Bab 43 ~ makan-makan

12 4 0
                                    

Mata Bulan terbuka perlahan, ia melihat Langit yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit pinggangnya. Bulan membuang pandangan karena melihat Langit yang telan*jang dada.

"Udah bangun? Lama banget tidurnya," celetuk Langit sembari mendekati sang istri.

"Yah, kan ngantuk," balas Bulan yang tak menyadari jika Langit sudah berada disampingnya.

Tangan Langit tiba-tiba merangkul pinggang ramping milik Bulan membuat Bulan tersentak lalu menoleh dan mendapatkan dada bidang milik Langit. Bulan langsung mendongakkan pandangannya.

"Lan, boleh gak?" tanya Langit yang membuat Bulan mengernyit bingung.

"Apaan?" tanya Bulan.

"Gak jadi," jawab Langit sembari memeluk Bulan.

Bulan sedikit risih karena Langit masih belum mengenakan baju.

"Lang, lepas! Aku mau mandi," ucap Bulan.

"Jangan dulu, kita buat debay aja yuk!" ajak Langit yang membuat Bulan melotot.

"Kita kan belum lulus sekolah, Lang," balas Bulan gugup.

"Yah, gak pa-pa. Kan gak langsung ha*mil," kata Langit semabri menahan ketawanya karena melihat wajah Bulan yang nampak tegang.

"T-tapi ...."

Bulan benar-benar bingung harus menjawab apa. Jika menolak, ia takut jika Langit akan marah dan dia malah dilaknat oleh malaikat, tapi disisi lain, Bulan benar-benar belum siap.

"Gak usah dipikirin. Aku gak maksa kok," ucap Langit semabri mengacak rambut Bulan lalu menge*cup pipi Bulan sekilas dan berdiri menuju lemari baju.

"Katanya mau mandi, kok masih rebahan?" lanjut Langit.

"Eh? Iya," jawab Bulan lalu berdiri dan menuju kamar mandi, sedangkan Langit malah terkekeh melihat wajah memerah sang istri.

****
Sore ini Shena tengah duduk sendiri di bawah pohon yang tersedia sebuah kursi. Ia memandangi suasana puncak yang begitu sejuk. Dulu ia tak bebas seperti ini sewaktu sang Papa masih bersama mereka, sang Papa yang terkadang selalu mengekangnya dan sekarang ia bisa menikmati bagainana cara untuk hidup.

Tiba-tiba seseorang duduk disampingnya membuat Shena langsung menoleh.

"Kak Sastya?" ucap Shena.

"Ngapain duduk sendiri?" tanya Sastya.

"Gak ngapa-ngapain, cuma menikmati pemandangan puncak," jawab Shena seadanya.

Sastya hanya menganggukkan kepalanya lalu ikut melihat pemandangan yang indah sore ini. Tapi suhunya semakin dingin saja.

Tiba-tiba datang seseorang dan duduk lagi di samping kanan Shena, hal itu membuat Shena merasa jantungnya berdetak tak karuan. Siapa lagi kalau bukan Devan.

"Ini buat kamu." Devan langsung memberikan segelas kopi susu yang masih hangat.

Shena lalu menerima segelas kopi itu dan meneguknya. Rasa hangat menyeruak ke dalam perutnya, enak.

"Makasih kak," ucap Shena.

"Sama-sama."

Selang beberapa detik, tak disangka Sastya melepaskan jaket yang ia kenakan lalu memakaikan pada Shena membuat Shena terkejut. Keduanya saling bertatapan selama beberapa detik.

"Udah puas tatapan-tatapannya?" tanya Devan jutek.

"Eh?" Sehan langsung menoleh ke arah Devan yang nampak kesal.

Sedangkan Sastya hanya terkekeh lalu pergi, tapi sebelum pergi, Sastya mengacak rambut Shena dengan gemes lalu pergi meninggalkan Shena dan Devan disana.

Entah kenapa Devan benar-benar tak Suka dengan perlakuan Sastya kepada Shena yang nampak peduli.

....
Salsa dan Riky sedari baru datang mereka terus saja berduaan di ruang tv.

"Kak?" panggil Salsa mendongak menatap Riky yang lebih tinggi darinya.

"Hmm?"

"Kakak beneran cinta sama aku?" tanya Salsa yang membuat Riky menundukkan pandangan menatap Salsa.

"Kenapa nanya gitu? Kamu gak percaya kalo aku cinta sama kamu?" Buka menjawab, Riky malah bertanya balik.

"Buka gak percaya, tapi ...."

"Tapi kenapa?" tanya Riky penasaran.

"Kenapa kakak gak pernah kenalin Salsa sama orang tua kakak dan kenapa kakak gak mau aku kenalin sama orang tua aku?" tanya Salsa.

Pertanyaan itu sebenarnya sudah seminggu terakhir ini ia pendam. Tapi baru kali ini ia bisa mengungkapkannya. Riky nampak terdiam dengan pertanyaan itu. Sebenarnya bukan tak mau, tapi Riky sadar diri kalau dirinya seakan tak pantas dengan Shena yang notabenenya orang kaya. Pasti Riky akan di tolak.

"Jawab kak!" pinta Salsa.

Riky hanya diam, ia tak mau menyakiti hati Salsa karena ia benar-benar mencintainya.

"Oh iya, aku lupa, tadi Langit nyuruh aku siapin kayu untuk sebentar malam kita bakar-bakar villa ini, eh maksudnya bakar-bakar sate," ucap Riky mengalihkan pembicaraan lalu berdiri dari duduknya.

"Tunggu ya sayang, aku lagi nyiapin barang untuk sebentar malam," sambung Riky dan pergi meninggalkan Salsa sendirian. Sedangkan Salsa hanya cemberut.

****
Waktu magrib telah tiba, Langit sudah siap dengan baju kokoh dan sarung yang sudah melekat pada tubuhnya. Bulan juga sudah siap dengan mukenah. Langit lalu keluar dari kamar dan mengajak yang lain untuk sholat.

"Tapi kak, aku gak bawa alat sholat," ungkap Salsa karena ia memang tak memikirkan sampai situ.

"Aku punya mukenah lagi, kamu bisa pakai itu," balas Shena mengajak Salsa untuk berwudhu.

Setelah semuanya siap, mereka pun sholat berjamaah dengan Langit yang menjadi imamnya. Mereka sholat di ruang tv yang cukup. Setelah sholat mereka pun kembali ke kamar masing-masing.

"Langit, ini kita liburan kemari buat apa? Kok kita malah masuk kamar lagi? Gak seru ih," kesal Bulan, karena seharian mereka hanya melakukan pekerjaan masing-masing tanpa ada kumpul-kumpul.

"Seru kok, kamu gak tau?" Bulan menggeleng mendengar pertanyaan itu.

"Buat debay," goda Langit yang benar-benar membuat Bulan melotot.

"Kamu apa-apaan sih." Bulan memukul lengan Langit cukup keras membuat Langit mengasuh kesakitan.

"Hehe bercanda sayang. Nanti setelah sholat Isya kita bakar-bakar sate di luar, makan-makan bareng," balas Langit.

"Ya udah. Aku mau ngaji dulu," putus Bulan yang dibalas anggukan oleh Langit.

Langit pun memilih untuk keluar sebenar untuk menyiapkan apa yang harus disiapkan untuk acara makan-makan mereka. Sedangkan Bulan kini mengambil Al-Qur'an yang sudah ia bawa tadi dan membuka setiap lembar yang sudah ia baca dan berhenti pada sebuah ayat yang belum ia baca.

Bulan pun mulai membaca basmallah dan kemudian ia langsung membaca ayat demi ayat. Lantunan ayat suci Al-Quran dari mulut Bulan benar-benar menenangkan hati setiap pendengar.

Terutama Raja yang tadinya hendak masuk ke dalam kamarnya dan tak sengaja mendengar suara Bulan karena pintu kamar Bulan tak tertutup rapat. Raja mendekat dan mengintip sedikit di balik pintu. Wajah cantik nan ayu itu membuat setiap yang memandang merasa tenang, suara Bulan juga membuat Raja semakin terpesona.

Krek!

Bulan langsung menoleh mendengar pintu kamar yang berbunyi dan sedikit terbuka. Raja yang menyadari itu langsung cepat-cepat kembali ke dalam kamarnya yang berdampingan dengan kamar Bulan.

Bulan kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke Qur'an dan membaca ayat-ayat itu kembali.

****
Kini mereka baru saja selesai sholat Isya berjamaah dan mereka akan melaksanakan apa yang mereka rencanakan sedari tadi siang. Riky sekarang sudah mempersiapkan bara untuk memanggang sate. Salsa, Bulan dan Shena kini mempersiapkan bumbu, dan Sastya kini malah santai memainkan gitar, Devan membantu Riky dan Langit sekarang memotong-motong kayu. Sedangkan Raja kini sedang mendirikan tiga tenda, hanya sebagai hiasan saja lalu membuat api unggun.

Diantara Bulan dan LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang