07. Get Well Soon

2.4K 178 6
                                    

Happy Reading!!!

Pagi ini meja makan kembali sepi tanpa ada yang mengunjungi. Suasana mansion pun juga sangat sepi karena ditinggal oleh semua penghuninya untuk beraktivitas.

Tidak semua sih, masih ada satu penghuni mansion Valholter yang masih tinggal dan asyik bersemayam di dalam kamarnya. Penghuni itu Arlavan Valholter.

Hari ini Arlavan mengambil cuti dari pekerjaan, dia sudah sangat merindukan kasur kesayangannya setelah 3 hari terkurung di studio musiknya guna menyelesaikan sebuah lagu baru.

Sudah jam 10 pagi, tapi Arlavan masih bergelut dengan selimut dan mimpi indahnya. Cowok berkulit putih pucat itu masih enggan bangun dari tidur nyenyak itu.

Namun niat hati ingin tidur seharian terpaksa gagal karena ketukan pintu yang sangat bruntal dari luar kamar Arlavan.

Dengan malas bercampur kesal, Arlavan membuka pintu kamarnya dan setelah pintu terbuka matanya menangkap sosok Delvian yang mengenakan seragam sekolahnya dalam keadaan kacau dan terdapat bekas air mata di pipinya.

"Ada apa?"

"Bang Avan, tolongin bang Dewa. Tadi sekretaris bang dewa telpon kalau bang dewa demam tinggi dan tanpa basa-basi El jemput bang dewa dari kantor pake mobil bang Avzra yang El pinjem, sekarang El gak tahu harus gimana?"

"Kenapa gak dibawa ke rumah sakit aja, sih?"

"El gak kepikiran, bang. Sekarang El harus apa? El gak punya pengalaman ngurus orang demam."

"Minta tolong sama orang lain sana! Gue capek mau tidur."

"Bang please... Gak ada orang lain dirumah. Para pelayan sibuk dengan pekerjaannya, bunda pergi belanja dengan bibi Ana, bang Lio dan bang Vino lagi ada kuis, bang Avzra dan bang Vriza juga lagi ada ujian harian, ayah juga lagi ada rapat ke Bogor. Please bang bantuin El rawat bang dewa." Cerocos Delvian cepat bagaikan seorang rapper.

Arlavan mendengus pelan kemudian melangkah keluar dari kamarnya, "Susahin aja."

Delvian terdiam menatap Arlavan yang melangkah menuju kamar Dewangga, sedangkan Arlavan yang menyadari Delvian yang terdiam di depan kamarnya menoleh dan menatap jengah bungsu Valholter itu, "Lo mau tetep disitu dan jadi pajangan rumah ini, hah! Sana siapin kompresan, gue tunggu di kamar Abang Lo yang sakit itu."

Delvian hanya mengangguk pelan dan segera beranjak melakukan perintah Abang pucatnya itu.

Arlavan membuka pintu kamar Dewangga perlahan dan melangkah masuk. Di lihatnya sang pemilik kamar terbaring lemas di atas tempat tidurnya.

Arlavan mengulurkan tangannya dan menempelkan di kening Dewa. Panas, itulah yang dirasakan Arlavan saat tangannya bersentuhan dengan kening Dewa.

Tak berselang lama Delvian datang dengan kompresan yang diminta Arlavan tadi.
"Sini cepat! Bantuin gue gantiin baju abang Lo itu."

"Loh? Kok digantiin bajunya?"

"Lo gak lihat baju abang Lo itu udah setengah basah, hah? Kalo dibiarin bisa masuk angin, nanti gak bakal sembuh-sembuh dia." Ucap Arlavan jengah.

Delvian menggaruk tengkuknya canggung dan segera membantu Arlavan menggantikan baju Dewa.

Delvian menyangga tubuh Dewa dan memposisikan tubuh abangnya itu untuk duduk sedangkan Arlavan menggantikan kemeja kerja Dewa dengan kaos hitam polos.

Setelah menggantikan Dewa baju, dengan telaten Arlavan pun mulai mengompres kening Dewa.

"Kenapa dia bisa sakit?" Tanya Arlavan di sela-sela kegiatan mengompres Dewa.

"Kayaknya bang dewa kecapekan deh, bang. Selama 2 hari ini dia nginap di kantor karena pekerjaannya yang numpuk."

"Gue yang tiap hari nginap di studio, gak capek tuh?" Gumam Arlavan yang dapat didengar oleh Delvian.

"Lo sama gue beda." Sahut Dewa pelan dengan suara seraknya. Ternyata gumaman Arlavan tadi juga di dengar oleh Dewa yang setengah sadar itu.

"Hemm, beda. Gue strong boy, Lo weak boy." Dewa mendengus kesal mendengar perkataan Arlavan.

"Lo udah makan?" Tanya Arlavan menatap wajah lesu Dewa.

Dewa hanya menggeleng lemah menanggapi pertanyaan Arlavan itu.

Tak berbicara apapun lagi, Arlavan langsung berlalu pergi dari kamar Dewa. Delvian yang melihat hal itu menatap bingung dan melangkah mengikuti Arlavan.

"Bang Avan mau kemana?" Tanya Delvian saat mereka menuruni anak tangga.

"Lo gak denger kalo Abang Dewa Lo itu belum makan, hah? Gue mau ke dapur bikinin dia bubur." Jawab Arlavan ketus tanpa menghentikan langkahnya atau menoleh kearah Delvian.

Delvian tersenyum tipis mendengar perkataan Arlavan, " kalo gitu El, jagain bang Dewa aja deh. Maaf gak bisa bantuin bang Avan bikin bubur."

"Hemm." Respon Arlavan yang sudah berada di tangga terakhir.

Setelah mendengar respon Arlavan, Delvian langsung kembali ke kamar Dewa.

"Si kutub mana?" Tanya Dewa pelan saat Delvian kembali dan duduk di tepi ranjangnya.

"Pasti dia balik ke kamarnya dan lanjutin tidur, iya kan?" Tanya Dewa lagi sebelum Delvian menjawab pertanyaan pertama.

"Abang salah, bang Avan pergi ke dapur bikinin Abang bubur." Dewa tertegun mendengar perkataan Delvian.

Arlavan membuatkannya bubur? Tidak bisa di percaya.

Dewa saat ingat jelas, diantara ketujuh putra Valholter dia dan Arlavan lah yang memiliki hubungan yang paling buruk.

Jika kelima putra Valholter lainnya masih saling berinteraksi dan bertegur sapa, lain halnya dengan dirinya dan Arlavan. Dia dan Arlavan tidak pernah bertegur sapa bahkan saling bertatapan saja tidak pernah.

Dewa sudah cukup terkejut saat Arlavan datang dan mengompres dirinya tadi. Dan sekarang dia kembali dibuat terkejut dengan Arlavan yang bersedia membuatkannya bubur.

Karena terlalu larut dengan lamunannya, Dewa tak menyadari Arlavan yang sudah kembali dengan membawa semangkuk bubur lengkap dengan segelas air.

"Nih makan!"

Dewa terkesiap ketika mendengar suara Arlavan. Refleks Dewa langsung menatap Arlavan dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Kenapa natap gue? Cepet makan!" Dewa masih diam menatap lekat Arlavan.

"Delvian, suruh Abang Lo makan lalu istirahat! Gue mau keluar ada pekerjaan mendadak." Delvian hanya mengangguk mendengar perintah Arlavan.

Setelah meletakkan mangkuk dan gelas di nakas dekat tempat tidur, Arlavan pun melangkah keluar dari kamar Dewa.

Saat sampai di ambang pintu kamar, Arlavan menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Dewa.

"Gws." Ucap Arlavan pelan kemudian melangkah pergi.

Delvian tersenyum tipis melihat kepergian Arlavan, sedangkan Dewa terdiam di tempatnya masih bingung dengan situasi yang terjadi.

'Gue gak lagi mimpi kan? Arlavan peduli sama gue?' ucap Dewa dalam hatinya.

***

To be continued
26 Okt 2021

Really, like this a family?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang