Bab 35

314 16 0
                                    

Siang ini Ayana bilang pada Melinda bahwa ia ingin mengajak Lily jalan-jalan. Melinda membolehkan asal Ayana sudah meminta ijin pada Rey.

Ayana bilang bahwa Rey sudah memberikan ijin, padahal sebenarnya bohong. Ayana sedang tak ingin bicara pada suaminya itu.

"Mau ana, Ma?" tanya Lily.

"Beli boneka, Sayang, udah lama Mama gak beliin Lily boneka kuda poni. Mau kan?"

Lily mengangguk riang. "Mau, Ma! Beli yang anyak ya," kata Lily.

Cara bicara Lily pelan-pelan mulai lancar dan tidak secadel dulu. Lily memang memiliki kendala dalam bicara yang kadang sulit dimengerti, tapi Ayana tidak marah atau malu, dia merawat Lily dengan sabar dan penuh kasih sayang.

Biar bagaimanapun Lily adalah darah dagingnya. Apapun kekurangan dan kelebihan Lily tetap Ayana syukuri. Setiap anak tumbuh dan berkembang dengan caranya masing-masing.
Saat mobil yang membawa Ayana dan Lily sampai tujuan, mereka pun turun. Ayana meminta pada supir untuk menunggu selama mereka bermain di taman yang dulu biasa ia kunjungi.

Melinda yang menyuruh Ayana pergi dengan mobil karena tidak mau cucu dan menantunya kepanasan.
Di sana Ayana langsung pergi ke toko boneka langganannya dulu. Kebetulan sekali ada boneka kuda poni dengan keluaran terbaru.

"Mau yang mana, Sayang?" tanya Ayana seraya menggendong Lily agar menunjuk boneka yang dimau.

Lily terlihat bingung dan akhirnya menunjuk kuda poni berwarna putih dengan rambut warna-warni. Ayana tersenyum, dia tahu kalau Lily ingin juga yang berwarna tosca karena ia belum punya.

"Satu lagi buat Lily, hadiah dari Mama karena udah jadi anak baik," kata Ayana seraya memberikan boneka itu pada Lily.

"Boleh beli dua, Mam?" tanya Lily dengan wajah polosnya.

"Boleh, Sayang."

"Yeay! Makaci Mama," kata Lily dengan riangnya.

"Sama-sama, Sayang."

***

Di kantornya, Rey tidak fokus bekerja karena terus memikirkan Ayana. Didiamkan oleh Ayana sungguh tak enak, dan itu memengaruhi pikirannya.

Sekarang Rey harus berpikir, bagaimana caranya supaya bisa menceritakan masa lalunya tanpa membuat Ayana marah atau membenci dirinya.

Karena tak menemukan solusi, Rey akhirnya menelpon Diaz, dan meminta untuk bertemu. Kebetulan sekali Diaz sedang tidak terlalu sibuk, Rey pun langsung mengambil kunci mobilnya dan mengendarai Maserati Ghibli miliknya.

"Dia kapan nemuin Ayana? Di mana?" tanya Diaz.

Rey tak menjawab karena tengah mencoba membuka mulutnya untuk memakan soto betawi yang terlihat lezat ini. Sedari pagi perutnya kosong, padahal Rey tak pernah melewatkan sarapan sebelumya.

Tapi tadi pagi Rey melihat wajah cemberut Ayana. Sepertinya Ayana tidak akan napsu makan jika melihat Rey, jadilah dia memilih pergi. Sebenarnya di hotel juga ada makanan, tapi Rey tidak enak makan karena kepikiran Ayana terus. Makan soto ini saja dipaksa Diaz.

"Ayana kan di rumah terus, mungkin Valya dateng pas kalian pada pergi kali." Diaz kembali menginterupsi.

"Kayaknya, Ayana gak bilang juga tahu dari siapa. Kalaupun benar tahu dari Valya, dia gak bilang kapan ketemunya. Tahu-tahu nanya soal itu," jelas Rey.

"Gapapa, yang penting jatah aman, kan?" Diaz memakan soto betawanya yang sisa setengah.

"Boro-boro kepikiran itu, muka Ayana asem banget lihat gue. Tadi pagi aja gak nganterin gue ke depan, padahal biasanya gitu," keluh Rey dengan wajah menyedihkan.

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang