Bab 21

375 24 0
                                    

Pagi harinya, Ayana terbangun dan langsung melihat jam, angka di sana menunjukkan pukul tujuh. Ayana lalu menatap Lily yang masih tertidur pulas di sebelahnya.

Setelah menggosok gigi dan mencuci mukanya, Ayana turun ke bawah namun tak menemukan siapapun. Dia lalu berjalan ke dapur, beruntung ada pelayan Aishe di sana.

"Ah, Nona sudah bangun."

"Eh, iya, Oma sama Rey kemana ya?" tanya Ayana bingung karena rumahnya sepi. Bahkan sepertinya hanya ada pelayan Aishe saja.

"Mereka pergi ke gereja, Nona."

"Sepagi ini?" kaget Ayana.

Pelayan Aishe mengangguk, dia lalu bergeser dan menunjukkan tumpukan piring kotor di belakangnya. "Saya pun mau pergi, tapi menunggu Nona bangun dulu. Sekarang karena sudah bangun, Nona bisa mengambil alih tugas kami, kan?" jelas pelayan Aishe.

Ayana terkejut lagi, pelayan itu bilang Ayana disuruh mengambil alih tugas mereka? "Mencuci semua piring ini?" tanya Ayana kemudian.

"Iya, dan saya sudah mencuci baju tapi belum dijemur, Nona bisa kan?"

Pelayan Aishe nampak serius saat mengatakannya, membuat Ayana ternganga. Yang benar saja? Tapi, tetap, Ayana tak menolak. Dia mengangguk dan menyanggupi permintaan tadi.

"Bisa kok, gapapa," ucap Ayana menyanggupi.

"Terimakasih, Nona. Kalau begitu saya permisi," pamit Aishe.

Selepas kepergian pelayan Aishe, Ayana langsung memutar otaknya agar semua pekerjaan ini bisa beres di kala Lily masih terlelap dalam tidurnya. Tahu sendiri, jikalau sudah memiliki anak jangankan beberes rumah, mengurus diri pun kadang tak sempat.

Tapi Ayana tak mau mengecewakan, sebisa mungkin dia akan membereskan semuanya. Kalaupun Lily terbangun, dia akan mengajaknya beberes.

"Huft! Semangat Aya, di rumah juga kan gini," ucapnya menyemangati diri sendiri.

Hal yang pertama kali Ayana lakukan adalah mengikat rambut, lalu mengambil satu piring dan busa dan mencucinya. Ayana heran, piring sebanyak ini bekas apa? Kenapa pagi-pagi sudah menumpuk, apa habis membuat sarapan? Tapi, sarapan apa yang membutuhkan banyak perkakas dapur?

Tak mau banyak berpikir, Ayana kembali fokus pada tugasnya. Sembari memikirkan Lily yang mungkin masih tidur atau sudah terbangun, karena pasti Lily akan langsung mencarinya saat membuka mata. Kamarnya berada di atas, Ayana jadi khawatir sendiri.

Karena terus memikirkan Lily, Ayana jadi ngebut dan akhirnya tugas mencuci piring itu selesai. Piring yang masih basah itu dia tinggal sebentar untuk menengok Lily, takut-takut sudah bangun dan ternyata benar.

"Sayang?"

Lily yang berada di kasur menoleh pada Ayana, dia tersenyum dan menampilkan deretan gigi putihnya.
"Mama," panggilnya.

"Udah bangun, Sayang, Lily mau mandi gak?"

Lily yang kini berada dipangkuan Ayana menggeleng. "Ntal ya, Mum." pintanya.

Ayana tak marah, dia malah tersenyum. "Ya udah, mandinya nanti. Tapi, Lily bantuin Mama mau gak?"
"Mau!" jawabnya antusias.

Ayana pun mengajak Lily ke bawah, setelah sebelumnya merapikan tempat tidur.

***

"Oma ngapain sih ngajak aku ke sini? Ini kan bukan hari Minggu," gerutu Rey sedari tadi.

"Memang kalau mau berdoa harus nunggu hari Minggu?" cetus sang Oma.

Rey merenggut. "Ya, enggak, tapi kan aneh aja."

Oma tidak menjawab, dia nampak fokus berdoa dan Rey mau tak mau mengikutinya. Dalam hati Rey berucap, semoga pernikahannya dengan Ayana diberi kelancaran. Walaupun dia tidak yakin sang Oma akan mengijinkan, mengingat sikap Oma terhadap Ayana yang terlihat tak setuju.

Rey tahu pilihannya ini mungkin salah di mata keluarganya, tapi ya mau bagaimana? Rey tertarik pada Ayana, lalu bersimpati pada masalah yang Ayana hadapi, dan entah bagaimana caranya hal itu berubah menjadi rasa sayang dan cinta.

Apalagi saat melihat Lily. Rey kalah. Dia amat menyukai anak-anak dan kini Rey merasa seperti: "Wah! Akhirnya gue nemuin orang yang selama ini gue cari." Rey menemukan sesuatu dalam diri Ayana, sesuatu yang menarik Rey agar masuk.

"Oma, mungkin keputusan aku kali ini adalah salah. Tapi, aku mohon Oma, izinin aku untuk nikah sama Ayana. Aku udah sayang banget sama Ayana dan juga Lily, mereka udah jadi bagian dari hidup aku." Rey berujar, "Gak ada yang salah kan sama statusnya? Itu bukan pilihan dia Oma, itu takdir dan mungkin udah menjadi takdir aku untuk menikah sama Ayana di saat dia udah punya anak."

Oma Rain menatap dalam manik Rey, lalu beralih ke depan. Beliau kemudian bangkit dan meninggalkan Rey di tempatnya. Pria itu diam dengan tatapan kosong, yang tadi itu harus dia artikan sebagai apa?

"Rey! Kamu gak mau pulang?"

Rey langsung menoleh dan melihat wajah datar sang Oma. "Ayo!"

***

Dalam perjalanan pulang, Rey tak banyak bicara kali ini. Dia hanya diam sepanjang jalan, memikirkan berbagai planning kalau-kalau akhirnya Oma Rain tak menyetujui. Karena harapan terakhirnya adalah Oma Rain, kedua orangtuanya sudah menyerahkan hal ini ke beliau.

Saat sampai Rey ingin membantu Oma Rain berjalan, tapi tiba-tiba tongkatnya ia buang. "I didn't need that," katanya.

Rey terkejut tentu saja, bahkan saat perban di kaki Sang Oma dia lepas begitu saja. Oma Rain lalu berjalan melewati Rey dengan gagahnya, membuat mata Rey melotot.

"Bukannya kaki Oma sakit?"

Pelayan Aishe hanya tersenyum sambil lalu menyusul Oma Rain. James yang masih terlihat bingung lalu berlari menyusul Oma yang sudah masuk ke dalam.

"Enak gak?" tanya Ayana pada Lily.
Dia barusan membuat kue cokelat karena Lily memintanya, mereka berdua sudah rapi dan cantik. Namun, karena Lily tengah memakan kue dengan isian lumer, alhasil mulutnya penuh dengan coklat.

"Wah, sedang apa kalian?"

Suara Oma Rain menggema di ruangan, membuat Ayana dan Lily menoleh. Hanya saja Lily menatap dengan tatapan polos sementara Ayana dengan wajah terkejut.

"Ng ... kalian udah pulang?" ucap Ayana gugup.

Ayana takut jika Oma Rain akan memarahinya karena tanpa ijin menggunakan dapurnya. "Maaf, Oma, tadi Lily minta dibuatkan ku—"

Ayana meringis saat tangan Oma terangkat ke arahnya. Matanya terpejam. Detik-detik berikutnya Ayana malah merasakan usapan lembut di kepala.

"Memang kamu habis berbuat apa sampai minta maaf segala?" kata Oma Rain seraya tersenyum.

Rey yang barusan melihat adegan tadi, nampak mengusap dadanya. Dia pikir Oma Rain akan menampar Ayana.

"Apa yang kamu buat?"

"Mmm ... kue coklat, Oma," jawab Ayana masih merasa terkejut.

"Seems like delicious, Oma boleh minta?" tanya Oma pada Lily.

Gadis kecil itu mengangguk, dia mengambil potongan kue pada garpunya lalu menyuapi Oma Rain, setelahnya Lily tersenyum manis.

"Hmm ... enak, pinter kamu."

Mendengar pujian itu Ayana hanya tersenyum, lalu menatap ke arah Rey yang juga tersenyum.

"Oma, ini maksudnya apa sih? Kok Oma bisa jalan?" tanya Rey kemudian.

Oma berbalik dan mengambil duduk di kursi. "Oma bohong soal jatuh dari tangga, maaf ya." ungkapnya.

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang