Bab 48

363 17 0
                                    

"Rey," panggil Diaz.

Rey menoleh menatap Diaz kemudian kembali fokus ke depan sembari mengeluarkan asap dari mulutnya. Pria itu sedang merokok.

"Lily nyariin lo tadi?" kata Diaz seraya mengibaskan tangannya guna menghilangkan sang asap.

Rey mematikan rokoknya dan membuang ke tempat sampah yang tersedia. Matanya memerah namun bukan karena asap, melainkan karena habis menangis. Ya, seorang Rey Clarkson yang dikenal sebagai player menangis karena Ayana. Wanita yang dicintainya.

"Katanya dia laper, mau makan sama lo," ujar Diaz lagi.

Namun, Rey hanya diam. Matanya menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong.

"Kenapa rasanya complicated banget ya. I didn't expect this," ucap Rey tiba-tiba. "Gue pikir Valya datang buat nagih kesalahan gue di masa lalu, tapi ternyata datang untuk balas dendam ke Ayana."

"Jadi lo bukan salah pilih korban karena dia kaya, tapi karena dia mantan adik iparnya Ayana," timpal Diaz.

Rey tertawa, namun bukan karena senang melainkan sedih. Apa yang Diaz katakan adalah benar. "Apa keputusan gue nikahin Ayana itu salah?"

Diaz langsung menoleh. "Lo ragu?"

"Enggak, cuma gue mikir ... mungkin kalau gue sama Aya gak ketemu dan gak nikah, Aya bakal baik-baik aja sampai sekarang," ungkap Rey.

Diaz mendesis. "Lo salah ...," balasnya, "Justru kalau kalian gak ketemu dan akhirnya menikah, mungkin aja Ayana sama Lily udah ditemuin mereka dan langsung dihabisi. Mereka punya kuasa Rey, sementara Ayana? Dia gak punya siapa-siapa buat minta perlindungan."

"Tapi sekarang Aya gak ada," ucap Rey dengan penekanan. Seolah hilangnya Ayana adalah salahnya.

"Tapi Lily selamat, kan? Kalau lo emang anggap Lily sebagai anak kandung lo sendiri, harusnya lo bersyukur karena dia baik-baik aja. Masalah Ayana yang hilang, masih bisa ditemukan Rey. Lo hanya perlu bersabar dan banyak-banyak berdoa sama Tuhan buat cepet-cepet kembalikan Ayana," ucap Diaz panjang lebar, "Lo sayang kan sama Lily? Lo gak cuma sayang ibunya kan?"

"Of course I love her and Lily," jawab Rey.

"Ya terus kenapa harus ragu? Ayana hilang bukan karena lo. Tante Dinar dan Valya datang juga bukan karena lo, ini semua udah takdir Rey." Diaz menepuk pundak Rey kencang agar pria itu sadar.

"Papa," panggil Lily tiba-tiba.

Rey dan Diaz menoleh saat mendengar suara Lily. Gadis kecil itu datang bersama Shakila.

"Lily minta makan nih, kita makan bareng-bareng yuk! Sekalian, aku juga laper," kata Shakila.

Rey menatap wajah polos Lily kemudian menghampiri putrinya itu dan mengambil alih dari gendongan Shakila.

"Lily mau makan sama apa, Sayang?" tanya Rey.

"Apa aja asal ama Papa," jawab Lily terdengar manis sekali. Rey sampai speechless.

"Ya udah yuk, makan."

Rey lalu pergi bersama Lily, sementara Diaz dan Shakila tersenyum melihatnya.

"Makan yuk Kak, aku laper," ajak Shakila kemudian menggandeng tangan Diaz.

***

Setelah acara selesai, mereka menginap di hotel. Setelah makan malam dan mengobrol sebentar mereka beranjak ke kamar masing-masing, sementara Shakila sedang berkunjung ke kamar kakaknya.

"Lily tidur sama Tante ya?" kata Shakila.

"Ndak, kasian nanti Papa tidul sendili," ucap Lily.

Rey tersenyum. "Kalau Lily mau tidur sama Tante Kila gapapa kok," timpalnya.

"Yuk, di kamar Tante banyak kado. Nanti kita buka kadonya bareng-bareng, mau gak?" tawar Shakila lagi.

Lily nampak berpikir tapi kemudian bertanya pada Rey, "Benelan gapapa?"

"Iya, Sayang, gapapa kok."

"Okay! Ayuk Tante," ajak Lily.

Shakila tertawa, kemudian beranjak dari duduk dan menggandeng Lily ke kamarnya. Di kamar Shakila memang banyak kado, karena tamu yang datang membawakan kado untuknya, padahal Shakila tak meminta.
Sementara Lily asik dengan Shakila membuka satu persatu kadonya, Rey malah terlihat murung seraya menatap foto dirinya bersama dengan Ayana dan Lily saat liburan kala itu.

Rey tahu dia tak seharusnya begini. Rey harus percaya bahwa suatu saat Ayana akan kembali. Namun, dia merasa sedih dan sangat menderita karena rindunya pada Ayana sudah tak dapat dibendung.

Rey merindukan Ayana. Rey ingin bertemu dengan Ayana. Dia ingin tahu bagaimana keadaan istrinya juga bayi mereka. Apakah Ayana dan calon bayi mereka baik-baik saja? Sudah dua bulan berlalu tapi Rey tak tahu bagaimana kabar Ayana dan calon bayinya.

Apakah ... Ayana dan calon bayinya masih hidup?

***

Beberapa Minggu kemudian, Rey yang sudah bisa mengendarai mobil memutuskan untuk pergi ke tempat di mana kecelakaan itu terjadi.

"Kamu mau ke mana Rey?" tanya Melinda yang kebetulan sedang minum teh di ruang tamu.

"Pergi bentar Mi, nanti kalau Lily udah pulang nitip dulu ya, takutnya aku lama," pesan Rey. Karena Lily sedang pergi bersama Diaz dan Shakila. Mereka mengajaknya ke taman bermain.

"Memang kamu mau ke mana?" tanya Melinda penasaran.

"Ada perlu bentar Mi, sekalian mau lihat rumah," kata Rey.

"Oh iya, itu gimana? Udah jadi?" Melinda lagi-lagi bertanya.

"Katanya sih tinggal finishing Mi, makanya mau aku tengok." Rey lalu menyalimi tangan Melinda dan pamit pergi.

"Pergi dulu ya, Mi," pamit Rey.

"Mau pakai supir gak?" tawar Melinda.

"Gak usah, aku udah bisa nyetir kok."

"Ya udah hati-hati."

Rey mengangguk kemudian dia pergi. Saat sampai Rey menemukan jalanan yang sepi. Dilihat pembatas jalannya sudah diperbaiki, dan garis polisi sudah hilang. Tapi Rey penasaran dan berniat untuk mencari Ayana sendiri.

Jurangnya memang dalam dan juga terlihat menyeramkan. Rey lalu berpikir, jika Ayana memang jatuh ke jurang harusnya tersisa barang bukti seperti robekan baju atau sepatu Ayana.

Tapi kemarin saat Rey bertanya pada Reno malah tidak ada satupun barang bukti milik Ayana. Malah hanya ada milik Valya dan Dinar. Itu artinya Ayana tidak terjatuh ke jurang, tapi lalu ke mana? Sama sekali tidak ada jejak hilangnya Ayana ataupun saksi mata yang melihat ke mana perginya Ayana. Membuat Rey benar-benar frustasi. Ayana seakan hilang ditelan bumi.

"Aya, kamu di mana?" tanya Rey dalam hati.

Dia lalu menangis karena tak berhasil mendapatkan apapun. Rey akhir-akhir ini menjadi cengeng. Dadanya bahkan selalu sesak saat memikirkan Ayana. Dia benar-benar tersiksa.

Sedangkan di lain tempat yang jauh dari keberadaan Rey, ada seorang dokter yang tengah memeriksa keadaan pasien yang habis kehilangan bayinya. Wanita itu tak sadarkan diri semenjak kehilangan sang bayi, wajahnya penuh lecet yang mulai mengering. Juga ada beberapa luka di tangan dan kaki. Dia terlihat tak berdaya dengan banyaknya peralatan medis yang menopang hidupnya.

"Bagaimana, Dok? Apa kondisi pasien mengalaminya peningkatan?" tanya seorang suster.

"Sejauh ini kondisi pasien berangsur membaik, kita hanya tinggal menunggu pasien sadar," ujar dokter tersebut.

"Kalau begitu terimakasih Dok," kata sang suster.

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang