Bab 20

483 23 0
                                    

"Kak, lusa ada acara keluarga di rumah. Kakak mau datang mungkin?" ucap Kinan seraya memilin sedotan di gelasnya.

"Lusa?" tanya Diaz seraya membenarkan duduknya.

"Iya." Kinan menganggukkan kepalanya.

"I would love to join with you, tapi lusa aku ada janji sama klien, gapapa kan?" ungkap Diaz, yang seketika membuat raut wajah Kinan berbeda.

"Oh, iya, gapapa kok. Aku juga gak maksa, cuma tanya aja siapa tahu mau ikut, hehehe." Kinan nampak merapikan rambutnya.

Sebenarnya ibu Kinan memintanya untuk mengajak Diaz ke rumah, karena sedari awal mereka berpacaran, Diaz belum pernah bertemu dengan orangtuanya. Sekarang kesempatan itu ada, tapi Diaz menolak.

"Maybe next time," ucap Diaz dengan senyumnya.

Kinan sebenarnya kecewa, tapi dia pun tak bisa berbuat apa-apa. Walaupun banyak prasangka buruk yang terlintas di kepalanya; tapi Kinan berusaha menampiknya.
Saat akan bicara, ponsel Diaz berbunyi. Kinan pun mengurungkan niatnya, apalagi saat raut wajah Diaz berubah. Pria itu seperti sedang khawatir?

"Oke, gue ke sana sekarang."

Setelah sambungan telepon terputus, Diaz lalu menatap Kinan seraya merogoh kantong untuk mengambil dompet.

"Kinan, maaf ya aku tinggal. Ada urusan mendadak, ini biar aku yang bayar." Diaz menerangkan.

"Oh, iya Kak. Aku juga mau balik lagi ke toko, Kakak pergi aja."

"Ya udah aku antar," ucap Diaz.

"Gak usah gapapa, aku mau mampir dulu soalnya. Kakak buru-buru kan?"

Diaz menatap jam di tangannya lalu beralih pada Kinan. "Ya udah, kalau gitu aku duluan ya. Bye Kinan."

Kinan hanya bisa tersenyum menanggapinya, setelah itu Diaz benar-benar pergi meninggalkan kegundahan di hati Kinan.

***

Rey sedang bermain di taman bersama Lily, di sana ada banyak bunga dengan berbagai jenis dan berwarna-warni.

"Lily," panggil Rey.

"He‘em?" Lily menoleh sebentar pada Rey lalu kembali fokus pada bunga di depannya.

"Lily mau punya ayah lagi gak?" tanyanya pada Lily.

Lily tak menjawab, dia diam sambil menatap Rey. "Mang bica?" tanyanya kemudian.

Rey tertawa, pertanyaan Lily bersifat serius tapi terdengar lucu baginya. Dia lalu mengangkat Lily dan menaruhnya dipangkuan.

"Kalau Om jadi Ayah Lily mau gak?"
Gadis kecil itu menatap Rey dengan polos, tapi lantas mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian turun dari pangkuan Rey karena melihat kupu-kupu.

"Ada puku-puku!" tunjuk Lily ke atas.

Lily bertepuk tangan, nampak sangat senang saat melihat hewan bersayap itu. Rey yang belum selesai bicara dengan Lily kembali mengajaknya ngobrol.

"Kalau nanti Mama nikah sama Om gapapa, ya? Lily ngijinin kan?"

"Mang nitah tu apa?" tanya Lily polos. Meskipun tengah mengejar kupu-kupu Lily tetap mendengarkan Rey.

Sementara itu Rey meringis, dia lalu berpikir untuk mencari jawaban seperti apa yang akan diberikan pada Lily. "Mmm ... menikah itu ...," Rey menggantung kalimatnya karena bingung sendiri.

Sampai akhirnya Ayana datang dan menyahut, "Ngomongin apa?"

Lily langsung menghampiri Ayana seraya berkata, "Ntu Mum, nitah!"

Ayana melotot, sementara Rey nampak menyengir dengan tampang tak berdosa.

"Lily masih kecil, belum boleh ngomong nikah-nikahan. Main boneka aja, ya?"

Ayana lalu mengambil boneka yang tergeletak di rumput dan memberikannya pada Lily. Untungnya Lily tak banyak bertanya dan dengan senang hati menerima boneka kelinci yang ia bawa dari Indonesia itu.
Sementara anaknya pergi bermain, Ayana menghampiri Rey dan memarahinya.

"Rey, jangan ngomong yang enggak-enggak ke Lily. Dia masih anak-anak!" omel Ayana.

"Enggak, Aya. Aku gak ngomong apa-apa kok, suer deh!" katanya membela diri.

"Terus tadi apa? Kok ngomong nikah segala?"

"Tadi aku lagi ngobrol aja sama Lily, minta ijin ke dia boleh gak nikah sama kamu. Demi deh, aku gak ngomong macem-macem," jelasnya.

Mendengar perkataan Rey barusan sedikit mengurangi kekesalan Ayana. Tatapannya meluluh. "Kamu gak perlu ijin ke Lily, kan nikahnya sama aku," kata Ayana seraya membenarkan duduknya. Lesehan di atas rumput hijau dekat Rey.

"Tapi, aku tetep perlu persetujuan dia kan? Aku mau dia juga nerima aku," tuturnya.

Ayana tersenyum tipis, lalu berkata, "Tanpa kamu ijin sama Lily pun pasti dia bakal setuju, selain karena dia masih kecil dan ngerti apa-apa ... Lily emang udah kangen banget sama sosok ayah."

"Dulu dia sempet nanya, Ayah aku ke mana sih? Kok gak ada?" Ayana bercerita, "Terus aku jawab udah gak ada, Lily cuma punya Mama. Dia keliatan sedih tapi abis itu seneng lagi dan meluk aku."

Rey meresponnya dengan senyuman, tangan dia beralih menggenggam tangan Ayana. "Sekarang ada aku. Kamu ataupun Lily gak perlu khawatir lagi," ujarnya.

Bibir Ayana membentuk bulan sabit, baru dia akan memeluk Rey tiba-tiba namanya dipanggil oleh pelayan Aishe. Katanya, "Nyonya Rain, memanggil anda."

***

Ayana masuk ke kamar Oma Rain diantar pelayan Aishe, sepertinya dia pelayan yang bertugas merawat Oma Rain.

"Oma, ada apa?" tanya Ayana sembari menatap ke lantai yang terlihat berantakan.

"Oma kebelet pipis tadi, tapi gak tahan karena kakinya susah jalan dan malah nyenggol vas. Akhirnya ngompol deh," jelas Oma Rain.
Dia berdiri dipinggir kasur dengan kaki terbuka, tongkatnya berada di tangan kanan untuk menyangga sang kaki.

Ayana lalu menghampiri Oma dan bertanya, "Tapi, Oma gapapa, kan?"
Oma Rain mengangguk lalu membalas, "Kamu bisa bersihkan ini?"

Ayana menatap cairan yang ada di lantai beserta pecahan vas bunga yang berantakan. "Iya, Oma, nanti aku bersihkan." ucapnya dengan senyuman.

"Oma mau aku bantu ganti baju?" imbuh Ayana.

Oma Rain awalnya diam, tak percaya jika wanita di depannya ini menerima perintahnya dengan tanpa beban. Bahkan Ayana tersenyum?

"Gak usah, Aishe yang bantu."

"Oh, ya udah Oma. Kalau gitu aku ambil alat pel dulu ya," kata Ayana seraya berlalu dari kamar Oma Rain.

Sementara Oma Rain berganti baju, Ayana membersihkan lantainya dengan kain pel, karena pelayan Selin menyuruhnya menggunakan itu. Ayana tak banyak protes, walaupun itu artinya Ayana akan menyentuh langsung cairan tadi.

Dia terlihat biasa saja dan tidak merasa jijik. Ayana melakukannya dengan telaten. Lalu, setelah semuanya beres, Ayana kembali ke belakang untuk mengganti air pel-an sekalian membuang pecahan vas tadi. Saat sedang mengepel, Oma Rain keluar dan di depan kamar terdapat Rey yang sedang menggendong Lily.

"Oma, Ayana kok—"

"Kenapa? Gak boleh? Dia kan calon istri kamu, harus baik sama Oma," kata Oma Rain memotong. Beliau lalu mengajak Rey keluar supaya tidak mengganggu Ayana.

Rey merasa serba salah jadinya; di satu sisi ada Ayana yang amat dia cintai, tapi di sisi lain ada Oma Rain yang amat dia sayangi. Kenapa dua perempuan ini membuatnya bingung sih.

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang