"Lo apa-apaan sih, Lang?" tanya Riky yang sudah tersungkur di lantai.
Langit tak menjawab, dia malah menarik kerah baju Riky dan membawanya ke markas. Banyak pasang mata yang melihat itu. Namun, tak ada yang berani membantu.
Salsa yang masih mengejar-ngejar Karang pun terhenti dan terkejut melihat wajah Riky yang sudah bonyok. Riky juga sempat menatap Salsa dan beri isyarat agar tidak mengikuti mereka.
"Riky?"
Karang langsung menoleh ke Salsa lalu melihat arah dimana mata Salsa melihat.
"Itu karena ulah lo sendiri dan melibatkan orang lain," ujar Karang tiba-tiba yang membuat Salsa terdiam.
Yah, dalang yang ada dibalik semua ini adalah Salsa. Ia memanfaatkan Riky untuk melakukan itu. Jika ditanya, kenapa harus Riky? Jawabannya, karena Riky menyukainya dan dia bisa memanfaatkan itu.
Biasanya Salsa tak perduli apa yang terjadi kepada Riky, tapi kini dia merasa bersalah. Toh, disini Salsa yang melakukan itu dan malah Riky yang kena imbas hanya karena perintah dari Salsa sendiri.
Salsa lalu berlari meninggalkan Karang. Sesampainya disana, mata Salsa membola melihat Riky yang terhempas tepat di hadapannya.
Tak ada yang melerai keduanya, Sastya, Raja, dan Devan hanya diam melihat itu. Mata Salsa memanas.
Langit kembali menarik kerah baju Riky, membantunya untuk berdiri tegak dan memukulnya lagi.
"KAK LANGIT STOOPP!!" teriak Salsa sekencang mungkin yang membuat mereka semua menatap Salsa.
"Lo ngapain kesini, balik sana sama Karang!!" marah Riky. Riky tak mau jika Salsa akan kena marah oleh Langit.
Bukan pergi, Salsa malah mendekat lalu menepis tangan Langit agar melepas tangannya dari kerah baju Riky.
"Lepasin Riky!!" teriak Salsa.
"Diam! Lo gak tau apa-apa, lebih baik keluar," ucap Devan menari lengan Salsa.
Salsa berusaha melepas genggaman tangan Devan tapi tentu saja itu tak bisa, Salsa hanya gadis mungil yang tak akan bisa melawan laki-laki ini. Karena tak tahu harus bagaimana Salsa pun bersuara ....
"Jangan pukuli Riky. Dia gak salah. Gue yang mulai semua ini!!" ungkap Salsa.
"SALSA!!" bentak Riky.
"Maksud lo?" tanya Langit, terlihat kerutan di antara alisnya.
"Gue yang nyuruh Riky untuk merekam semua itu," ucap Salsa takut-takut.
"Itu gak bener." Riky menyangkalnya, dia tak mau jika Salsa menjadi sasaran amukan dari Langit.
Langit langsung mendekati Salsa membuat gadis itu gemetar melihat tatapan Langit yang benar-benar menyeramkan.
"Jangan dengerin dia, LANG!" titah Riky tapi tak dihiraukan oleh Langit.
"Kenapa?" tanya Langit datar.
"Karena Bulan udah buat Karang jauh dari gue, dan KARANG SUKA SAMA BULAN!!" ungkap Salsa yang membuat Langit mengacak rambutnya frustasi.
Kalau saja Salsa ini adalah laki-laki, sudah ia pukul dan perlu hampir memb*nuhnya.
"Gue gak nyangka sama lo, Sal. Nyesel gue anggap lo sebagai adek gue. Gue harus gimana? Gak mungkin gue biarin istri gue gak sekolah cuma karena lindungi lo ... tapi gue gak mungkin ngomong sama Mama tentang masalah ini."
"Apa yang mama pikir nanti, jika anak dari sahabatnya melakukan ini," sesak Langit.
Dia tak tahu harus bagaimana. Disisi lain, Salsa ini sudah ia anggap sebagai adik sendiri karena kedua orang tua mereka saling mengenal dan sudah bersahabat sejak dulu. Dan disisi lain, Bulan adalah istrinya yang tentunya butuh pendidikan.
"Dia udah nikah juga, untuk apa sekolah?" sinis Salsa.
Mendengar itu amarah Langit kembali lagi. "DIA MENIKAH ITU KARENA KESALAHAN GUE!! GUE GAK MUNGKIN DIAM AJA KALO DIA GAGAL DALAM PENDIDIKAN HANYA KARENA KESALAHAN YANG GUE PERBUAT SAMA DIA!!" bentak Langit yang membuat Salsa memejamkan matanya.
Hatinya sesak ketika Langit membentaknya. Buliran bening dimatanya menetes begitu saja melewati cela matanya yang tertutup.
"KAK LANGIT JAHAT!!" teriak Salsa lalu berlari keluar dari ruangan itu.
Sastya dan Riky kini hanya diam. Mereka masih mencerna setiap kata yang dikeluarkan Langit. Istri? Bulan? Bulan adalah istri Langit?
Pikir mereka.
Langit kini menendang meja yang ada di ruangan itu sembari mengacak rambutnya.
"Aaakkhh!!" teriak Langit.
Sastya dan Riky tak berani menanyakan soal Bulan, karena melihat kondisi Langit yang terlihat kacau.
****
Kini jam pelajaran telah usai dan semua siswa siswi pun sudah banyak yang pulang. Sedangkan Langit masih diam di kelas. Dia juga tadi tak fokus selama pembelajaran karena memikirkan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.Sudah ada bukti, saksi, dan dia juga sudah temukan pelakunya, lalu Langit harus bagaimana?
Perlahan Langit bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kelas dengan lesu.
"Lo gak pa-pa?"
Suara itu mengalihkan pandangan Langit. Langit menggeleng setelah Devan sudah berada disampingnya.
"Sabar ya, Lang. Gue beneran gak tau mau bantu gimana," ucap Devan.
"Kak Langit!"
Devan dan Langit berhenti melihat Salsa yang berada di depan. Langit yang masih merasa kecewa langsung membuang pandangannya lalu berjalan melewati Salsa.
Salsa hanya menunduk, karena merasa bersalah kepada Langit. Tak lama Salsa merasa sebuah tangan kekar berada di pundaknya.
"Gak nyangka gue sama lo, Sal. Cuma karena cowok, lo hancurin masa depan Bulan. Semoga lo bisa sadar sama yang lo lakuin itu."
Setelah mengatakan itu, Devan langsung pergi. Salsa hanya mengepalkan tangannya kemudian pergi dari sana.
....
Diperjalanan pulang Langit membawa motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia meremas setirnya kuat."Allahuakbar! Allahuakbar!"
Pandangan Langit langsung menoleh ke arah masjid yang tak jauh dari sana. Langit langsung membelokkan motornya menuju masjid tersebut dan menunaikan sholat Dzuhur terlebih dahulu.
Setelah selesai melaksanakan sholat, bukan langsung pulang Langit malah berdiam diri di dalam masjid. Merenungi nasibnya dan apa yang harus ia lakukan kedepannya.
****
Disisi lain kota Bulan tengah duduk di teras rumah memandangi langit sore menunggu Langit yang sedari siang tadi tak kunjung pulang dari sekolah.Lama melamun tiba-tiba terdengar telepon rumah berbunyi. Bulan langsung saja masuk ke dalam rumah lalu mengangkat telepon tersebut.
"Assalamu'alaikum!" ucap Bulan.
"Wa'alaikumussalam ... Bulan, ini Mama. Sepertinya Mama sama Papa gak pulang untuk tiga hari kedepan, Papa kamu masih banyak pekerjaan," ucap Zaiya dari seberang sana.
"Iya, Ma."
"Kamu dan Langit hati-hati di rumah ya?"
"Iya, Ma."
"Ya udah, mama matiin ya, Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumussalam!"
Setelah telepon berakhir Bulan pun menuju kamar sekedar rebahan. Ia juga merasa lelah karena tadi ia mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.
Duarr!!
Gemuruh di langit terdengar begitu keras membuat Bulan langsung bangkit. Bulan terlihat gelisah dengan Langit. Dengan rasa khawatir Bulan pun menelpon Langit tapi nomornya tidak aktif. Rintikan hujan mulai terdengar
"Langit kemana? Kenapa belum pulang?" ucap Bulan khawatir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Bulan dan Langit
Подростковая литература"Mungkin kamu tak akan melirikku walaupun sesaat. Tetapi setidaknya, jangan kamu tunjukkan sesuatu yang membuatku sakit" ~ Bulan Aisyah Willano