Bab 39

277 19 0
                                    

Hari kedua di rumah sakit dan kondisi Lily sudah mulai membaik, walaupun sepertinya gadis kecil itu akan mendapatkan trauma. Mereka memang keterlaluan, sampai hati mereka menyiksa anak kecil.

"Mam," panggil Lily.

"Iya, Sayang, Lily mau apa?" Ayama menyahut, matanya sudah tidak terlalu sembab seperti kemarin-kemarin.

"Mau mimi," pinta Lily.

Ayana pun mengambil air minum untuk putrinya. Lily minum dibantu dengan sedotan, dia belum sembuh total meskipun sudah melewati masa kritisnya.

Sementara itu, Rey baru saja datang dari kantor polisi. Ingin tahu siapa yang menyuruh mereka, sayangnya Rey tak mendapatkan hasil. Penculiknya bilang itu murni perbuatan mereka, tanpa suruhan.

"Kebangun?" Rey bertanya.

"Haus," sahut Ayana seraya membenarkan letak selimut Lily, putrinya itu kembali tidur.

"Kamu belum tidur?" tanya Rey pada Ayana, pasalnya jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh lewat.

"Aku nunggu kamu," ujarnya.

Rey tersenyum, lalu menarik Ayana agar bangun dari duduknya. "Ya udah, sini bobo," ajaknya ke sofa.

Ayana menurut, dia menjadikan paha Rey sebagai bantalan. Sudah dua hari ini mereka tidur dengan posisi yang jelas membuat tidak nyaman, tapi demi Lily mereka lakukan.

"Aku ngerasa Dejavu." Ayana berujar, tangannya memainkan jari-jemari Rey.

Rey sendiri hanya tersenyum, kepalanya menunduk menatap wajah sang istri sambil tangan satunya mengelusi rambut indahnya, dan tiba-tiba teringat kissing scene kala itu.

"Rey," panggil Ayana.

"Hm?"

Ayana mencoba bangun dari posisi miringnya, lalu menatap wajah Rey lekat sebelum akhirnya mendaratkan sebuah kecupan di bibir pria itu. Setelahnya Ayana tersenyum dan menyenderkan kepala di bahu Rey—memeluknya. Mata Ayana terpejam sementara Rey masih merasa terkejut, walaupun sudah sering begini.

"Tadi itu apa?" tanyanya.

"Ucapan terimakasih kan," sahut Ayana sambil cekikikan.

Rey dibuat tersenyum dan lalu membalas pelukan Rey. "Sama-sama, Sayang."

***

Shakila mengintip dari balik jendela kamarnya saat mobil Rey datang. Kakaknya itu menggendong Lily dan satu tangannya menuntun Ayana. Helaan napas keluar dari mulutnya, Shakila bergegas ke bawah.

Di sana sudah ada Melinda dan Reno yang menyambut. Shakila hanya memperhatikan dari tangga, dia malas bertatap muka dengan Rey. Bahkan kini Shakila buang muka saat Rey naik ke atas untuk membawa Lily ke kamarnya.

"Sayang, muka kamu itu jangan cemberut aja kenapa sih?" Melinda berkata, sayangnya Shakila tak peduli dan memilih untuk pergi ke dapur.

Sementara Melinda naik ke atas, Reno menghampiri anak bungsunya itu. Mencoba bicara serius dengannya. "Shakila," panggil Reno.

"Papi kalau mau marahin aku—"

"We need to talk, kamu gak bisa bersikap seperti ini terus, Kila," potong Reno.

"Kamu udah lihat gimana Kakakmu marah kemarin, mau sampai kapan kamu benci sama Ayana?" tanya Reno dengan nada pelan.

"Aku gak benci dia," jawab Shakila.

"Tapi belum bisa nerima kalau dia nikah sama Kakakmu?"

Shakila menggeleng, matanya memerah menahan tangis. "Papi gak ngerti, kalian semua gak ngerti apa yang Kila rasain," lirihnya.

"Kalau gitu kasih tahu Papi apa yang kamu mau? Kamu udah besar Kila, jangan childish gini," ucap Reno.

Shakila tak menjawab, hanya menundukkan wajahnya menatap lantai.

"Kila—"

"Papi sama Mami pilih kasih sama aku," paparnya. "Ayana bukan orang kaya tapi kalian bolehin Kak Rey nikah sama dia, sementara aku? Udah berapa kali aku gagal nikah, Pi? Kalau gak karena mereka yang mundur duluan pasti karena kalian nolak. Alasannya? Karena latar belakang mereka," ungkap Shakila mengutarakan perasaannya selama ini.

"Aku gak tahu apa yang buat Papi dan Mami akhirnya nerima Ayana. Apa yang dia lakuin sampe buat kalian luluh? Bahkan Oma setuju."

Reno terdiam, dia benci mengatakan hal secara berulang. Mereka sudah pernah membahas ini, tapi Shakila belum juga mengerti. "Kamu tahu Papi bakal jawab apa, kan?" ujarnya.

"Terus Ayana gimana, Pi? Dia bahkan punya anak dan udah pernah menikah ... harusnya Papi nolak."

Sementara itu, dari balik pintu Rey ternyata mendengarkan pembicaraan mereka.

"Kalian tuh buat aku bingung, selama ini apa yang aku pilih selalu salah di mata kalian. Bahkan urusan jodoh," ungkap Shakila.

"Kila." Rey keluar dari tempat persembunyiannya.

"Kita gak setuju sama mantan-mantan lo itu udah jelas alasannya apa, kan? Kenapa gak paham-paham sih?" tegas Rey.

"Apa bedanya sih Kak sama Ayana? Dia malah lebih gak jelas, Papi tuh pilih kasih!"

"Papi gak pernah pilih kasih, Kila. Kalian berdua anak Papi. Lagian, kamu pikir Papi tega biarin kamu nikah sama cowok itu dan lihat kamu hidup susah sama dia." Reno menyambar.

"Tapi, kenapa Papi setuju sama Ayana? Ayana juga sama-sama gak jelas dari keluarga apa? Bahkan dia janda, dia banyak kekurangannya, Pi!" sentak Shakila, masih belum terima atas perlakuan keluarganya.

Sementara Reno nampak frustasi menghadapi anak gadisnya itu.
"Karena Ayana perempuan, bukan dia yang cari uang untuk Rey, bukan dia yang jadi kepala keluarga!" sengit Reno. Pada akhirnya kesabaran Reno pun hilang.

"Gaya hidupmu itu glamor Shakila, mana sanggup mereka kasih itu semua ke kamu. Mikir. Papi kerja keras ngumpulin uang untuk kamu, untuk menuhin semua kebutuhan kamu. Apa salahnya nurut sama Papi, ini semua demi kebaikan kamu bukan Papi," kesal Reno akhirnya.

Namun, Shakila keras kepala. Dia selalu punya jawaban untuk membalas. "Papi bisa kan kasih salah satu aset Papi ke mereka, atau gak kasih modal kayak Papi kasih hotel itu ke Kak Rey!"

Reno merasa tak percaya akan ucapan Shakila barusan. "Kamu pikir Papi mau percayain aset Papi ke orang lain? Rey itu anak Papi, dia yang bakal gantiin Papi. Daripada kasih perusahaan Papi ke orang lain, lebih baik buat kalian!"

Rey maju menjadi penengah, bisa-bisa Papinya darah tinggi karena membalas Shakila.

"Kila, cowok masih banyak di dunia ini. Lupain mereka. Lagipula, belum tentu cowok-cowok itu baik. Lo gak tahu dia sepenuhnya, Kil," ucap Rey.

"Lo bilang gitu karena gak suka sama mereka!"

"Iya!" sentak Rey. "Karena cowok-cowok yang lo bawa itu gak bener semua, gimana kita mau setuju? Lo pikir gue rela nyerahin adek gue ke orang kayak mereka? Enggak!" ujarnya.

"Udah." Reno menginterupsi.

"Kamu gak usah mikir macam-macam Kila. Kita semua sayang sama kamu, kita mau yang terbaik buat kamu."

"Enggak, Papi bohong! Papi gak sayang sama Kila," timpal Shakila.

"Astaga, Kila. Papi harus apa sih supaya kamu percaya? Kalau Papi menolak semua cowok yang kamu bawa pasti ada alasannya, Papi orang tua kami, Papi tahu apa yang terbaik buat kamu."

"Sekarang kamu pergi ke kamar, Papi pusing tahu gak lihat kamu kayak gini terus," titah Reno.

"Besok malam ada acara, Papi mau kamu bersiap karena besok kamu bakal ketemu sama calon suami kamu," tutur Reno.

Shakila menatap tak percaya. "Ca ... calon suami?"

"Kamu mau menikah kan? Papi sudah siapkan calon buat kamu, yang jelas dia jauh lebih baik dari mantan-mantan kamu itu," kata Reno.

Setelahnya Reno pergi karena kepalanya terasa pening bicara dengan Shakila. Sementara Shakila menghentakkan kakinya dan langsung pergi ke kamarnya melewati Rey.

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang