Bab 26

350 19 0
                                    

Orang-orang di rumah sedang berkumpul di ruang keluarga, dan merasa terkejut saat melihat Shakila berlari menuju tangga tanpa mengucapkan apapun.

Melinda yang melihatnya bingung, dan mencoba memanggil putrinya tapi tak mendapat respon. Shakila tetap berlari menuju kamarnya.

"Kenapa lagi anak itu?" komentar Oma Rain.

Reno inisiatif menyusul Shakila dan bertanya ada apa gerangan, namun suara Diaz membuatnya urung.

"Shakila udah pulang belum?" tanya Diaz dengan napas memburu.

"Kenapa lo? Kayak abis lari," sahut Rey.

"Gapapa," ujarnya. "Shakila udah pulang kan?"

"Iya udah, tadi dia lari ke kamarnya."

Melinda menjawab. "Memangnya ada apa sih? Kenapa kalian lari-larian?"

"Gapapa Tante, cuma ada sedikit kesalahpahaman aja," jawab Diaz.

Mendengarnya membuat Rey tertawa. "Salah paham? Kayak orang pacaran aja," ujarnya.

Diaz langsung memberikan tatapan musuh, lantas ia pamit kepada semuanya dan beranjak menuju kamar Shakila.

"Mereka kenapa sih? Bukannya tadi pergi berdua ya?" kata Oma Rain.

"Pergi ke mana?" tanya Melinda.

"Gak tahu, tadi Diaz pinjam mobil Mommy kan."

"Mereka pacaran?" tebak Melinda.

Rey dan Ayana saling pandang; yang mereka tahu, pacar Diaz adalah Kinan.

"Enggak Mi, Diaz punya pacar kok," jawab Rey.

"Oh ya? Sejak kapan punya pacar?" timpal Oma Rain penasaran.

Rey menggeleng. "Enggak tahu."

"Oma pikir Diaz pacaran dengan Shakila, mereka kelihatan cocok," kata Oma Rain.

Reno yang mendengarnya langsung menyahut, "Diaz mana mungkin suka sama Shakila, mereka kan udah kenal lama. Cocoknya jadi temen."

"Kenapa gak mau? Shakila baik kok, walau anaknya keras kepala. Diaz juga kelihatannya dewasa banget, bisa tuh bimbing Shakila biar jadi anak penurut ...," tutur Oma Rain.
"..., lagian bagus malah kalau mereka udah kenal lama, itu artinya udah kenal satu sama lain; baik buruknya." Oma Rain masih berlanjut.

Sedangkan Ayana dan Rey hanya diam mendengarkan obrolan orang tua di depannya sambil bermain dengan Lily. Walaupun Ayana sedikit kepikiran dengan ucapan Oma Rain, dia baru mengenal Rey dan belum tahu buruknya pria itu.

Sementara mereka mengobrol, di atas Diaz nampak seperti patung terus berdiri di depan pintu kamar Shakila. Diaz terus memanggil nama Shakila dan mengetuk pintunya tapi tak kunjung dibuka.

Dia khawatir, Shakila akan benar-benar marah padanya. Karena kalau Shakila sudah marah, akan sulit untuk dibujuk; menyogoknya dengan makanan saat tengah marah tak akan mempan.

Menyerah. Itu kata yang cocok untuk menggambarkan Diaz sekarang ini. Karena takut diledek oleh Rey, Diaz memutuskan untuk menyerah dan tak mau mengganggu Shakila dulu. Meskipun besok mereka akan berpisah, tapi semoga cepat bertemu di Indonesia.

Diaz tidak suka bertengkar hanya karena hal sepele. Apalagi bertengkar dengan Shakila yang notabene adalah perempuan.

***

Keesokan harinya Diaz benar-benar pulang. Dia pulang pagi-pagi sekali dengan alasan ada meeting yang harus ia hadiri; padahal alasannya adalah Shakila.

Beberapa hari kemudian giliran orang tua Rey serta Shakila yang pulang, sementara Rey dan Ayana masih betah bersama Oma; juga karena Oma yang menahan untuk pulang. Rey pikir tak masalah, toh dia sudah lama tak bertemu dengan sang Oma. Tapi sayangnya, baru saja sehari setelah orangtuanya pulang, Rey mendadak punya urusan penting dan harus segera pulang.

Pagi-pagi sekali juga mereka pulang, sengaja Rey mengambil jam keberangkatan pagi karena urusannya sangat penting. Oma Rain pun tak bisa memaksa, beliau mengantar kepergian Rey serta anak dan istrinya.

"Hati-hati di jalan, kalau ada waktu main lagi ke sini, ya?" Oma berkata.

"Pasti Oma," kata Ayana. "Oma juga baik-baik di sini."

Oma Rain tersenyum kemudian memeluk Ayana, setelahnya beralih menatap Lily dan mencubit gemas pipinya. Lily tersenyum lantas memajukan bibirnya untuk mengecup pipi Oma. Hal itu membuat hati Oma meleleh.

"Aduh, Oma pasti kangen deh sama kamu," ujarnya.

"Dadah, Oma!" seru Lily sambil memberikan flying kiss pada Oma. Gadis kecil itu berada digendongan Ayana sekarang.

"Dah, Sayang!"

"Oma kita pergi, ya. Take care of yourself, nanti aku ke sini lagi kalau ada waktu luang." Rey berujar, sambil lalu memberi pelukan pada Oma Rain.

Dalam pelukannya Oma berkata, "Jaga anak dan istri kamu, Oma doakan yang terbaik buat kalian."

"Makasih, Oma. I love you," balas Rey dengan penuh kasih.

"Love you too, Grandson!"

Rey dan Ayana pun masuk ke mobil yang akan mengantarkan mereka ke bandara. Sebenarnya, Rey ditawari untuk honeymoon ke Paris oleh Oma. Tapi, pria itu menolak dengan alasan tak bisa meninggalkan Lily sendirian di rumah. Apalagi mengingat adiknya yang tak menyukai Lily, bikin Rey khawatir. Dia tidak mau ambil resiko.
Toh, Rey tak perlu melakukannya jauh-jauh ke Paris kan. Di rumah pun bisa. Lagipula untuk saat ini Rey tengah fokus pada sesuatu.

***

"Kamu sama Lily istirahat aja, ya, aku mau pergi bentar," ucap Rey sebelum pergi.

Ayana yang sedang mencopot kedua sepatu Lily langsung menoleh. "Kamu sendiri gak mau istirahat dulu? Kita baru sampai lho, Lily malah udah tepar. Kamu gak capek memangnya?" tutur Ayana panjang lebar.

Rey yang sedang mencari kunci mobilnya berbalik sebentar seraya berkata, "Aku ada perlu, Sayang. Sebentar aja kok, kita udah janjian lama soalnya."

"Janjian sama siapa?" Ayana bertanya, dari nadanya nampak curiga. Rey jadi tak fokus mencari kunci mobilnya, dia pun menghampiri Ayana dan duduk di sebelahnya.

"With someone and I can't tell you, it's secret sampai seenggaknya udah benar-benar beres," tutur Rey

Tapi Ayana merenggut, tidak suka jika Rey menyimpan rahasia darinya. Apalagi gerak-geriknya mencurigakan, seperti mau bertemu mantan.

"Mau ke mana?" tanya Ayana sekali lagi.

"Rahasia, Sayang. Aku gak bisa bilang nanti gak surprise." Rey berkata dengan kekehannya.

Sementara Ayana malah menggeleng. "Aku gak suka kejutan, kamu mau ke mana sih?" tanyanya sedikit menekan.

Rey jadi bingung sendiri, harus memberitahu Ayana atau tidak. Dia nampak berpikir sangat lama sampai membuat Ayana kesal sendiri.

"Ya udah sana, aku mau tidur," ujar Ayana, dia menarik selimut dan langsung tidur membelakangi Rey. Sepertinya merajuk.

Rey nampak serba salah, tapi kemudian kembali mencari kunci mobil yang ternyata tertindih di laci. Setelahnya pria itu menghampiri Ayana dan memberikan kecupan di pelipis.

"Aku pergi dulu, ya? Sebentar aja kok, promise!" Rey pun pergi sesudah mengatakan itu.

***

Sementara itu di Bandara Soekarno-Hatta, banyak orang yang baru saja tiba. Namun, yang paling menyorot adalah wanita dengan kulit putih dan rambut pirang tengah menyeret koper berwarna biru langit.
Riasan wajahnya biasa saja, namun dengan wajah koreanya itu terlihat sangat rupawan. Membuatnya jadi sorotan karena dikira artis, apalagi bajunya nampak terbuka.

"Lama banget sih!" gerutunya pada seorang supir berseragam hitam.

"Maaf, Nona, jalanan sedang macet," akunya.

"Alesan!" hentaknya, "Cepet bawain kopernya, di sini panas tahu."

Kacamata hitam yang sedari tadi dipegangnya ia pasang, merasa sebal karena semua orang masih memperhatikannya.

"Cih!"

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang