatir.
Shakila tidak menjawab dan malah memeluk Diaz, menyalurkan kesedihannya.
"I hate everyones," cicit Shakila.
Diaz memilih diam dan membiarkan Shakila puas menangis dulu. Karena Diaz tahu bagaimana perasaan Shakila sekarang.
***
Toorak Uniting Church.
Tangan Ayana tampak meremas gaun besar yang ia kenakan. Dadanya berdebar kencang apalagi saat pintu mobil dibuka.
"Ayo, Sayang." Tangan Melinda terulur ke depan Ayana.
Calon mertuanya itu terlihat cantik mengenakan gaun berwarna soft pink. Rambutnya tergerai indah. Sementara Ayana mengenakan gaun pengantin berwarna putih yang bagian bawahnya mengembang. Juga terdapat mahkota bunga di kepalanya. Ayana seperti tuan putri yang tersesat ke kota.
Senyum hangat Melinda membuat hati Ayana mencelos. Tangan Ayana pun meraihnya, dengan veil yang menjuntai ke bawah menutupi wajah. Ayana tersenyum.
Saat pintu di depannya terbuka, dada Ayana makin berdebar. Dilihatnya sekumpulan orang yang sedari tadi menunggu kedatangan mempelai wanita. Tamu yang datang hanyalah kerabat dekat, sengaja dibuat privat agar terasa khidmat. Toh, pernikahannya tetaplah mewah.
Ayana berjalan ke arah altar di dampingi Melinda, pipinya mulai memanas. Jangan sampai menangis, itu bisa merusak riasannya. Rey sendiri terlihat tampan dengan tuxedo hitam, wajahnya juga nampak segar. Senyumnya sedari tadi tak lepas dari bibir. Matanya menatap Ayana tanpa berkedip. Hatinya terasa bahagia. Akhirnya Rey melepas masa lajang di umur tiga puluh tahun ini.
Alunan musik dari piano dan biola menciptakan suasana yang damai dan tenang, walau terselip rasa gugup dan haru. Saat Melinda menyerahkan Ayana kepada Rey, dia tersenyum haru. Melinda lalu bergabung bersama Reno dan Oma Rain di barisan terdepan, tak ada yang melihat Shakila. Gadis itu menghilang di hari pernikahan kakaknya sendiri.
Sementara Diaz, pria itu duduk di barisan para tamu—dia datang sendiri karena kakak juga orangtuanya sedang ada urusan bisnis dan hanya menitipkan hadiah juga permintaan maaf—tersenyum bangga pada Rey. Lily sendiri berada di gendongan pelayan Aishe, duduk di sebelah Oma Rain.
Lalu saat janji-janji suci mulai dibacakan, baik Rey maupun Ayana sama-sama gugup dengan hati berdebar. Tangan mereka saling berpegangan, mengulangi ucapan pendeta dengan setulus hati.
Sampai tibalah waktunya untuk Rey membuka penutup wajah Ayana.
Mereka saling tatap dan tersenyum sebelum akhirnya Rey memberikan kecupan manis pada Ayana. Pertama kalinya sebagai seorang suami kepada istri, yang lain bersorak dan memberikan ucapan selamat, ada juga yang menangis saking terharunya."Welcome to my family," bisik Rey pada Ayana.
***
Shakila baru muncul saat keadaan rumah sudah sepi, dia sengaja tak menemui kerabatnya yang hadir ke pernikahan Rey dan Ayana. Shakila tengah merajuk, dia kesal pada semua orang.
Hari sudah beranjak gelap dan orang-orang sedang berada di kamarnya, Shakila memanfaatkan itu untuk masuk ke kamar. Namun, siapa sangka dia malah bertemu dengan Rey yang habis dari dapur.
"Hello, sister," sapa Rey.
Shakila tak merespon. Dia malah berlalu melewati sang kakak dan menabrak bahunya. Rey tidak tinggal diam, dia menarik lengan Shakila sampai sang adik kembali ke tempat. "Lo gak bisa bersikap kayak gini, Kila. Malu sama umur," ujarnya.
Shakila hanya diam. Pandangannya ia buang ke segala arah. Malas bertemu tatap dengan Rey.
"Gue bakal terima kalau emang lo gak suka sama Ayana, tapi kesabaran gue ada batasnya, Kila. Okay?" kata Rey seraya menepuk pundak Shakila.
Setelah itu dia pergi meninggalkan Shakila yang dari wajahnya terlihat sangat kesal.
Di kamar Rey, Ayana tengah membersihkan diri dari segala riasan. Gaunnya sudah digantikan dengan dress biasa. Kini Ayana sedang membubuhkan pelembab ke wajah. Dia sudah mandi dan terlihat sangat segar.
"Wah!"
Ayana menoleh ke arah pintu, dan mendapati Rey yang tersenyum padanya.
"Kamu gak mandi? Kalau udah malem nanti dingin lho," ucap Ayana mengingatkan.
Rey yang berdiri di belakangnya masih tersenyum. Matanya menatap Ayana dari cermin. Lalu tiba-tiba memeluknya dari belakang seraya berkata, "Cantik banget sih, heran aku."
Ayana langsung merinding karena Rey bicara di dekat telinganya.
"Mandi ih, aku mau lihat Lily," kata Ayana seraya bangkit dari duduknya.
Tapi Rey langsung mengangkat tubuh Ayana dan mendudukkannya di meja rias. Membuat Ayana kaget."Lily lagi mandi sama Aishe. Lagian mumpung Lily ada yang jagain mending kamu istirahat aja, pasti capek kan?" Rey berujar.
Ayana pikir pria itu akan mengatakan hal yang tidak-tidak, Ret kan suka menggoda. Tapi ternyata tidak.
"Enggak capek kok," jawab Ayana kemudian.
"Nyeret gaun kamu yang gede itu berat kan?" Rey terkekeh, hal itu menular pada Ayana.
Lalu tangannya tiba-tiba diselipkan ke pinggang Ayana dengan kening menyatu. Rey tersenyum kala menghirup wangi parfum Ayana.
"Wangi, pake parfum apa, Sayang?" tanya Rey setelah tadi mengecup bibir Ayana.
"Luster," jawab Ayana seraya tangannya mencengkram kuat bahu Rey. Ayana sudah menduga ini akan terjadi.
Bibir Rey bermain di salah satu titik kelemahannya—neck. Menyalurkan kehangatan sekaligus rasa merinding.
"Aku suka wanginya, jangan diganti ya," bisik Rey disela kecupannya."Mm-hmm." Ayana menjawab dengan mata tertutup. Tangannya kini berpindah ke leher suaminya, melingkar layaknya ular.
Wajah Rey masih betah di sana, mungkin juga sudah meninggalkan jejak merah. Pun kini, belum sempat Ayana mengatur napas karena efeknya, Rey sudah melayangkan kecupan di bibir Ayana. Lagi dan lagi.
Tubuh Ayana lalu terdorong ke belakang membentur cermin. Beberapa barang di meja rias berjatuhan karena aksi mereka yang semakin panas. Rey crushed it without pause. Menimbulkan suara kecil dari mulut Ayana, apalagi saat tangan Rey menelusup ke dalam dress pendek Ayana."Mau sekarang?" tanya Ayana dengan napas tersengal, yang tentu saja langsung dibalas anggukan oleh Rey.
KAMU SEDANG MEMBACA
Babalik | Revisi ✓
RomanceMenjalani kehidupan sebagai single parents di usia muda, membuat Ayana harus bertahan demi putri kecilnya dengan bekerja di toko kue. Suatu saat ia bertemu seseorang yang bersangkutan dengan masa lalunya, dan mencoba melindungi sang putri dari kemun...