Jam 00.04
Bulan bangun dari tidurnya, sebelum beranjak dari ranjang, Bulan melirik sekilas ke arah Langit yang berbaring disampingnya.
Yah, mereka berdua memang tidur sekamar, dan Langit tidak mempermasalahkan jika tidur seranjang. Tidak seperti cerita novel lainnya yang menikah tanpa cinta lalu tidur terpisah.
Toh, Langit juga tidak akan macam-macam dengan Bulan.
Saat Bulan hendak bangkit guna menuju dapur untuk minum, tiba-tiba tangannya ditahan oleh Langit. Bulan menoleh dengan alis yang bertautan.
"Lia!" gumam Langit yang ternyata ia sedang mengigau.
Bulan yang mendengar suara Langit yang bergetar seakan ikut merasakan apa yang Langit rasakan saat ini. Bulan lalu duduk kembali dan sedikit mendekat ke arah Langit. Bulan pun mengusap kepala Langit sayang.
Tak tahu, apa dia menyukai Langit atau tidak. Tapi untuk saat ini, Bulan bisa mengatakan kalau dia nyaman walaupun belum pernah menghabiskan waktu untuk berbicara cukup lama dengan Langit.
Bulan terus saja mengusap kepala Langit, namun, tiba-tiba Langit malah membuka matanya. Ia akui usapan dikepalnya ini benar-benar terasa nyaman. Langit pun mendongak mendapat Bulan yang sedang duduk dengan tangan yang masih setia mengusap kepalanya dan juga jangan lupa dengan matanya yang tertutup.
"Lo ngapain?" tanya Langit tiba-tiba yang membuat Bulan langsung menarik tubuhnya menjauh.
Mata yang tadinya terpejam kini terbelalak, jantung Bulan pun berdetak begitu kencang.
"A-aku tadi, c-cuma mau bantu k-kamu," jawab Bulan gelagapan.
"Bantu?"
Bulan hanya menunduk mendapat pertanyaan itu. Tak tahu harus menjawab seperti apa.
"Untuk kejadian tadi, gue maafin. Tapi kedepannya lo tetap ingat batasan," ujar Langit lalu berbalik memunggungi Bulan.
Bulan yang mendengar itu hanya diam, ia lalu memilih keluar karena rasa hausnya yang sedari tadi.
"Mau kemana? Marah? Gak mau tidur lagi?" tanya Langit lagi.
"A-aku cuma mau minum," jawab Bulan lalu pergi begitu saja.
Setelah kepergian Bulan, Langit pun kembali memejamkan mata. Ia masih tak menyadari tadi, bahwa Bulan sempat meneteskan air mata.
....
Disisi lain rumah, Bulan kini tengah meneguk segelas air dengan air mata yang entah kenapa terus mengalir di pipi. Ia juga tak tahu, kenapa hatinya terasa sakit ketika mendengar ucapan Langit tadi."Lia, kenapa kamu harus nitipin Langit ke aku? Dia kan bukan anak kecil lagi," monolog Bulan dengan pandangan luruh kedepan.
"Bulan!"
Bulan terkesiap mendengar suara itu. Ia lalu menoleh kanan kiri dan kemana-mana, namun, tak menemukan orang lain selain dirinya. Suasana sedih Bulan kini berubah menjadi horor. Bulan dengan rasa takut langsung saja berdiri dan pergi meninggalkan dapur. Mulutnya terus berkomat-kamit, berdoa semoga tak ada hal-hal aneh yang buat Bulan takut.
Sesampainya di kamar Bulan langsung buru-buru membaringkan tubuhnya dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Sedangkan Langit kini mengernyit bingung dengan mata tertutup. Pasalnya, Langit mendengar langkah kaki Bulan yang terdengar cepat itu. Perlahan Langit membalikan tubuhnya dan tak mendapatkan Bulan disana.
Setelah beberapa detik akhirnya Langit sadar kalau Bulan berada dalam selimut. Ia lalu ikut masuk ke dalam selimut dan mendapatkan wajah Bulan yang tampak ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Bulan dan Langit
Ficção Adolescente"Mungkin kamu tak akan melirikku walaupun sesaat. Tetapi setidaknya, jangan kamu tunjukkan sesuatu yang membuatku sakit" ~ Bulan Aisyah Willano