Bab 10 ~ mimpi

9 5 0
                                    

Jam istirahat telah tiba, Bulan masih enggan untuk mengangkat wajahnya. Takut jika tiba-tiba ia bertatapan dengan Langit. Tapi, tiba-tiba sebuah tangan kekar menggenggam tangannya, membuat Bulan tersentak.

Bulan menatap tangannya kemudian beralih kepada orangnya. Siapa lagi kalau bukan, Langit. Langit langsung menarik tangan Bulan menuju rooftop. Sedangkan para siswa siswi yang melihat itulah langsung saja bergosip.

Bulan terus saja menundukkan kepalanya, tak mau melihat tatapan-tatapan orang-orang padanya.

Sesampainya di rooftop, Langit langsung melepas genggamannya. Ia lalu menatap Bulan yang terus saja menunduk.

"Lihat gue!" ucap Langit.

Satu detik!

Dua detik!

Bulan masih enggan untuk menatap wajah Langit. Karena setiap melihat Langit, bayangan-bayangan tentang kejadian kemarin berputar dengan jelas diingatan nya, membuat Bulan hampir gila kalau dia mengingat itu.

"Lihat gue!" Suara Langit kali terdengar begit tegas. Langit sengaja merubah nada suaranya, agar Bulan tak terus-terusan menunduk.

Langit tak mau, ketika dia bicara dan lawan bicaranya tak menatap wajahnya. Ia merasa jika dirinya tak dihargai.

"Geu minta maaf soal semalam. Gue bener-bener khilaf," ucap Langit yang membuat Bulan mengangkat pandangannya.

"Tapi hal itu, membuatku rugi," balas Bulan sedikit takut.

"Lalu, gue haru bayar lo berapa?" tanya Langit yang lagi-lagi membuat Bulan tak habis pikir.

Memangnya, Bulan meminta uang untuk membayar kerugiannya semalam. Apa Langit pikir Bulan seperti j@lang? Pertanyaan Langit kali ini, meningkatkan jiwa-jiwa keberanian Bulan.

"Kamu pikir aku j@lang?" Wajah Bulan kali ini benar-benar memerah. Ia tak mau jika dirinya dipandang rendah.

Langit mengernyit bingung. Bukankah Bulan mengatakan jika dia rugi?

"Gue gak ngatain lo j@lang," balas Langit santai.

"Tapi pertanyaan kamu, seakan aku ini rendahan, yang seenaknya di pakai lalu digantikan dengan jumlah uang."

"Aku gak nyalahin kamu tentang kejadian itu ... Tapi sengaja maupun tak sengaja. Perbuatan itu tetap dosa. Yang kamu lakukan terhadapku itu, adalah hal yang seharusnya suami istri lakukan dan Yang kita lakukan itu adalah z!na, DOSA BESAR!!"

"aku pikir kamu paham apa yang aku maksud, Langit," ungkap Bulan dengan napas yang menggebu-gebu.

Bulan langsung saja pergi meninggalkan Langit yang masih terdiam. Memikirkan kesalahan yang ia buat tanpa sengaja itu. Dia tau, itu adalah dosa. Lalu apa yang salah dengan kata maafnya?

Langit pun mengusap wajahnya frustasi dan memilih untuk duduk di kursi yang ada di rooftop tersebut. Menyandarkan tubuh lelahnya sembari menatap awan biru.

"Lia? Gue harus apa? Gue rindu sama lo," gumam Langit sembari menghirup napas dalam.

Mata Langit tiba-tiba terasa berat dan perlahan terpejam.

....

"Langit, kamu sedang apa tidur di rooftop?" Langit membuka matanya kembali dan mendapatkan seorang gadis yang tak lain adalah Lia.

"Lia? Kamu hidup?" tanya Langit dengan perasaan bahagia.

Lia menggeleng dan itu membuat Langit mengernyit bingung. Langit pun hendak menyentuh tangan Lia, namun, Lia dengan cepat mengundurkan langkahnya.

"Nikahi Bulan, kamu telah berbuat hal keji. Jadi, nikahi dia ... nikahi dia, nikahi dia, nikahi dia ...."

Langit terbangun dengan nafas yang terengah-engah. Kata 'nikahi dia' terus saja menggema di telinganya.

Kring!!

Suara bel masuk tiba-tiba berbunyi, membuat Langit mendengus sebal. Padahal Langit belum sempat menenangkan dirinya yang masih terkejut dengan mimpi aneh itu.

....
Sedangkan disisi lain sekolah, Bulan kini sudah berada di tempat duduknya. Matanya terus menatap arah luar kelas lalu beralih ke bangku milik Langit. Apa laki-laki itu tak akan masuk jam ketiga mereka ini?

"Kamu Bulan, kan?" tanya seorang murid laki-laki yang dibalas anggukan oleh Bulan.

"Kemana Langit? Tumben dia gak ada, biasanya dia sudah ada dikelas sebelum kita-kita," ujar murid laki-laki itu.

"Huffh, aku lupa. Sekarang Lia sudah gak ada, jadi Langit sepertinya masih galau," sambung murid laki-laki itu lesuh lalu meninggalkan Bulan yang terdiam.

Bukan tiba-tiba mengingat pesan Lia sebelum kepergiannya. Bukankah, Bulan harus menjaga Langit? Itulah pesan dari Lia.

Bulan pun berdiri dan mencari Langit yang mungkin saja dia masih berada di rooftop. Bulan pun menaiki tangga dengan setengah lari karena guru mungkin saja sudah mau masuk.

Sesampainya disana, Bulan langsung membuka pintu yang menghubungkan dalam gedung dengan rooftop dengan sedikit kasar. Hal itu membuat Langit berbalik sembari mengernyit. Apa Bulan akan marah lagi padanya?

"Sudah masuk!" ucap Bulan datar. Tapi terlihat jika dirinya sedikit kelelahan karena berlari.

"Gue udah denger. Malas aja mau belajar," celetuk Langit lalu kembali berbalik menatap isi kota.

"Kasihan, Lia," gumam Bulan.

"Lo ngomong apa barusan?" tanya Langit karena samar-samar ia mendengar apa yang Bulan katakan.

"Gak," balas Bulan lalu memilih pergi dari sana.

Langit pun mengejar kepergian Bulan untuk mengetahui apa yang Langit dengar tadi tak salah?

"Tunggu!" ucap Langit sembari menahan tangan Bulan.

"Lepas. Ini sakit, Langit!" kata Bulan lirih dengan mata yang berkaca-kaca.

Lagi-lagi perlakuan Langit ini membuat Bulan harus mengingat kembali akan kejadian itu. Kalau bukan karena permintaan Lia, Bulan mungkin tidak akan mau dekat-dekat dengan Langit dan memilih untuk menjauh.

"Kalian sedang apa di jam pelajaran seperti ini!!" Teriakan itu membuat Bulan panik.

Matanya melebar karena dari kejauhan, seorang guru BK tengah menatap mereka dengan nyalang. Langit pun langsung menarik tangan Bulan untuk berlari. Langit tau, jika guru itu sudah sedikit rambun jika tidak berkacamata, jadi, guru itu pasti tak jelas melihat wajah mereka sejauh itu.

"Langit!" tegur Bulan, namun, Langit tak perduli dan malah terus berlari.

Sesampainya diparkiran, Langit menyuruh Bulan untuk ikut dengannya. Sebenarnya Bulan bisa saja menolaknya, tapi, tatapan tajam Langit membuat Bulan mati kutu dan harus mengikuti Langit.

Kendaraan beroda dua itu pun keluar pekarangan sekolah dan membuat seorang satpam terkejut dan meneriaki mereka.

Sedangkan dari kejauhan, seorang gadis usia sekitar 21 tahun memicing melihat siapa yang baru saja bolos.

"Apa itu Bulan? Dasar anak itu, Papa sudah sekolahkan, dia malah asik boncengan dengan laki-laki. Aku harus laporin ini semua sama Mama," ujar gadis itu yang tak lain adalah kakak tiri Bulan.

*****

Langit pun menghentikan motornya di sebuah TPU. Ini membuat Bulan bingung, untuk apa mereka di tempat seperti ini. Apa Langit akan membunuhnya.

Langit langsung saja berjalan meninggalkan Bulan. Bulan yang melihat kepergian Langit, ia pun ikut mengejar Langit yang berjalan cukup cepat. Sesampainya disebuah makam, Langit langsung berjongkok yang membuat Bulan berhenti.

"Lia, gue rindu banget sama lo."

Diantara Bulan dan LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang