Bab 17

385 24 0
                                    

Rey baru pulang ke rumah pukul sepuluh malam, wajahnya nampak kusut karena Ayana menjauhinya. Saat melewati ruang keluarga, ada Melinda juga Reno di sana, namun Rey tetap berjalan tanpa berniat menyapa.

"Rey, Mami mau ngomong," panggil Melinda saat Rey berlalu di hadapannya.

"Aku capek Mi, mau istirahat," tolak Rey seraya tetap melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga.

Sampai akhirnya suara Reno terdengar. "Rey, duduk bentar apa salahnya."

Rey terpaksa menurut, dia berbalik dan melangkahkan kakinya menuju Melinda dan Reno yang tengah menatapnya dengan tatapan berbagai makna. Namun, Rey terlihat acuh.

"Mami, gak mau basa-basi," kata Melinda saat Rey sudah duduk di depannya, "Mami mengakui kalau Ayana gak pantes buat kamu."

"Mami, please ...."

"Mami belum selesai!"

Rey mendecak. Punggungnya ia sandarkan ke kepala sofa dengan wajah datar.

"Kita bahkan gak tahu asal-usul keluarganya dia, kita gak bisa dong persilahkan dia masuk ke keluarga kita begitu aja," ujar Melinda.

"That's why aku pengen nikah sama dia, Mi. I'm wanna be her family," balas Rey keras kepala.

"Dia udah punya anak, Rey! Mami gak lahirin kamu untuk nikah sama perempuan kayak dia," protes Melinda.

"Enough, Mi. Mami sama Shakila terlalu merendahkan Ayana, lagian apa salahnya sih kalau dia udah punya anak? Bukannya Mami bilang pengen cepet punya menantu dan cucu? Aku udah dapetin dua-duanya, kan?" kekeuh Rey.

"Mami mau cucu kandung!"

Rey kembali mendecak, dia terlihat pusing sendiri. Sementara Reno sedari tadi hanya diam mendengarkan perdebatan antara ibu dan anak itu.

"Terserah, Mami. Aku bakal tetep nikah sama Ayana dengan atau tanpa restu, Mami," kata Rey seraya bangkit dari duduknya. Meninggalkan obrolan yang makin lama makin membuat Rey kesal.

"Rey! Kamu mau ngelawan Mami cuma karena cewek itu?" Melinda sampai berdiri dari duduknya. Dia terlihat marah.

Rey menghela napasnya sambil lalu berbalik. "Selama ini aku udah nurutin apa kata kalian ... sekarang apa gak boleh aku buat keputusan sendiri?" pungkasnya.

Anak sulungnya itu pergi meninggalkan Melinda yang dibuat pusing karenanya.

"Pi! Lihat tuh anaknya, nyebelin banget deh," adu Melinda pada sang suami.

"Ya, mau gimana, Mi? Kamu kayak gak tahu Rey aja. Inget waktu dulu dia minta main salju padahal lagi summer? Hampir dirawat di rumah sakit, untung aja papinya banyak uang." Reno mengingatkan.

"Tapi, kan kasusnya beda sama yang ini, Pi. Rey minta nikah sama perempuan yang udah pernah berkeluarga dan dan bahkan punya anak," kata Melinda. "Masa anak kita di kasih bekasan sih!"

"Jangan ngomong gitu dong, Mi. Belum tentu juga anak kita baik. Lagian kita gak tahu di luaran Rey itu seperti apa," tegur Reno seraya bangkit dari duduknya.

"Tapi kan, Pi—"

"Udah ah, gak ada tapi-tapi. Lagian mereka harus ke Aussie kan? We'll see aja," ucap Reno.

Reno lalu pergi ke kamarnya karena mengantuk, meninggalkan Melinda yang masih mencak-mencak sendiri. Macam anak kecil.

***

Pagi harinya di kediaman Reid; suasana di meja makan nampak sangat hening, karena tidak ada pembicaraan. Semuanya diam.
Reno dan Melinda diam dan hanya bicara lewat tatapan mata mengenai kedua anaknya; karena Rey dan Shakila sedang terlibat perang dingin.
Tapi, karena Melinda tak suka suasana seperti ini, dia pun buka suara. Katanya, "Rey, hotel di Kalimantan itu gimana? Ada kendala gak?"

Rey yang sedang mengunyah roti lapisnya menoleh. "Everything is fine, Mom, there's nothing to worry about," jawabnya.

Melinda tersenyum, kemudian menatap ke arah putrinya. "Kamu gimana, Kila? Hari ini ada agenda apa?" tanya Melinda.

Shakila yang sedang mengoleskan selai blueberry ke rotinya mendesis bagaikan ular. "Gak salah nanya ke aku?" ujarnya.

"Kenapa?" tanya Reno.

Shakila menoleh. "Aku pengangguran kali, Pi, emang punya agenda apa," kata Shakila terdengar menyindir.

Rey yang mendengarnya menatap sebentar ke arah Shakila melalui ekor matanya; sang adik memang kadang memiliki mulut yang tajam dan pedas.

Sedangkan Melinda yang berkepribadian netral namun agak kekanakan nampak tersenyum. "Ya ... kan siapa tahu kamu mau ketemu sama temen kuliah, atau jalan-jalan ke mana gitu. Kemarin kamu main sama Diaz kan?"

Shakila menghentikan kegiatan mengoles selainya saat Melinda menyebut nama Diaz.

"Ngapain main sama Diaz?" tanya Reno penasaran, dia terlihat sangat menikmati roti lapis yang Melinda buat.

"Gak tahu itu, kemarin soalnya diantar sama Diaz, Pi, pulangnya." Melinda menyahut.

"Ngapain kek, Papi kepo banget," cetus Shakila.

Reno langsung menatap Shakila dengan ekspresi teraniaya. "Gitu banget kamu sama Papi," ujarnya.

"Kan siapa tahu gitu, Papi sama Azriel mau besanan," imbuh Reno sambil tersenyum menggoda putrinya.

Shakila langsung melotot. "Apaan sih, Pi. Lagian Kak Diaz udah punya pacar kali," sewot Shakila.

"Masih pacar kok, belum terikat." Melinda menyambar.

Sementara ketiga orang itu asik bicara, Rey malah melamun memikirkan Ayana. Bagaimana keadaan wanita itu dan juga putrinya. Rey rindu sekali bercanda gurau dengan Lily.

Tapi sayangnya, Ayana tak ingin Rey mendekatinya. Berkali-kali ia diusir saat hendak bertemu Lily.
"I miss you," gumam Rey spontan yang ternyata didengar oleh kedua orangtuanya serta Shakila.

"Kangen sama siapa, Sayang?" tanya Melinda.

Rey mengedipkan matanya lantas menoleh menatap Melinda. "Calon menantu Mami yang kemarin disiram air," jawab Rey sarkastik.

Membuat Shakila langsung menurunkan pandangannya ke roti yang ia pegang. Melinda pun jadi diam, apalagi Reno. Dan karena Rey merasa tidak tahan lagi, dia pun pergi meninggalkan meja makan tanpa mengatakan sepatah katapun. Selang berapa detik Shakila pun beranjak dari sana menuju kamarnya.

"Lihat tuh, Pi, anak-anaknya," kata Melinda.

"Nanti juga akur lagi, Mi," sahut Reno.

Melinda cemberut. "Kayaknya mereka bakal lama marahan gini. Kecuali salah satu dari mereka mau ngalah."

Reno terdiam, dia jadi memikirkan putranya yang pasti sangat menderita. Sebenarnya Reno tak masalah Rey ingin menikah dengan siapapun; jikalau sudah mendapatkan restu dari Oma maka menikahlah mereka. Sayangnya, Melinda dan Shakila terlihat ragu untuk memberikan restu. Apalagi Shakila terang-terangan menolak Ayana.

"Ya udah kita nikahkan mereka aja Mi, kasihan juga Rey, dia jadi gak fokus kerja. Kebanyakan melamun," ucap Reno.

"Seriously, Pi? Ayana cocok buat jadi istri Rey," kata Melinda.

"Gak cocok kenapa sih, Mi? Anak kita udah klop gitu sama dia, Mami tahu sendiri kan ... Rey itu suka banget sama anak kecil dan dia kelihatan deket banget sama Lily."

"Dia janda, Papi," jelas Melinda.

Reno nampak meminum tehnya lantas berkata, "Sudah jadi takdirnya Rey dapat istri janda, Mi. Terima aja, yang penting anak kita bahagia. Papi ada projek besar lho, kalau Rey gak fokus gini bisa kacau."

Melinda menoleh. "Biasanya Rey gak gitu kok, dia tetep profesional," komentarnya.

Reno tersenyum mendengarnya. "Ya karena Rey cinta sama Ayana, Mi."

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang