22. Wasiat

899 114 10
                                    

Happy Reading!!!

Seorang wanita terlihat berjalan menghampiri salah satu ruang private yang berada di sebuah restoran mewah.

Setelah membuka pintu ruang itu, terlihat seorang pria berjas yang sudah duduk membelakanginya.

Setelah memastikan pintu tertutup, wanita itu melangkah menghampiri sang pria.

"Dika."

Pria itu menoleh dan tersenyum melihat siapa yang datang. Ardhika bangkit dari duduknya lalu memeluk wanita dihadapannya itu.

"Dika, lepaskan aku." Wanita itu berontak di pelukan Ardhika.

Ardhika diam, melepas pelukannya dan menuntut sang wanita untuk duduk.

"Kenapa kau meminta untuk bertemu?" Tanya Ardhika to the points.

"Ada seseorang yang memiliki bukti kejahatan kita." Ucapnya pelan sambil mengeluarkan ponselnya dan memutar sebuah rekaman suara.

"Katakan sejujurnya!! Kenapa kau sengaja menabrak mobil yang ditumpangi tuan Jordan Valholter?!!"

"Saya hanya diminta untuk menabrak mobil itu..."

"Saya disuruh dan dibayar oleh seseorang."

"Siapa orang itu?!!"

"Dia...."

Dor

"Oh God!! Bawa dia ke rumah sakit!! Dia satu-satunya saksi yang kita punya!!"

"Maaf, pak. Dia sudah tiada..."

"Sial!"

"Kau tidak perlu khawatir, supir itu sudah tiada. Rekaman itu hanya sebagai gertakan untukmu."

"Tapi..."

"Jika kau terus gelisah, semua orang akan tahu jika kau terlibat di kecelakaan Jordan Valholter."

"Kita melakukan kesalahan dengan merencanakan kecelakaan itu, Dika."

"Lalu kau ingin apa? Kau ingin rahasiamu terbongkar?"

Ardhika bangkit dari tempatnya dan melangkah menghampiri wanitanya. Pria itu berlutut dihadapan Arreta, dan menggenggam kedua tangan wanita itu.

"Dengar Retta!! Pasangan tua itu sudah tahu jika dewa bukan cucu kandung mereka. Jika kita membiarkan mereka hidup, mereka akan merenggut hak Dewangga."

Arreta terdiam memahami perkataan Ardhika. Hatinya menyetujui perkataan pria itu.

"Aku tidak ingin, hak Dewangga terenggut." Gumam Arreta pelan.

"Jadi sangat penting bagi kita menyingkirkan pasangan tua itu." Sahut Ardhika. Arreta menoleh dan mengangguk sambil tersenyum.

"Sekarang kita harus memikirkan bagaimana caranya kita menyingkirkan Arlavan dan kedua adiknya."

Arreta mengerutkan keningnya bingung mendengar perkataan Ardhika.

"Sepertinya, ketiga putra Adella itu sudah mengetahui rahasia mu."

Really, like this a family?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang