Bab 37

257 16 0
                                    

"Pake sepatunya, Sayang." Rey bicara pada Lily.

Gadis kecil itu menunduk untuk memasangkan sepatu dengan aksesoris kelinci di atasnya. Namun, agaknya Lily kesusahan.

"Bisa nggak, Sayang?" tanya Rey dengan senyumnya.

"Bica!"

Lily nampak berjuang memasukkan kakinya ke dalam sepatu yang terlihat imut itu. Rey sendiri hanya memperhatikan, membiarkan Lily belajar memakai sepatunya dan berhasil.

"Yay! Pinter anak Papa. Sini Papa gendong." Rey memuji putrinya.

Lily merentangkan tangan mungilnya lantas digendong Rey, dari atas Ayana nampak tersenyum.

"Hati-hati, Sayang," peringat Rey karena tak ingin Ayana sampai tergelincir. Apalagi perut Ayana sudah mulai membuncit.

Akhir-akhir ini pun Rey mendadak jadi bawel, melarangnya ini dan itu. Ayana sebal sekaligus gemas padanya.

"Mau berangkat sekarang?" tanya Ayana.

"Iya, Sayang, yang lain udah duluan."

"Ya udah ayo, sini Lily aku gendong." Ayana meminta, tapi Rey melarangnya.

"Jangan, Sayang, Lily kan berat. Nanti kamu capek," ujarnya.

Ayana pun hanya menurut, mereka lalu pergi. Ini hari Minggu dan Melinda mengajak mereka semua untuk ke Gereja. Berdoa untuk kehamilan Ayana. Rey tentu senang saat melihat maminya perhatian pada Ayana.

Sampai sana mereka berkumpul, Reno juga turut serta dan di sampingnya ada Shakila. Ayana sempat tersenyum ke arah adik iparnya itu, tapi tak dibalas. Shakila malah asik main ponsel.

Lalu saat mereka selesai, semuanya nampak berpencar ke mobil masing-masing. Namun, Ayana merasa ada yang kurang.
"Lily mana?" tanyanya pada Rey.

"Lily sama Mami tadi," sahut Rey seraya menunjuk Melinda, tapi tak menemukan putrinya itu.

Dada Ayana langsung berdebar, dia bertanya pada Melinda. "Mi, Lily mana?"

"Loh, bukannya sama kamu?"
"Enggak, kata Rey sama Mami."

Melinda menatap Rey dan tak menemukan Lily, mereka semua terlihat panik; terlebih Ayana.

"Tadi Lily bilang mau ke Papa, makanya Mami lepas."

Wajah Ayana nampak pias, dadanya berdebar hebat. Lalu teriak, "LILY!"

***

Di apartemen Valya gadis itu nampak tersenyum senang menatap layar ponsel. Sebuah foto menunjukkan sosok gadis kecil yang polos.

"Ini balasannya kalau lo gak ngikutin perintah gue, Aya."

Valya lalu menekan tombol hijau dan layar ponselnya langsung berubah menjadi sebuah panggilan. Valya bicara pada orang diseberang sana. "Kalian tunggu perintah saya selanjutnya," ujarnya

Lalu Valya mematikan sambungan telponnya dan memanggil nomor lain.

"H ... halo?"

"Nyari Lily, ya?" Valya bertanya dengan seringainya.

"Va ... valya?" Itu Ayana, suaranya nampak berat dan terisak. Valya senang jika Ayana menderita.
"Lily sama kamu?" tanyanya.

"Kalau iya kenapa, kalau enggak kenapa?" jawab Valya nampak main-main.

"Valya ... aku mohon jangan sakitin Lily, dia gak salah apa-apa. Aku mohon," pinta Ayana terdengar memohon.

"Hmm ... kalau gue nolak lo mau apa?" Valya kembali menyeringai.

Babalik | Revisi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang