Bab 34

293 16 0
                                    

"Mau langsung pulang ke rumah apa mau ke mana?" tanya Diaz saat mereka sudah selesai makan dan bersiap untuk pulang.

"Gak tahu," jawab Shakila seraya menatap sepatunya.

"Di rumah ada siapa?" tanya Diaz lagi.

"Gak tahu," kata Shakila dengan jawaban yang sama.

Diaz menatap Shakila yang masih menunduk dan kini malah sibuk menginjak-injak daun di bawah.

"Ya udah ikut gue kerja aja," ucap Diaz dan langsung membuat Shakila mendongak.

"Apa?" tanya Shakila untuk memastikan ucap Diaz barusan.

"Ikut gue ke kantor, gapapa kok. Daripada di rumah, gak ngapa-ngapain kan?"

Shakila mengangguk, tapi lalu bertanya, "Emang boleh? Nanti ganggu, gue kan gak ada kepentingan."

"Bokap kita kan partner bisnis, anaknya juga dong," ucap Diaz.

Shakila tertawa kecil, kemudian kaget saat Diaz merangkul pundaknya.

"Ayo," ajak Diaz.

Sampai di sana Shakila tampak takjub melihat gedung kantor Diaz, tinggi sekali sampai leher Shakila pegal karena melihat ke atasnya.
Lalu Diaz mengajak Shakila ke ruangan tempatnya bekerja. Saat hendak memasuki lift beberapa orang menyapa Diaz dan juga Shakila.

"Malu tahu Kak, mereka pasti bingung kenapa aku ada di sini," kata Shakila saat mereka berada di dalam lift dan hanya berdua.

Diaz menoleh. "Gapapa kok, asal lo anteng dan gak buat keributan."

"Apaan sih? Emang aku anak SD," gerutu Shakila dan Diaz tertawa.

***

Hari ini Rey pulang telat, dia melewatkan makan malam bersama keluarga. Sekarang pukul sebelas malam, Ayana masuk ke kamarnya setelah tadi mengecek kamar Lily untuk memastikan bahwa putrinya tidur dengan nyaman dan nyenyak.

Ayana menatap pantulan Rey di cermin. Suaminya itu tersenyum pada Ayana, tapi sayangnya tak dibalas. Ayana hanya diam sambil merapikan meja rias yang sebenarnya sudah rapi.

"Lily udah tidur?" tanya Rey seraya melepas dasi serta jasnya.

Tak ada jawaban dari istrinya itu, membuat Rey akhirnya menghampiri Ayana.

"Sayang?" panggilnya. "Are you okay?"

Saat kedua tangan Rey memegang bahunya, Ayana malah bangkit dan beranjak menuju kasur. Rey berbalik menatap Ayana dengan dahi berkerut, tidak mengerti akan sikap Ayana yang tiba-tiba begini. Tak mau berpikiran negatif, Rey pun menghampiri Ayana yang kini bersiap masuk ke dalam selimut.

"Sayang, aku belum makan. Temenin aku makan ya?" pinta Rey.

"Kenapa? Enggak dikasih makan sama Valya?" ucap Ayana ketus.

Rey menatap bingung. "Kamu ngomong apa sih? Kenapa bawa-bawa Valya?"

Ayana mengurungkan niatnya untuk berbaring dan kini duduk menghadap Rey. "Kamu ke apartemennya dia kan? Sekarang minta dia aja buat nemenin makan."

Rey jelas terkejut, tahu dari mana Ayana soal itu. Apakah Diaz cerita ke istrinya? "Kamu tahu dari Diaz?"

"Oh, Mas Diaz tahu kamu nyamperin dia. Siapa lagi yang tahu, Mami? Papi? Atau Shakila mungkin? Semuanya tahu kecuali aku?" Ayana mengalihkan pandangannya.

Rey terdiam, jika bukan Diaz lalu siapa? "Enggak, kamu jangan emosi dulu Aya, aku bisa jelasin," kata Rey.

"Mau jelasin apa? Kegiatan kamu di apartemen dia?" ujar Ayana. "Aku penasaran lho, sebenernya kalian tuh ada hubungan apa sih? Kenapa pas dia datang ke sini kamu tiba-tiba ngajak pergi? Terus kenapa kamu dateng ke apartemennya dia, Rey? Kamu bilang ada urusan di kantor, tapi malah pergi ke cewek lain."

"Aku gak ngapa-ngapain!" hentak Rey.
"Aku datang ke sana untuk kasih peringatan supaya dia gak ganggu kita, that's all!" jelasnya.

"Aku minta tolong Diaz buat cariin apartemennya dan Mami sama Papi gak tahu apa-apa soal ini. Kamu salah paham, aku gak ngelakuin apa-apa sama dia Aya. Aku udah punya istri sama anak jadi gak mungkin main belakang sama dia." Rey menggenggam kedua tangan Ayana dan menatapnya dengan tatapan tulus.

"Aku gak percaya Rey, aku gak bisa percaya setelah apa yang dia dan kamu bilang," papar Ayana seraya menarik tangannya.

"Apa yang gak kamu percaya? Aku sama dia beneran gak ada apa-apa, kita mungkin sempat dekat tapi itu dulu, saat aku kuliah," ungkap Rey akhirnya.

"Tuhkan, kalian ternyata dekat Rey. Dan sekarang dia datang, kamu mau aku percaya gimana Rey?"

"Aya, kita mungkin pernah dekat, tapi hanya sekedar dekat. Kita berdua gak ada hubungan spesial di masa lalu, Valya hanya teman kampus. Dia aja yang ngaku-ngaku jadi mantan aku, kalau gak percaya kamu bisa tanya ke Mami. Mami tahu siapa aja mantan aku," ucap Rey berusaha meyakinkan Ayana.

"Jadi kamu mau aku bilang ke Mami kalau kamu pergi nemuin Valya di apartemennya?"

"Enggak gitu Aya maksudnya," ucap Rey mencoba sabar.

Sepertinya Valya yang memberitahukan hal ini pada Ayana, dan itu membuat Rey kesal, untuk apa Valya memberitahu istrinya.

"Tahu ah, aku males sama kamu Rey. Kamu udah mulai bohong sama aku, sekalinya bohong akan terus bohong sampai kapanpun." Ayana berujar.

"Kamu makan aja sendiri, aku mau tidur." Dia mendorong Rey akan turun dari kasur, lantas tidur membelakangi suaminya.

"Aku gak bermaksud untuk bohongin kamu Aya. Aku cuma nunggu waktu yang pas buat cerita," ungkap Rey dan tak mendapat respon dari Aya.

Rey pun memilih pergi, dan membiarkan Ayana sendiri dulu. Rey memang bermaksud untuk membicarakan ini dengan istrinya, soal hubungannya dengan Valya dulu. Namun, menunggu waktu yang tepat.
Sekarang, Ayana marah karena Rey pergi ke apartemen Valya apa kabar jikalau Rey ceritakan semuanya tentang dia dan Valya? Bisa-bisa Ayana membencinya. Hanya memikirkannya saja membuat kepala Rey serasa mau pecah, bagaimana kalau terjadi.

***

Sarapan pagi ini nampak hening sekali. Hanya terdengar suara dentingan sendok yang beradu pada piring. Nasi goreng yang harusnya terasa lezat di lidah kali ini berasa hambar bagi Rey, apalagi saat melihat Ayana yang sepertinya masih marah.
Sedari tadi Rey terus mencuri pandang ke istrinya itu. Dia jadi gelisah sendiri.

"Rey, dimakan nasi gorengnya. Jangan diaduk-aduk aja," tegur Melinda yang sedari tadi memperhatikan putranya.

"Aku gak laper, Mi. Mau berangkat aja," ujarnya seraya mendorong kursi ke belakang.

Rey mengusap kepala Lily dan pamit pada gadis kecilnya itu seraya mendaratkan kecupan di pipi. Sementara Ayana? "Aya, aku berangkat dulu, ya," ucapnya sambil mengusapkan lengannya pada bahu sang istri.

Shakila yang melihat itu merasa aneh sepertinya mereka sedang bertengkar. Pasalnya, Ayana tak menyusul Rey untuk mengantar pergi. Padahal tiap pagi selalu begitu, Shakila sampai bosan melihatnya.

"Kila, kamu kemarin ke mana? Kok Mami pulang kamu malah gak ada?" tanya Melinda mengalihkan pandangan Shakila.

"Jalan Mi, males di rumah terus," sahut Shakila seraya menatap ke arah Ayana.

Yang ditatap nampak biasa saja, Ayana sedang tak ingin mempermasalahkan sikap Shakila yang buruk padanya karena jelas-jelas Shakila memang tidak suka pada Ayana.

Ayana akan bersikap maklum, sampai kapanpun Shakila akan terus begitu. Sekarang pikirannya sedang berkecamuk karena memikirkan Rey dan Valya yang membuat pening kepala.

"Ke mana? Kamu giliran Mami ajak malah gak mau, tapi bilangnya males di rumah." Melinda membalas.

"Mami ngajak ke charity event kok, males aku, pasti isinya ibu-ibu semua." Shakila menyelesaikan makannya.

"Udah ah, aku kenyang," ujarnya seraya itu bangkit meninggalkan meja makan.

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang