Part 44

4.5K 282 14
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ya

Karena satu vote dari kalian itu sangat berharga bagi aku.

Happy reading

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Ya Allah pusing banget..." Keluh Aira yang baru keluar dari kamar mandi.

Perempuan yang masih mengenakan mukena itu memijat pelipisnya pelan saat rasa pusing begitu mendera kepalanya. Dengan tangannya yang tak henti mengusap perutnya, perempuan itu perlahan merebahkan diri di kasur, memejamkan matanya sejenak guna mengistirahatkan tubuhnya.

"Sabar ya dek, sebentar lagi ayah pulang kok." Ucap Aira yang terus saja mengusap perutnya.

Usai sholat isya atau lebih tepatnya saat tengah membaca Al-Qur'an tadi, Aira tiba-tiba saja merasa mual dan sudah terhitung 5 kali perempuan itu bolak-balik kamar mandi.

Tubuhnya terasa lemas sekali. Dan di saat seperti ini, Aira sangat membutuhkan kehadiran suaminya itu. Dia ingin Azka lekas mengusap perutnya seperti biasa ketika ia sedang mual. Karena hal itu bisa memberikan efek yang besar terhadap rasa mualnya. Namun sayang, sampai kini Azka masih belum pulang juga dari Masjid.

Setelah di rasa mualnya sedikit mereda, dengan susah payah Aira bangkit dari berbaringnya. Lalu mengambil Al-Qur'an kecil di atas nakas yang merupakan hadiah dari almarhumah bundanya.

Di usapnya Al-Qur'an peninggalan bundanya itu, sontak saja wajah Aira berubah sendu. Kepingan-kepingan kenangan tanpa diminta hadir di kepalanya. Kenangan indah dirinya bersama kedua orangtuanya dulu, kenangan dimana Ayah dan Bundanya yang sangat sabar mengajari Aira dalam mengaji. Tanpa pernah sedikitpun bermain tangan dengan Aira, yang dulunya banyak sekali tingkah dan alasan ketika di ajak mengaji.

Beribu-ribu terimakasih Aira ucapkan kepada kedua orangtuanya juga Allah yang sudah menghadirkan dirinya di tengah-tengah Ayah dan bundanya. Aira beruntung memiliki kedua orangtua seperti mereka yang selalu menanamkan segala nilai kebaikan padanya sejak kecil. Walau dulu ia terkadang mengabaikan, mengerjakan dengan malas-malasan, dan menunda-nunda apa yang di perintahkan oleh kedua orang tuanya.

Hingga Aira mulai sadar akan nilai-nilai kebaikan yang ditanamkan oleh kedua orangtuanya itu sangatlah bermanfaat dan mampu memberikan ketenangan dan kedamaian di dalam relung hatinya.

Aira berharap, semoga kedua orangtuanya mendapatkan pahala jariah atas apa yang sudah keduanya ajarkan kepada Aira. Termasuk hafalan Al-Qur'an nya ini. Semoga dengan ini bisa membawa ayah dan bundanya menuju surganya Allah nanti.

Jika di bilang rindu, iya, Aira sangat-sangat merindukan mereka. Bukan hari ini saja, melainkan tiada hari tanpa rindu kepada kedua orangtuanya. Ingin sekali rasanya memeluk mereka, tapi Aira sadar tindakan itu tidak bisa ia lakukan lagi.

Dan cara satu-satunya untuk menyalurkan rasa rindunya adalah doa. Hanyalah doa sebagai perantara yang selalu Aira panjatkan kepada sang pencipta di kala rasa rindu itu datang.

Setetes air mata jatuh tepat pada Al-Quran yang Aira usap namun dengan segera ia hapus. Di sana, orang tuanya tidak butuh air matanya melainkan orangtuanya butuh doa darinya.

Setelah hatinya cukup tenang, perlahan Aira membuka Al-Quran surah Al-imran. Menyenderkan tubuhnya di sandaran kasur. Perlahan mata Aira terpejam seiring bibirnya mulai bergerak membaca surah yang sudah terekam jelas di otaknya. Suara merdu itu mengalun mengisi kesunyian kamar miliknya dan Azka.

Dalam keadaan seperti ini, Aira masih saja menyempatkan diri untuk murajaah. Walau sesekali di tengah hafalannya ia harus berhenti sejenak tatkala mual yang kembali menyerang juga rasa pusing yang ia rasakan. Alasannya hanya satu, dia tidak ingin ayat suci Al-Qur'an yang sudah susah payah ia hafal akan menghilang begitu saja dalam ingatannya. Sungguh itu akan membuat Aira sedih nantinya.

AZKAIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang