Bab 1 ~ Alfatah Langit Siregar

69 12 8
                                    

Sore hari dengan semilir angin pantai membuat rambut depan seorang remaja laki-laki terkibas dan menampakkan jidatnya. Gelombang-gelombang laut yang saling berkejaran membentuk ombak serta suara deru ombak terdengar begitu jelas, yang menimbulkan rasa nyaman dihati.

Remaja itu adalah Alfatah Langit Siregar yang biasa disapa dengan sebutan Langit. Langit adalah anak dari pasangan Abi dan Zaiya.

Setelah cukup lama menenangkan diri di pantai karena tugas yang menumpuk, Langit pun memilih untuk kembali ke rumah, takut jika kedua orang tuanya malah khawatir, apa lagi sang Mama yang terkadang selalu berlebihan dalam menanggapi anaknya.

Belum sampai ke parkiran, tiba-tiba seorang gadis berlari dengan suara tangis yang terdengar jelas membuat Langit berdecak kesal.

"Gak tau malu," sarkas Langit karena merasa kesal dengan gadis itu.

Baru saja Langit ingin melangkah kembali, tiba-tiba suara tabrakan terdengar begitu jelas di telinganya, membuat Langit langsung menoleh dengan mata yang terbelalak. Gadis tadi yang tak sengaja menyenggolnya itu menjadi korban tabrak lari.

Langit langsung berlari menghampiri gadis itu. Ia benar-benar panik dan langsung meminta bantuin di tempat sekitar agar gadis itu di bawa ke rumah sakit. Namun, sebelum gadis itu diangkat, masih sempatnya Langit membaca name tag gadis itu yang bertulisan, Bulan Aisyah Willano.

Setelah gadis itu alias Bulan di antar ke rumah sakit, Langit langsung saja balik ke rumahnya. Sesampainya disana ia sedikit meringis kala mendapat tatapan garang dari sang Mama.

"Dari mana saja? Sudah jam tiga kamu baru balik?" omel Zaiya yang membuat Langit hanya diam.

"Jawab Mama!" ucap Zaiya lagi.

"Dari pantai, Ma."

"Ngapain? Ketemuan sama pacar?"

"Gak, Ma. Langit gak punya pacar."

Mata Zaiya memicing, ia berusaha mencari kebohongan di mata Langit namun, hasilnya nihil. Langit terlihat bersungguh-sungguh atau memang Zaiya yang terlalu percaya kepada Langit.

"Ya sudah. Ganti baju, lalu makan," final Zaiya yang diangguki oleh Langit.

Langit pun meng3cup pipi sang Mama lalu beralih masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Zaiya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan memilih untuk nonton tv saja.

Sedangkan Abi kini tengah mengurus cafenya yang berada di Bandung. Ngomong-ngomong soal cafe, Abi sekarang sudah membuka beberapa cabang di daerah yang berbeda untuk cafenya itu, yah salah satunya di Bandung.

...
Langit kini telah selesai membersihkan diri dan hendak keluar dan ingin menuju dapur. Tapi sesuatu menarik perhatiannya. Di layar tv terlihat jelas tempat yang dimana tadi sebuah kecelakaan terjadi. Ternyata kecelakaan gadis itu masuk TV.

"Kasian yah gadis itu," ucap Zaiya dengan wajah khawatir.

"Kenapa, Ma?" tanya Langit yang pura-pura tak tahu.

"Itu, ada anak cewek kayaknya masih SMA, dia menjadi korban tabrak lari. Dan sekarang dia di rawat di rumah sakit Melati. Trus katanya, mata gadis itu buta," jelas Zaiya yang membuat Langit terdiam. Tapi didetik berikutnya, Langit pun masa bodoh dan memilih untuk meneruskan langkahnya di dapur.

.....
Sudah satu Minggu berlalu dan tepatnya di malam hari. Langit kini mengendarai motornya menyusuri jalanan yang nampak sepi. Tak tahu kemana perginya orang-orang. Langit baru saja pulang dari markas geng BT. Tiba-tiba seorang gadis melintas melewati jalan membuat Langit langsung ngerem mendadak dan jatuh.

"Aakkhh!!" ringis Langit kemudian mendorong paksa motor yang menindih kaki kirinya.

"Siapa? Apa yang terjadi?" tanya gadis itu panik dengan tongkat yang ia ketuk-ketukan di tanah.

Langit yang melihat itu malah terdiam memandang gadis itu lamat, matanya memicing, dia buta?

"Gue gak pa-pa, lain kali kalau gak bisa ngelihat, jangan keluyuran. Bukan cuma lo yang dapat bahaya, tapi orang-orang sekitar," kesal Langit sembari berdiri dan berusaha membangkitkan motornya.

Tak disangka gadis itu kini telah menangis dalam diam, air matanya sudah jatuh deras. Ia juga tidak berniat untuk keluyuran hanya saja Kakaknya mengusirnya dari rumah. Ia juga tak hafal jalan. Ia belum terbiasa dengan kondisinya saat ini. Setelah sadar dari komanya selama empat hari, ia sudah mendapatkan kondisinya yang tak bisa melihat lagi.

"Pulang sana!" kesal langit yang membuat gadis itu tersentak.

"A-aku gak tau pulang kemana," jawab gadis itu takut-takut.

Langit yang mendengar itu langsung menoleh. Sebuah cahaya kendaraan mengenai wajah cantik milik sang gadis, membuat Langit terpesona untuk beberapa saat.

"Bulan Aisyah Willano?" ucap Langit tanpa sadar.

"Hah?" tanya gadis itu bingung.

"Gak ... katakan dimana rumahmu, gue anterin lo balik?"

Bukan menjawab, gadis itu yang tak lain adalah Bulan kini menunduk tak mau menjawab.

"Kenapa gak jawab? Gak tau juga alamat rumah?" tanya Langit dingin.

Aah, Langit benar-benar berbeda dengan sang Papa yang suka bercanda dan riang. Sedangkan sifat marah-marahnya sama dengan sang Mama. Tapi hanya satu yang masih menjadi pertanyaan, sifat pendiam Langit ini tak tahu ia dapatkan dari mana.

"Aku berada disini karena diusir," jawab Bulan.

Langit terdiam, ia tak tahu haru berbuat apa. Ia juga kasihan kalau meninggalkan Bulan sendirian, apalagi ia buta.

Bukan cuma Bulan, jika ada orang lain yang seperti ini, Langit juga tak tega untuk meninggalkannya. Langit pun merai ponselnya.

"Assalamu'alaikum, Ma?" ucap Langit.

"...."

Abi pun menceritakan apa yang terjadi kepada sang Mama. "Gimana, Ma?"

"...."

"Hmm ... Assalamu'alaikum," ucap Langit pun mengakhiri panggilan telepon tersebut setelah mendapat jawaban salam dari sang Mama.

"Ayo!" ucap Langit.

"Kemana? Kamu bukan orang jahat kan?" tanya Bulan takut.

"Gue bukan orang jahat. Tapi kalau lo gak percaya sama gue, ya sudah. Gue pergi sekarang."

"Tunggu! Aku ikut!" ujar Bulan terpaksa.

Ia sekarang hanya bisa percaya kepada laki-laki yang di hadapannya ini walaupun ia tak melihat wajahnya.

Langit pun membantu Bulan untuk naik ke motornya. "Pegangan kalau gak mau jatuh," ucap Langit yang dibalas anggukan oleh Bulan walaupun Langit tak melihatnya.

Langit pun mengendarai motornya. Semilir angin menusuk setiap kulit. Langit menoleh ke arah spion motornya yang mengarah kepada Bulan. Entah kenapa senyum Langit terukir begitu saja ketika melihat wajah cantik Bulan dengan rambut yang menerpa kebelakang.

Beberapa menit akhirnya mereka berdua pun sampai di rumah Langit.

"Ini dimana?" tanya Bulan ragu kepada Langit.

"Rumah gue, lo gak perlu takut, gue udah kasih tau Mama kalau lo bakalan nginap di sini. Tapi besok lo harus balik, gue gak mau lo tinggal disini."

Awalnya Bulan begitu senang mendengar perkataan Langit namun, dikata terakhir membuat Bulan sedikit tak enak. Memang kata-kata Langit tak ada filternya sama sekali.

Diantara Bulan dan LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang