Bab 19

368 24 0
                                    

Minggu siang di rumah Ayana dan Rey sudah membawa kabar baik sekaligus buruk untuknya.

"Apa? Ke Australia?" Ayana nampak kaget saat Rey mengatakan bahwa hari ini mereka akan pergi ke tempat kelahiran calon suaminya itu, "Papi kamu serius ya, soal kita harus ke sana?"

Rey mengangguk, wajahnya nampak ceria sejak tadi. Beda dengan Ayana yang terlihat tak baik-baik saja sejak Rey menyebutkan kata pesawat dalam kalimatnya.

"Kita berangkatnya nanti sore, biar nyampe sana langsung istirahat. Supaya kamu sama Lily gak kecapekan," ungkap Rey.

"Tapi, Rey, aku ... aku gak mau naik pesawat," lirih Ayana.

Mata Ayana seakan menjelaskan kegelisahannya pada Rey, membuat pria itu menarik kedua lengannya untuk digenggam.

"Aya, everything's gonna be fine. Kamu gak perlu mengkhawatirkan hal-hal yang belum tentu terjadi," ucap Rey menenangkan, "Lagipula kamu gak sendiri, ada aku sama Lily. Kalaupun seandainya pesawat kita mengalami masalah ... at least kita masih bersama kan? Gak ada yang di tinggalkan."

Dia mengerti tentang kekhawatiran Ayana yang membuatnya seakan trauma begini, padahal yang kecelakaan mendiang suaminya, tapi Ayana yang terkena dampaknya. Wanita itu trauma.

"You just have to trust me, semuanya bakal baik-baik aja. Hm?"

Rey lalu memegang kedua bahu Ayana, menyuruhnya duduk tegak. "Sekarang tarik napas dalam-dalam," titahnya.

Ayana mulanya bingung tapi lalu tetap menuruti instruksi dari Rey; menghirup napasnya dalam.
"Buang perlahan," lanjut Rey.

Ayana melakukannya berulang-ulang sampai merasa baikan, setelahnya tersenyum pada Rey dan memeluk pria itu. "Thank you," ujarnya tulus.

Rey membalas pelukan Ayana dan memberikan usapan lembut pada punggungnya, memberikan rasa damai dalam jiwa yang bergelora. Degup jantung yang berirama kencang, layaknya alunan musik dalam telinga.

"You're most welcome, honey."

***

Melbourne airport.

Jam sembilan malam di sini, Rey dan Ayana beserta Lily telah sampai dengan selamat. Walau tadi ada sedikit kendala, karena Ayana masih terlihat takut untuk naik pesawat.

"Are you okay? Kepalanya masih pusing gak?" tanya Rey saat mereka sudah dalam mobil menuju Toorak, tempat Oma Rey berada.

"He'em, gapapa kok."

Rey tersenyum, lalu menggenggam tangan Ayana yang mendingin karena udara malam. Sementara Lily tadi sempat bertanya padanya apakah sudah sampai? Dan Rey menjawab sudah, dia terlihat sangat semangat. Namun, saat mobil jemputan mereka datang, Lily malah tertidur.

"Masih dua puluh menit di jalan, kalau kamu mau tidur gapapa nanti aku bangunin," kata Rey pada Ayana.

Namun, wanitanya itu malah menggeleng. "Gak ah, pemandangannya indah begini masa aku tidur."

Rey tersenyum, dia makin mengeratkan genggaman tangannya. Ayana sendiri merapatkan tubuhnya pada Rey dengan kepala bersandar di bahunya sembari menikmati keindahan malam di negara Kangguru ini.

"Selamat datang, Tuan."

Sapaan dari para pelayan rumah itu menyambut kedatangan mereka bertiga. Rey menatap sekeliling dan tak menemukan Omanya.

"Where's Oma?" Rey bertanya.

"Beliau sedang beristirahat dan tidak ingin diganggu. Mari kami antar ke kamar, Tuan."

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang