Setelah kepergian Raja, Langit langsung berjalan menuju kamar. Sampai disana, dia bisa melihat Bulan yang tertidur lelap tapi keningnya membentuk kerutan seakan tak tenang.
Langit mendekat lalu memijat pelan pelipis Bulan. Tapi kemudian, Langit melihat lebam yang ada di dahi sang istri. Dan juga suhu tubuh Bulan terasa hangat.
"Apa yang terjadi?" tanya Langit yang tentu saja tak mendapat jawaban.
Langit pun bangkit menuju dapur, guna mengambil air dan juga sapu tangan untuk mengompres lebam yang ada di jidat Bulan sekaligus untuk meredahkan suhu tubuh Bulan yang sedikit meninggi.
Baru saja Langit hendak ke dapur, matanya malah salah fokus pada sebuah kotak yang berhamburan di lantai. Matanya memicing lalu membalikkan kotak itu, terlihat lembaran foto serta sebuah surat.
Langit semakin mengernyit bingung ketika melihat di dalam foto itu ada Bulan dan juga Karang. Dan sebuah tinta merah membentuk x tepat di gambar Bulan.
Langit pun mengambil surat itu. Mata Langit semakin terbelalak dengan isi suratnya.
Isi surat:
Jauhi Karang. Atau kamu akan mat1!!!Hanya kata itu yang tertulis didalam kertas. Langit mengepalkan tangannya kuat-kuat. Siapa yang berani melakukan ini?
Tak mau berpikir lebih jauh, Langit lalu memilih mengambil sebaskom air dan juga sapu tangan. Sedangkan, tentang ancaman tadi, Langit akan memikirkannya nanti, untuk saat ini, dia harus merawat Bulan agar cepat sembuh dan jangan sampai Zaiya mengetahui tentang masalah ini.
....
Jam sudah menunjukkan pukul 00.00. namun Langit tak kunjung tertidur, ia masih memikirkan tentang surat ancaman itu. Salah apa Bulan kepada orang itu. Padahal disitu sudah jelas kalau Karang yang mengejar-ngejar Bulan lalu kenapa harus Bulan yang disalahkan? Sangat tidak masuk akal.****
Disisi lain kota, seorang remaja laki-laki yang tak lain adalah Riky tengah mengendarai motornya. Dia baru saja pulang dari markas karena dia sempat tertidur disana dan malah ditinggalkan oleh Devan dan juga Sastya."Dasar, teman-teman lucknut. Gue malah ditinggal sendiri," gerutunya.
Mata Riky yang tadinya fokus kedepan malah teralihkan kepada seorang gadis yang diganggu oleh beberapa preman. Riky langsung menepikan motornya dan melihat siapa gadis itu?
"Salsa?" monolog Riky lalu cepat-cepat ia turun untuk menolong Salsa.
"Woy!"
Ketiga preman itu langsung menoleh ketika melihat Riky yang dengan gagahnya berdiri tak jauh dari sana.
"Heh? Anak ingusan. Ini sudah malam, pulang sana!" usir salah satu preman yang bertubuh kekar.
Riky hanya terkekeh menanggapi itu. Ia kemudian menatap Salsa. "Ternyata tua bangka masih doyan sama anak ingusan juga ya?" ledek Riky karena dia tak terima di katakan anak ingusan.
Walau bagaimanapun, dia bisa saja menghajar ketiga preman ini dalam mimpi. Hehe
Dengan penuh keberanian, Riky mendekati Salsa. "Salsa, hitungan ketiga, Lo harus lari ke motor gue," bisik Riky yang membuat Salsa mengangguk.
"1 ... 2 ... 3!!" ucap Riky dan Salsa pun berlari.
"Aaaakkkhh, boooomm!!" teriak Riky sembari menunjuk kebelakang preman itu.
Ketiga preman tersebut langsung tiarap. Dengan penuh keisengan, Riky langsung berjongkok didepan ketiganya lalu membuang angin yang sedari tadi berlabuh di dalam perutnya.
"Uhukkh uhukhh ... ueeekk!!"
Ketiga preman itu terbatuk-batuk dan ada juga yang sampai muntah karena bau kentut yang dihasilkan oleh Riky.
"Hirup tuh. Anggap aja anugrah dari gue," kekeh Riky lalu berlari menyusul Salsa.
"Lo gak pa-pa, kan? Yuk gue anter balik," ucap Riky yang lagi-lagi hanya dibalas anggukan.
Setelah naik ke motor. Riky pun langsung menjalankan motornya.
"Sal ... lo ngapain jam-jam segini masih keluyuran?" tanya Riky.
"Bukan urusan lo!!" celetuk Salsa.
"Lo sakit hati lagi ya sama Karang?"
"Lo diam deh ... gak usah campuri urusan gue," kesal Salsa.
Sedangkan Riky malah terkekeh. "Ngapain lo ketawa?" tanya Salsa dengan nada kesal.
"Lucu aja sih. Dari pada mikirin Karang, lebih baik lo mikirin gue aja," titah Riky.
"Gak ... lo tuh biasa aja. Gak seganteng Karang."
"Yeh, gue tuh ganteng. Lo aja yang cuma nengok ke belakang tanpa nengok kesamping ... jadinya lo gak bisa lihat keindahan yang lain," celetuk Riky yang membuat Salsa terkekeh.
"Sok puitis lo," ucap Salsa sembari memukul punggung Riky pelan.
"Emang kenyataannya gitu kok."
"Udah ah ... malas gue ngomong sama lo."
Riky pun hanya menghela napas, selagi Salsa sudah tertawa, maka Riky akan kembali diam, tak mau menghancurkan mood Salsa lagi.
***
Kini jam sudah menunjukkan pukul 08.01. Langit baru saja membuka matanya. Menoleh kiri dan kanan tak menemukan Bulan. Ia lalu bangkit, menoleh ke arah baskom yang semalam ia bawa ternyata sudah tak ada.Langit langsung saja membersihkan dirinya, setelah itu dia langsung keluar dan menuju dapur. Langit tau jika Bulan pasti berada di dapur, dan itu benar. Setelah sampai di dapur, Langit melihat Bulan yang sedang menaruh beberapa piring serta membawa lauk ke atas meja makan.
"Biar gue bantu!" ucap Langit lalu mengambil alih lauk yang Bulan pegang.
Setelah itu mereka pun duduk bersama. Bulan langsung saja mengambilkan nasi untuk Langit dan menaruh lauk ke piringnya. Bulan pun melakukan hal yang sama kepada piringannya.
Selama makan mereka hanya diam karena memang tak ada yang mau membuka pembicaraan sama sekali.
Selesai makan, Bulan langsung bangkit dan membersihkan meja. Sedangkan Langit hanya terus menatap aktifitas Bulan. Setelah selesai, Bulan langsung menuju ruang keluarga, meninggalkan Langit yang masih duduk di dapur.
Sebenarnya Bulan tak tega melakukan hal itu. Selama ini Bulan tak pernah merajuk. Tapi, ia benar-benar kecewa kepada Langit, disaat ia telepon, panggilan teleponnya di matikan. Jika tidak ingin balik ke rumah, setidaknya telepon dari Bulan dijawab. Apa susahnya?
"Lo marah sama gue?" tanya Langit yang tiba-tiba berada disamping Bulan.
"Gak," jawab Bulan singkat.
"Kalo gak marah, kenapa jawabnya sesingkat itu?" tanya Langit.
Terdengar hembusan napas Bulan. "Aku gak marah, aku cuma kecewa sama kamu."
Langit terdiam mendengar penuturan Bulan.
"Aku tau, kamu belum cinta sama aku ... dan mungkin saja, kamu gak akan pernah cinta sama aku. Tapi kamu pernah mengajak aku jadi teman kamu, setidaknya, sebagai seorang teman kamu akan ada untuk temanmu ... aku takut, Lang. Kemarin aku benar-benar takut."
"Disaat aku ketakutan, bukan suamiku yang berada di sampingku dan malah pria lain, pria yang bukan mahramku," ungkap Bulan dengan suara yang bergetar.
Matanya memanas seakan ada bawang merah yang bertengger di kelopak matanya.
"Maaf." Hanya kata itu yang bisa keluar dari b1b1rnya. Tak tahu harus bagaimana.
"Gak perlu minta maaf," ucap Bulan lalu pergi meninggalkan Langit.
"Mau kemana?" tanya Langit.
"Sholat Dhuha," jawab Bulan tanpa menoleh.
Bulan sedikit ketar ketir, apakah dia sudah berdosa bersikap seperti ini pada suaminya. Tapi mau bagaimana lagi, hatinya benar-benar sakit.
Jika ia mengambil peran sebagai teman, itu tetap saja menyakitkan. Mana ada teman yang rela dilupakan?
![](https://img.wattpad.com/cover/335902579-288-k328621.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Bulan dan Langit
Teen Fiction"Mungkin kamu tak akan melirikku walaupun sesaat. Tetapi setidaknya, jangan kamu tunjukkan sesuatu yang membuatku sakit" ~ Bulan Aisyah Willano