Bab 01

1.9K 55 2
                                    

Wanita dengan perut yang buncit itu terlihat sedang menyiram tanaman di depan rumahnya. Tanaman itu memiliki bunga-bunga yang indah dan berwarna-warni. Satu tangannya memegangi perut sambil bersenandung kecil. Kandungannya itu sudah mencapai 9 bulan, ia sangat tak sabar menunggu kelahiran bayi pertamanya.

"I'm home!"

Seorang pria turun dari mobil dan menghampiri ibu hamil tadi. Dia berseru, "Sayang, kan udah aku bilang istirahat aja di dalem. Jangan capek-capek!"

"Aku gapapa, orang cuma nyiram bunga kok. Cantik-cantik, hehe."

Andreas menatap gemas pada Ayana lalu mencubit hidungnya pelan. "Anak kita gimana? Kamu sama baby baik-baik aja kan?" tanya Andreas seraya merangkul pundak Ayana.

"Baik dong, kita seharian di rumah aja Mas," sahutnya.

"Bagus. Ya udah yuk, ke dalam. Aku ada beliin kue coklat buat kamu," ajak Andreas.

Pupil Ayana langsung membesar saat mendengar kue coklat. "Beneran?"

Suaminya itu mengangguk. "Iya, yuk!"

***

"Sayang, besok aku mau ke luar kota ya? Ada urusan bentar biar sekalian abis itu cuti, kamu udah mau lahiran kan," ujar Andreas meminta izin.

Ayana yang tengah memakan kue coklatnya bertanya, "Ke mana?"

"Medan, cuma dua hari aja kok. Habis itu aku langsung libur sampai kamu lahiran," jawab Andreas.

"Dua hari doang kan ya?"

"Iya, malah kalau sehari selesai aku langsung pulang deh."

Ayana menggeleng. "Jangan! Kasian nanti kamu capek," katanya dengan wajah imut.

"Jadi boleh kan?"

Ayana mengangguk sambil berkata, "Iya."

"Yes! Makasih, Sayang!" ucapnya seraya mengacak rambut Ayana pelan.

Ayana hanya tersenyum, hubungan yang dulu ia pikir akan usai, ternyata salah. Sudah dua tahun pernikahannya dengan Andreas dan semuanya berjalan baik-baik saja. Bahkan, mereka telah diberi kepercayaan untuk menjadi orang tua.

Walaupun keluarga Andreas tetap tak menyetujui pernikahan ini, tapi sampai sekarang hubungan mereka tetap bertahan walau tanpa restu. Menyedihkan memang saat mengingat tak ada satupun anggota keluarga yang nantinya akan menyambut bahagia kelahiran bayi mereka.

Namun, tak apa. Asal Andreas tetap berada di sampingnya; Ayana sudah merasa bahagia. Suaminya itu adalah pria yang baik, penyayang dan juga sabar. Ayana bersyukur bisa dipertemukan dengan Andreas.

"Aya, marry me."

Ayana terdiam saat Andreas melamarnya dengan cara seperti ini. Mereka tengah berada di perpustakaan kota dan Ayana tengah fokus membaca.

"Kamu tahu kan ... keluarga kamu gak suka sama aku. Aku orang gak punya," jelas Ayana.

Andreas nampak tak peduli, dia meraih tangan Ayana dan menggenggamnya. "Aku sayang sama kamu, dan mereka gak punya hak atas perasaan aku."

Ayana menggeleng, tangannya ia tarik. "Kita hanya akan berada dalam situasi yang sulit. Mereka pasti bakal nentang kamu ... jadi lebih baik kita--"

"Aku gak peduli!" selak Andreas dengan nada sedikit tinggi, membuat beberapa orang menatap ke arah mereka.

Ayana lalu menutup bukunya dan beranjak dari sana, kalau tidak pergi pasti Andreas akan membuat keributan.

"Aya! Please ...," mohon Andreas.

"We can't get together!" seru Ayana.

"Cukup sampai sini aja hubungan kita. Aku mau kamu cari pengganti aku," titah Ayana seraya berbalik hendak meninggalkan kekasihnya itu.

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang