15:05 PM
Shakila meneguk jus semangkanya dengan kasar, wajahnya nampak memerah menahan amarah. Ini karena beberapa hari yang lalu kakaknya itu sudah pulang. Mereka nampak seperti pasangan suami-istri paling bahagia di dunia.
Bikin Shakila kesal, maka dari itu sekarang dia berada di sini. Sengaja menghindari Rey sampai batas waktu yang tak ditentukan. Bahkan, sekarang Shalila lebih sering di luar daripada di rumah.
Sementara beberapa meja darinya, Diaz terlihat habis meeting dengan client. Lalu tak sengaja melihat Shakila duduk sendiri di sudut cafe. Semenjak kejadian di restoran itu, Diaz belum bertemu Shakila lagi.
Sekarang Diaz bingung, haruskah dia menghampiri Shakila dan bicara dengannya. Saat sedang berpikir, tiba-tiba Shakila menoleh ke arahnya dengan tatapan kaget. Mungkin dia berpikir; sejak kapan Diaz ada di sana.
Karena sudah tertangkap basah tengah memperhatikan Shakila, Diaz akhirnya memilih untuk menghampiri gadis itu. Tapi, belum apa-apa, Shakila sudah pergi duluan.
Diaz pun beranjak menyusul Shakila, dan kali ini ia bertekad tidak akan melepaskannya sebelum masalah mereka selesai."Kila, we need to talk," ucap Diaz tampak memohon.
Shakila menatap Diaz dengan malas, dia masih merasa kesal pada Diaz karena memarahinya soal Ayana. Tapi rasanya malu jika terus-menerus menghindar dari Diaz, karena cowok itu pada dasarnya adalah teman Rey, bukan Shakila.
"Fifteen minutes," kata Shakila dengan wajah angkuhnya.
Diaz tersenyum tipis. "Okay, kita ngobrol di dalam sambil makan tapi, ya?" ujarnya.
Shakila tahu Diaz tengah merayunya dengan makanan agar mereka bisa mengobrol lama, tapi kali ini Shakila tidak akan takluk hanya karena makanan.
Diaz itu sudah membuatnya kecewa dan untuk pertama kalinya hati Shakila dibuat sesakit ini karena Diaz.
"No, we just talk," tegas Shakila."Tapi, gue belum makan. Tadi meeting cuma dikasih kopi, kita ngobrolnya sambil makan ya, please ...," bujuk Diaz.
Shakila mengalihkan pandangannya dari Diaz. Dia tidak boleh luluh dengan bujuk rayunya itu.
"Ya udah, kalau laper makan aja sana. Kita gak usah ngobrol," ujar Shakila.
Mata Diaz langsung membulat saat Shakila hendak membalikkan badannya.
"Eh, jangan dong!" ucap Diaz seraya menahan lengan Shakila.
"Oke, kita ngobrol aja. Gak apa meskipun nanti perut gue sakit dan terserang maag, yang penting bisa ngobrol," papar Diaz.
"Kok ngomong gitu sih? Seakan akunya jahat banget!" cetus Shakila.
"Bukan gue yang ngomong," balas Diaz dengan cengiran tak berdosanya.
Membuat Shakila jengah. "Fine! Kalau Kakak makannya lama aku tinggal," putus Shakila, seraya itu beranjak masuk ke dalam restoran lagi.
Diaz tersenyum menang. Akhirnya Shakila berhasil dibujuk, dan kalau boleh bilang; entah kenapa Diaz suka saat Shakila menggunakan 'aku' saat bicara dengannya.
***
"Seriusan Oma bilang gitu, Pi?" tanya Rey saat mereka selesai menghadiri rapat bersama dewan direksi.
"Iya, kamu tahu sendiri Shakila itu paling gak suka diatur apalagi soal jodoh. Meskipun, Papi tahu Oma ngelakuin ini demi kebaikan Shakila. Tapi, Papi yakin dia bakal nolak walau calonnya itu Diaz," tutur Reno.
Rey mengernyitkan dahinya. "Kenapa nolak, Pi? Kan mereka udah kenal lama, Papi juga tahu Diaz orangnya kayak gimana. Shakila juga akhir-akhir ini sering pergi sama Diaz kan?"
"Tapi kayaknya waktu di Aussie mereka berantem deh, waktu Diaz pulang Shakila gak keluar soalnya," sahut Reno seraya kakinya terus melangkah menuju ruang kerja.
"Biasa Pi, palingan Shakila ngambek. Dia kan drama queen," ledek Rey bergurau. Karena meskipun sikap Shakila menyebalkan, Rey tetap menyayangi adiknya. Hanya saja Shakila tak sadar.
"Lagian kamu bilang Diaz punya pacar kok, kenapa malah setuju Diaz sama Shakila," papar Reno.
Rey terkekeh. "Sebelum janur kuning melengkung, Diaz masih bisa ditikung, Pi."
Reno langsung memberikan Rey tatapan tajam, biasa-biasa Rey bicara begitu. "Kalau Ayana ditikung sama orang lain mau kamu?" tukasnya.
"Jangan dong, Pi, Aya punya aku. Udah hak paten," kata Rey seraya memasuki ruangan Papinya. Mengambil duduk di sofa singel.
"Memangnya Diaz sudah berdamai dengan masa lalunya? Mau dia kalau nikah sama Shakila?" tanya Reno masih tertarik dengan pembahasan Diaz juga Shakila. Padahal Rey sudah mengganti topik pembicaraan.
"Kurang tahu sih, Pi, Diaz gak cerita. Tapi, kan dia udah berani pacaran. Sering gonta-ganti pacar juga," jelas Rey.
Reno tampak berpikir, kemudian berkata, "Nanti Papi ajak mereka ke rumah deh, udah lama juga gak makan malam bareng. Sekalian mau ada yang mau Papi omongin."
"Soal perjodohan?" tanya Rey.
"Bukan, ini soal projek yang Papi ceritakan ke kamu," kata Reno.
"Oh, yang itu, oke deh. Nanti aku bilang ke Diaz buat datang ke rumah."
Reno mengangguk, kemudian mereka pun kembali bekerja dan menghentikan obrolan seru ini.
***
"Spaghettinya enak banget, Kil. Cobain dong, jangan cuma dilihatin. Ini makanan kesukaan lo, kan?" ucap Diaz.
Shakila menatap sebal pada Diaz. Pria itu berhasil membuat Shakila tertahan di restoran ini sekitar dua puluh menit, terlewat dari janji yang dibuat; hanya lima belas menit. "Tahu ah! Kakak seenaknya banget sama aku," kesalnya.
"Lho? Seenaknya gimana? Gue kan cuma nyuruh lo makan," kata Diaz membela diri.
Shakila tak membalas, dengan wajah cemberutnya dia mengambil garpu yang sedari tadi dianggurkan dan mulai memakan spaghetti carbonara.
Diaz tersenyum senang saat melihat Shakila memakan makanannya."Nah gitu dong, kalau habis gue beliin lagi," ucap Diaz.
"Kakak nantangin aku, pokoknya habis ini harus traktir sepuluh porsi spaghetti carbonara!" ucap Shakila.
"Gapapa, mau diborong semua buat dibawa ke rumah juga boleh. Sekalian gue beli cafenya kalau itu bikin lo seneng dan gak marah lagi," tutur Diaz.
Shakila diam saat Diaz bicara begitu. Kenapa dadanya jadi bergetar begini sih? Macam di setrum saja.
"A ... apaan sih," ucap Shakila tergagap."Makanya jangan nyebelin jadi orang kalau gak mau kena marah aku." Shakila menambahkan.
"Iya, maaf ya Kila. Gue bukan membela Ayana, bukan juga membenarkan ucapan lo. Gue cuma gak suka ngelihat lo merendahkan seseorang hanya karena sebuah status. Shakila yang dulu gue kenal gak gitu soalnya ...," papar Diaz.
"..., yang dulu baik dan bisa menghargai sesama, gak peduli dia dari kasta apa. Gue ngerti kalau lo gak suka sama Ayana, tapi seenggaknya jangan jadi wanita dengan mulut jahat. Gue bukan men-judge diri lo, tapi please ... jangan menghina status orang, gue gak suka."Mata Shakila memerah saat Diaz mengatakan hal itu. Mungkin memang benar bahwa apa yang dilakukannya adalah salah, tapi itu hanyalah bentuk kekecewaan terhadap keluarganya.
Shakila merasa bahwa suaranya itu tak penting. Apa-apa yang dia lakukan pasti salah. Shakila merasa tak dianggap apalagi saat keluarganya menolak semua lelaki yang ia bawa. Shakila frustasi dan hanya Diaz yang selalu ada untuknya meskipun posisi Shakila memang salah.
"Janji ya?" ucap Diaz seraya menggenggam tangan Shakila.
"Tapi gak bisa janji buat gak benci sama dia," sahut Shakila.
Diaz mengangguk. "Gapapa kok, gue gak minta lo buat secepatnya nerima Ayana. Semua pasti butuh proses. Gue cuma minta lo untuk sedikit sopan sama Ayana dan gak nyindir soal statusnya, karena bukan maunya dia buat jadi janda ataupun jadi orang miskin."
"Okay, promise," ujar Shakila dan Diaz langsung tersenyum.
"Nah, that's my girl," ucapnya seraya mengacak rambut Shakila pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Babalik | Revisi ✓
RomanceMenjalani kehidupan sebagai single parents di usia muda, membuat Ayana harus bertahan demi putri kecilnya dengan bekerja di toko kue. Suatu saat ia bertemu seseorang yang bersangkutan dengan masa lalunya, dan mencoba melindungi sang putri dari kemun...